- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Pemakaman Amira dilaksanakan malam itu juga, setelah selesai dikafani dan dishalatkan. Bapak-bapak dan pemuda di desa ikut serta ke pemakaman. Hanya Ibu-ibu dan para gadis yang tidak ikut malam itu. Semuanya berkumpul di rumah Titi dan mengaji bersama, dengan tujuan mendoakan ketenangan Amira yang akan segera dimakamkan. Aji dan Arif terus mendampingi Ardan. Mereka tahu bahwa Ardan tidak bisa ditinggalkan begitu saja, karena hal itu akan menambah rasa bersalah mengenai Amira yang selalu ada dalam pikiran Ardan.
Setelah jasad Amira benar-benar dimakamkan, arwahnya pun tak lagi terlihat di sekitar orang-orang yang bisa melihat keberadaannya. Marwan dan Didin pun menyadari, bahwa mereka tak punya waktu yang banyak malam itu. Mereka harus segera menghancurkan ritual pesugihan yang dilakukan oleh Bagja dan Rusna, sebelum Bagja dan Rusna mendapatkan kabar dari Iblis yang mereka puja soal jasad Amira yang tidak lagi berada pada tempatnya.
Semua orang meninggalkan pemakaman setelah berdoa untuk Amira. Marwan mengeluarkan ponselnya dari saku celana, lalu mencoba menghubungi seseorang.
"Assalamu'alaikum, Pak Cecep," sapa Marwan.
"Wa'alaikumsalam, Pak Marwan. Ada yang bisa dibantu, Pak?" tanya Cecep, setelah membalas sapaan Marwan.
"Iya, Pak Cecep. Saya butuh bantuan Pak Cecep malam ini juga, agar bisa memasuki kamar hotel yang digunakan untuk melakukan ritual pesugihan itu. Jasad korban yang ditumbalkan sudah dimakamkan beberapa saat lalu, Pak. Jadi saya harus ke sana untuk menghancurkan ritual pesugihannya," jawab Marwan.
"Oh, begitu rupanya. Baiklah, Pak Marwan. Saya akan coba mengamati situasi lebih dulu, sebelum memancing mereka agar keluar dari kamar itu. Nanti akan saya kabari Pak Marwan lagi, kalau saya sudah mengamati situasi," ujar Cecep.
"Baik, Pak Cecep. Saya tunggu kabarnya. Terima kasih banyak sebelumnya, Pak. Maaf kalau saya merepotkan Pak Cecep malam-malam seperti ini."
"Sama sekali tidak merepotkan, Pak Marwan. Jangan merasa sungkan begitu. Saya tutup dulu teleponnya, Pak. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam, Pak Cecep."
Marwan baru menyadari kalau Aji, Arif, dan Ardan sudah tidak ada di sekitarnya, setelah menyimpan kembali ponsel ke dalam saku. Didin berjalan bersamanya di belakang Bapak-bapak yang tadi membantu pemakaman Amira.
"Anak-anak ke mana, Din?" tanya Marwan.
"Sudah belok duluan, tadi. Mereka akan ke rumahmu, karena Ardan tentunya harus beristirahat dan tidak boleh ketahuan keberadaannya oleh Pak Bagja dan Bu Rusna," jawab Didin.
Marwan pun tak bertanya lagi. Ketika mereka tiba kembali di rumah milik Didin, Rositi dan Septi tampak baru saja keluar menuju halaman. Mereka baru saja selesai mengaji bersama dan berniat pulang bersama Marwan. Sayangnya, ponsel Marwan mendadak berdering ketika Rositi baru saja hendak menyapanya. Itu adalah pesan dari Aji yang berisi voice note.
"Yah, Paman Bagja dan Bibi Rusna baru saja tiba di rumah mereka yang sudah selesai dibangun. Mereka membawa sesajen lagi ke sana dan tampaknya akan kembali diletakkan di bagian belakang rumah seperti yang lalu-lalu."
Tatapan Marwan pun seketika tertuju pada Didin. Didin segera mengeluarkan kunci motornya dari dalam saku, lalu menyerahkan helm pada Marwan. Marwan pun menatap ke arah Rositi dan Septi.
"Kalian berdua jangan pulang dulu. Diam di sini saja bersama Resti dan Ibunya. Ayah akan pergi ke hotel bersama Bapaknya Resti. Kami harus segera menghancurkan ritual pesugihan itu, sebelum Iblis yang mereka sembah memberi tahu bahwa jasad Amira sudah tidak berada pada tempatnya semula," ujar Marwan.
"Iya, Yah. Aku dan Ibu akan tetap di sini sampai Ayah pulang nanti. Ayah hati-hati, ya," pinta Septi.
