Udara malam masih terasa dingin saat Harry melangkah cepat melewati lorong-lorong asrama yang sepi. Kebanyakan anak-anak asrama sudah masuk ke kamar masing-masing, persiapan buat pulang besok. Tapi dia tahu ada seseorang yang masih berkeliaran di luar sana.
Langkahnya terhenti di dekat jendela besar yang menghadap halaman belakang. Dari sini, dia bisa melihat sosok berpakaian gelap, berdiri di bawah bayang-bayang lampu taman yang redup.
Harry menyipitkan mata. Sial, terlalu jauh buat lihat wajahnya dengan jelas.
Tanpa pikir panjang, dia berbalik dan segera menuju pintu keluar. Tapi begitu dia sampai di halaman belakang, sosok itu sudah nggak ada.
Harry mengumpat pelan.
Dia menelusuri area sekitar, langkahnya senyap tapi cepat. Pandangannya terus bergerak, mencari jejak sekecil apa pun. Dan akhirnya, di sudut pagar besi dekat gudang peralatan, dia melihat seseorang.
Sosok itu berdiri membelakanginya, mengenakan hoodie hitam dengan tudung tertutup.
Harry nggak buang waktu. Dengan satu gerakan cepat, dia menarik kerah hoodie itu dan membalikkan orangnya.
"Siapa lo?"
Orang itu terperanjat, wajahnya pucat.
"Andro?" Harry mengernyit.
Andro, salah satu anak asrama, menatapnya dengan ekspresi panik. "A-apa?"
Harry memperhatikan wajahnya yang tegang, keringat menetes di pelipisnya meski udara malam cukup dingin.
"Apa yang lo lakuin di sini?" suara Harry rendah, dingin.
Andro menelan ludah, pandangannya melirik ke kiri dan kanan, seolah mencari celah buat kabur.
"Gue cuma... nyari udara segar," jawabnya terbata-bata.
"Bohong."
Harry mendekat selangkah, membuat Andro refleks mundur sampai punggungnya menabrak pagar besi.
"Nggak ada yang keluar malam-malam cuma buat cari udara segar," lanjut Harry. "Lo ngapain di sini sebenarnya?"
Andro membuka mulut, tapi nggak ada suara yang keluar. Jelas dia ketakutan.
Harry mulai merasa ada yang aneh. Seakan ada sesuatu yang nggak pas dari situasi ini.
Tapi sebelum dia bisa bertanya lebih jauh, suara langkah kaki terdengar dari belakang mereka.
"Harry?"
Aqeela.
Harry menghela napas panjang sebelum berbalik. Aqeela berdiri nggak jauh dari mereka, wajahnya penuh tanya. Di belakangnya ada Jolina, yang juga kelihatan agak cemas.
"Ada apa?" tanya Aqeela.
Harry melirik Andro sekilas sebelum menjawab, "Gue nemu dia mondar-mandir di sini."
Aqeela menatap Andro dengan alis berkerut. "Serius lo? Malam-malam gini?"
Andro langsung menggeleng cepat. "Gue cuma butuh udara segar!"
Harry diam, matanya masih mengunci sosok Andro. Tapi ada sesuatu yang bikin dia ragu.
Kenapa Andro?
Instingnya bilang, Andro ini cuma umpan.
Tapi siapa yang naruh umpannya?
Jolina yang dari tadi diam akhirnya buka suara, nada suaranya datar. "Udah, kita bawa aja dia ke dalam. Nggak guna juga berlama-lama di sini."
Harry mengamati Jolina sejenak. Ada sesuatu dalam cara dia berbicara yang terasa aneh. Tapi dia nggak mau buru-buru menarik kesimpulan.
Dia akhirnya mengangguk. "Ayo."
Andro langsung berjalan cepat ke arah pintu asrama, seakan ingin pergi sejauh mungkin dari mereka. Aqeela masih menatap punggungnya dengan bingung, tapi dia akhirnya ikut berjalan bersama Harry dan Jolina.
Tapi bahkan saat mereka semua kembali ke dalam asrama, pikiran Harry tetap nggak tenang.
------
Setelah masuk ke dalam asrama, Aqeela langsung berbalik ke arah Harry.
“Lo yakin nggak salah liat?” tanyanya, suara masih setengah berbisik karena lorong udah mulai sepi.
Harry nggak langsung jawab. Tatapannya masih tajam ke arah pintu yang baru aja mereka lewatin. Otaknya bekerja cepat, mencoba memilah-milah kejadian barusan.
Tapi Aqeela terus ngeliatin dia dengan alis terangkat, nunggu jawaban.
Harry akhirnya menarik napas pendek. “Nggak tahu,” gumamnya, suaranya datar.
“Yaelah,” Aqeela mendecak. “Berarti lo ragu juga?”
Harry diam. Dia nggak ragu, tapi ada sesuatu yang bikin dia ngerasa ini lebih besar dari sekadar Andro mondar-mandir tengah malam.
Aqeela mendesah, terus jalan duluan. “Mungkin kita cuma salah lihat, Harry. Atau mungkin Andro beneran keluar buat cari udara segar. Nggak semua orang tuh misterius kaya lo.”
Harry tetap nggak ngomong. Dia cuma ngikutin Aqeela menuju kamar masing-masing, pikirannya masih penuh.
Salah lihat?
Nggak mungkin.
Dia tahu apa yang dia lihat tadi.
Tapi kalau itu Andro, kenapa ekspresi cowok itu kaya orang ketakutan? Seakan dia takut ketahuan sesuatu.
Harry menggigit bagian dalam pipinya, perasaan nggak enaknya makin besar.
Besok, anak-anak asrama bakal dipulangin. Itu berarti dia cuma punya waktu semalam buat nyari tahu lebih banyak.
Dan dia tahu harus mulai dari mana.
---
Malam makin larut, tapi Harry nggak bisa tidur. Dia duduk di ranjang, punggungnya bersandar ke tembok, tangan kanan memutar-mutar ponselnya.
Dia butuh akses ke sistem utama asrama.
Tempat di mana semua rekaman CCTV dan data keluar-masuk tersimpan.
Tapi buat bisa masuk ke situ, dia harus nunggu waktu yang tepat.
Harry melirik ke jam di ponselnya. 2:14 AM.
Dia menarik napas panjang. Kalau dia mau bergerak, ini saatnya.
Pelan-pelan, dia bangkit dari ranjang, memastikan langkahnya nggak bersuara saat keluar kamar. Asrama udah gelap dan sepi, cuma ada lampu-lampu kecil di sepanjang lorong.
Dia jalan lurus, napasnya ditahan.
Satu hal yang dia tahu pasti:
Apa pun yang terjadi malam ini, dia nggak boleh ketahuan.
*LATE POST HEHEW
spam semangat lagii yaa
target 25

KAMU SEDANG MEMBACA
HARQEEL
FanfictionAqeela nggak pernah benar-benar peduli sama Harry. Buat dia, cowok itu cuma "salah satu anak Asrama" yang kebetulan ada, tapi nggak pernah masuk dalam radarnya. Harry terlalu pendiam, terlalu dingin, dan lebih sering tenggelam dalam laptopnya daripa...