- DUA EPISODE TERAKHIR
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Cecep sudah menunggu di pintu masuk bagian belakang hotel, saat Marwan dan Didin tiba di sana. Cecep segera mengantar mereka menuju lantai lima, kamar nomor 130A. Cecep sudah meminta temannya untuk mengalihkan CCTV yang terarah ke kamar itu, setelah menjelaskan situasi yang terjadi di dalam kamar 130A melalui foto-foto yang diambilnya. Hal itu jelas akan mempermudah pekerjaan Marwan dan Didin, sehingga Bagja ataupun Rusna tidak akan mengetahui siapa orang yang sudah menghancurkan ritual pesugihan mereka.
"Aji mengatakan bahwa Pak Bagja dan Bu Rusna baru saja selesai menyimpan sesajen baru itu di belakang rumah mereka. Kemungkinan sebentar lagi akan ada yang segera datang ke kamar tempat mereka melakukan ritual," bisik Marwan, kepada Didin.
"Kalau begitu kita harus cepat sampai di sana, sebelum Pak Bagja dan Bu Rusna kembali ke sini," balas Didin.
Mereka memasuki lift dan langsung menuju ke lantai lima. Sebuah pesan lain dari Aji masuk ke ponsel Marwan, namun bukan Aji yang mengirim pesan itu.
AJI
Paman, Aji keluar dari rumah dan mencoba menghadang kedua orangtuaku. Dia tidak mau mereka kembali ke hotel terlalu cepat, jadi dia memutuskan begitu. Tapi masalahnya sekarang adalah, pocong-pocong pesugihan yang ada di sekitar halaman rumah orangtuaku menatap ke arah Aji. Sepertinya pocong-pocong itu tahu apa maksud dan tujuan Aji menghadang langkah mereka.Marwan pun memperlihatkan pesan itu kepada Didin. Didin membacanya sampai tuntas, lalu menatap ke arah Cecep yang ada di sampingnya.
"Pak Cecep nanti menunggu di luar pintu saja, ya. Kami akan segera menangani sesuatu di dalam kamar itu, agar semuanya bisa cepat tuntas," ujar Didin.
"Baik, Pak Didin. Saya pasti akan menunggu di luar saja. Saya juga sebenarnya agak takut untuk masuk ke dalam, terutama saat malam hari begini," balas Cecep.
Mendengar kabar dari Ita dan Septi--yang mengatakan bahwa Aji sedang menghadang Bagja dan Rusna agar tidak segera kembali ke hotel--Nugraha segera mengajak Nusron, Wardin, dan Yuwarto untuk pergi ke persimpangan jalan. Karena dari persimpangan jalan itulah, mereka bisa mengawasi Aji untuk mengantisipasi jika terjadi sesuatu yang buruk.
"Dek Aji kok berani sekali keluar hanya untuk menghadang mereka," bisik Yuwarto.
"Lah kalau Bapaknya saja berani menghadapi makhluk halus, sudah pasti anaknya juga akan memiliki keberanian yang sama," balas Wardin.
"Itu benar. Lagi pula, Aji 'kan juga bisa melihat keberadaan makhluk halus. Jadi untuk apa dia takut, kalau dia sudah terbiasa melihat yang tidak bisa kita lihat itu," tambah Nugraha, yang tahu persis kalau Aji memang memiliki kemampuan yang sama dengan Marwan dan Didin.
"Kira-kira, Nak Aji sedang membicarakan apa di depan Pak Bagja dan Bu Rusna? Kok kelihatannya dia sedikit tegang, ya?" tanya Nusron, membuat yang lain kini hanya fokus menatap Aji.
Marwan dan Didin langsung menutup kembali pintu kamar yang baru saja dibukakan oleh Cecep. Di dalam kamar itu terdengar suara cukup bising, yang asalnya dari ruangan tersembunyi. Iblis yang disembah oleh Bagja dan Rusna tampaknya baru saja tiba di sana. Membuat Marwan dan Didin segera bersiap untuk melawannya.
Iblis yang disembah oleh Bagja dan Rusna akhirnya melihat ke arah Marwan dan Didin yang ada di kamar itu. Iblis itu tampaknya tidak bisa menerima sesajen yang disajikan untuknya, karena jasad Amira sudah tidak lagi berada di tempatnya. Sayangnya, Iblis itu tidak bertemu dengan Bagja dan Rusna agar bisa menyampaikan yang sudah ia tahu. Iblis itu justru bertemu dengan Marwan dan Didin yang sudah siap melawannya.
"Siapa kalian??? Kalian bukan para penyembahku!!!"
"Hah! Siapa juga yang mau menyembah makhluk terkutuk calon penghuni neraka macam kamu? Kurang kerjaan sekali!" balas Didin, sama sekali tak menahan diri.
"Kurang ajar!!! Akan kubuat kalian menyesal malam ini juga!!!"
BLAMMM!!!
Marwan segera menyerang Iblis itu lebih dulu, agar Didin memiliki kesempatan untuk mendekat ke tempat ritual.
SCRAAATTTCCCHHH!!! BRUUAAAKKKHHHH!!!
Iblis itu menangkis serangan dari Marwan, sehingga serangan itu mengenai barang-barang yang ada di sekitar tempat tidur. Meski serangannya berhasil ditangkis, Marwan tetap berdiri di posisinya. Satu-satunya hal yang harus berhasil dilakukan adalah menghancurkan ritual pesugihannya, tak peduli jika Iblis yang dia hadapi tidak bisa dikalahkan.