"Iya. Insya Allah Ayah akan berhati-hati. Hubungi terus Kakakmu, Nak. Tanyakan semua hal yang sedang dia perhatikan saat ini."
Marwan pun segera pergi bersama Didin menuju hotel. Ita mendekat ke arah Septi bersama Resti, lalu menyodorkan ponselnya agar Septi bisa membaca pesan yang Arif kirimkan.
MAS ARIF
Kami ada di lantai dua rumah Paman Marwan, Dek. Dari sini kami bisa melihat jelas apa saja yang sedang dilakukan oleh Paman Bagja dan Bibi Rusna.Di rumah Marwan, Aji baru saja dapat kabar dari Ibunya bahwa Ayahnya saat ini sedang pergi ke hotel tempat Bagja dan Rusna menginap. Ia baru tahu, bahwa ritual pesugihan yang dilakukan oleh Bagja dan Rusna ternyata berpusat di kamar hotel yang mereka tinggali saat ini. Hal itu membuat Aji sedikit kepikiran soal keberadaan mereka yang tampaknya hanya akan menyimpan sesajen di bagian belakang rumah.
"Aku harus ke sana," ujar Aji.
"Hah? Ke mana?" kaget Arif.
"Ke rumah depan," jawab Aji.
"Mau apa kamu ke sana?" tanya Ardan.
"Aku harus menghadang mereka, Ar, agar tidak cepat-cepat kembali ke hotel. Ayahku dan Paman Didin sedang menuju ke sana untuk menghancurkan ritual pesugihan yang kedua orangtuamu lakukan. Kalau mereka tidak dihentikan di sini, maka mereka akan sampai di hotel lebih cepat dan usaha yang dilakukan oleh Ayahku dan Paman Didin akan gagal," jelas Aji. "Ini, pegang ponselku dan bicarakan dengan Adikku. Aku tidak bisa memberinya kabar terus-menerus, jadi wakilkan aku sementara waktu."
Aji pun bergegas turun dari lantai dua rumahnya dan pergi ke kulkas. Di sana masih ada puding buatan Ibunya, yang bisa ia jadikan alasan untuk menghadang langkah Bagja dan Rusna. Aji meraih piring puding itu dan keluar dari rumah. Ia berusaha santai ketika melihat keberadaan Rusna dan Bagja yang baru saja akan keluar melalui halaman samping rumah mereka.
"Paman Bagja ... Bibi Rusna ...." sapa Aji, dengan senyum yang ramah.
Bagja dan Rusna pun balas tersenyum ramah ke arah Aji. Arif dan Ardan terus mengawasi Aji dari jendela lantai dua, sambil mengabari pada Ita dan Septi.
"Eh, Nak Aji. Tumben malam-malam begini keluar rumah. Ada apa, Nak?" tanya Bagja.
Sekilas Aji melirik ke arah pocong-pocong pesugihan yang selalu ada di sekeliling rumah milik Bagja. Pocong-pocong itu mendadak menatap ke arah Aji dengan kompak, seakan tahu apa maksud tujuan Aji menghadang langkah Bagja dan Rusna.
"Ini, Paman. Ibuku membuat puding dan satu piring akan diberikan pada kalian. Tapi tadi Ibu dan Ayahku harus pergi ke acara pesta resepsi pernikahan salah satu anak teman Ayah. Jadinya Ibu menitip padaku, agar puding ini diberikan pada Bibi Rusna kalau kalian datang ke sini," jawab Aji, berusaha tetap tenang.
Rusna pun segera menerima sepiring puding yang Aji bawakan. Perasaan Ardan mendadak tidak enak, ketika melihat ada beberapa pocong yang mulai mendekat ke arah Aji.
"Ada yang tidak beres, Rif," lirih Ardan.
"Apa yang tidak beres, Ar?" tanya Arif.
"Beberapa pocong pesugihan yang ada di halaman rumah itu mulai mendekat ke arah Aji. Kita tidak bisa biarkan pocong-pocong itu benar-benar mendekat. Aji akan berada dalam bahaya jika sampai berhasil didekati oleh mereka," jawab Ardan, sangat gelisah.
* * *
SAMPAI JUMPA BESOK 🥰
SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA
(bagi yang menjalankan 🥰🙏🏻)

KAMU SEDANG MEMBACA
Pocong Pesugihan
Horror[COMPLETED] Rumah kecil itu mendadak dibangun menjadi sangat mewah. Penghuninya juga tidak lagi terlihat sederhana seperti dulu. Semuanya berubah. Mulai dari pakaian, aksesoris, alas kaki, dan bahkan memiliki mobil keluaran terbaru. Di tubuh mereka...