BLAMMM!!! BLAMMM!!! BLAMMM!!!
Iblis itu segera menyingkir dari tempat ritual, hingga hampir berada di dekat jendela yang terbuka. Didin pun mendapat kesempatan untuk masuk ke tempat ritual. Ia segera mengeluarkan tenaga dalamnya, lalu menghancurkan tempat ritual itu dalam sekali serangan.
BOOMMM!!!
Tempat ritual itu pun meledak, bersamaan dengan meledaknya wadah sesajen yang ada di bagian belakang rumah Bagja. Iblis yang dihadapi oleh Marwan pun segera meninggalkan tempat itu untuk mencari keberadaan Bagja dan Rusna.
Bagja, Rusna, dan Aji sama-sama terkejut, saat mendengar suara ledakan yang asalnya dari belakang rumah. Ardan segera berlari ke bawah setelah menyerahkan ponsel milik Aji kepada Arif. Ia tahu bahwa sesuatu kini akan terjadi pada Aji dan tidak akan bisa ditangani seorang diri, jika Aji tidak segera diberi bantuan.
Usai wadah sesajen meledak, pocong-pocong pesugihan yang ada di sekitar rumah itu menampakkan diri di hadapan mereka. Hal itu adalah pertanda bagi Bagja dan Rusna, bahwa Aji adalah salah satu orang yang selalu menjegal langkah mereka melalui sesajen yang dihancurkan. Bagja dan Rusna tentu saja marah besar setelah tahu akan hal itu, namun Aji tetap terlihat tenang meski kini tak ada lagi yang bisa ia sembunyikan. Rusna pun membanting piring berisi puding yang tadi menjadi alasan Aji menghadang langkah mereka.
"Kurang ajar!!! Ternyata kamu ...."
"Aji awas!!!" Ardan berteriak lantang.
Aji pun segera menyerang beberapa pocong pesugihan yang hendak meraihnya dari arah samping. Ia mengeluarkan tenaga dalam yang dimilikinya, begitu pula dengan Ardan yang kini sedang membantunya. Bapak-bapak yang saat itu masih memerhatikan dari persimpangan jalan tampak kaget, saat melihat banyaknya pocong yang bermunculan. Bagja dan Rusna sendiri juga kaget, saat melihat keberadaan Ardan yang keluar dari rumah milik Marwan.
Ita, Resti, dan Septi berlari menuju persimpangan, setelah mendapat kabar dari Arif bahwa Aji dan Ardan tengah bertarung dengan pocong-pocong dari rumah milik Bagja. Rositi, Titi, dan Ibu-ibu lainnya juga mengikuti langkah mereka untuk mencari tahu yang sedang terjadi. Deru motor milik Didin terdengar di kejauhan dan mulai mendekat. Mereka segera memberikan jalan, agar Didin dan Marwan bisa sampai di tempat pertarungan untuk membantu Aji dan Ardan.
Bagja dan Rusna mulai ketakutan. Mereka sama sekali tidak tahu, bahwa Ardan memiliki sesuatu dalam dirinya yang bisa digunakan untuk melawan makhluk halus. Bahkan, mereka sama sekali tidak tahu kalau Aji pun bisa melakukan hal yang sama, sehingga keduanya bisa memberi perlawanan terhadap serangan dari pocong-pocong yang selalu menjaga rumah mereka.
"Ba--bagaimana Ardan bisa ada di sini, Pak? Ba--bagaimana Ardan bisa mengenal Aji?" tanya Rusna, gelagapan.
"Aku tidak tahu, Bu. Aku tidak pernah membayangkan kalau Ardan bisa mengenal Aji, dan akhirnya membantu menyerang kita seperti ini," jawab Bagja.
Marwan segera memberikan serangan ke arah pocong-pocong di sekitar Aji dan Ardan, meski ia sama sekali belum turun dari motor yang melaju. Didin mengerem mendadak dan memarkirkan motor asal-asalan. Ia juga segera membantu memberikan serangan pada semua pocong yang jumlahnya semakin banyak di sekitar Aji dan Ardan. Pertarungan itu terjadi begitu sengit, hingga akhirnya Iblis yang tadi berhadapan dengan Marwan di hotel mendadak muncul dan langsung mengincar nyawa Bagja dan Rusna sebagai mangsa terakhirnya.
Bagja ataupun Rusna sama sekali tidak bisa menghindar dari kejaran Iblis tersebut. Keduanya terbunuh dengan cepat, pada saat tak ada satu orang pun yang menatap mereka. Sesaat kemudian, pocong-pocong pesugihan yang selalu berkeliaran di sekeliling rumah itu menghilang. Membuat Marwan dan Didin menyadari, bahwa ritual pesugihan itu sudah benar-benar hancur meski harus dibayar dengan nyawa para pemujanya.
* * *

KAMU SEDANG MEMBACA
Pocong Pesugihan
Horror[COMPLETED] Rumah kecil itu mendadak dibangun menjadi sangat mewah. Penghuninya juga tidak lagi terlihat sederhana seperti dulu. Semuanya berubah. Mulai dari pakaian, aksesoris, alas kaki, dan bahkan memiliki mobil keluaran terbaru. Di tubuh mereka...