36 | Memperkenalkan Ardan

912 77 2
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Patmi masih enggan beranjak ke kamar, meski Nugraha sudah membujuknya sejak tadi. Setelah membaca pesan dari Arif yang dikirim kepada Ita, perasaan Patmi sama sekali tidak bisa tenang. Ia dan Nugraha benar-benar baru tahu, kalau sebenarnya Bagja dan Rusna melakukan ritual pesugihan. Patmi maupun Ita merasa shock, ketika mendengar bahwa Amira telah ditumbalkan oleh kedua orangtuanya sendiri, hanya demi ingin cepat kaya.

"Apa sebenarnya yang ada dalam pikiran mereka? Kenapa mereka sampai tega menumbalkan seorang anak yang tidak bersalah? Di mana hati nurani mereka?" tanya Patmi, sambil berusaha menyeka airmatanya.

Nugraha terus mendampinginya, meski sama sekali tidak bisa memberikan jawaban atas semua pertanyaan Patmi saat itu. Ita terus menatap keluar jendela, berharap emosinya atas kabar soal Amira bisa segera mereda.

"Mereka jelas enggak punya hati, Mah. Makanya mereka sampai setega itu menumbalkan Amira, demi bisa mendapatkan kekayaan tanpa perlu bekerja keras. Kalau mereka punya hati, mana mungkin mereka akan tega menumbalkan anak kandung sendiri," sahut Ita, sambil mengepalkan kedua tangannya erat-erat.

"Sekarang sebaiknya tidak perlu kita bicara banyak. Kita sudah tahu kalau Amira sudah meninggal dunia sejak beberapa minggu lalu dan jasadnya sedang berada di perjalanan menuju ke sini. Papah akan keluar malam ini bersama Bapak-bapak yang lain. Papah ingin tahu di mana jasadnya akan dishalatkan sebelum dimakamkan," ujar Nugraha.

MAS AJI
Jasad Amira sudah kami temukan, Dek. Kami sekarang sedang dalam perjalanan pulang. Beri tahu Ibu, ya, Dek. Biar Ibu tenang.

Rositi kembali membaca pesan yang Aji kirimkan pada Septi beberapa jam lalu. Septi sengaja membiarkan ponselnya dipegang oleh Ibunya. Ia tahu persis, kalau Rositi sebenarnya sedang gelisah menunggu kedatangan Aji dan Marwan. Mereka kini sedang menunggu di dekat tempat Marwan menyimpan mobilnya. Ada beberapa warga desa yang ikut menunggu, setelah tadi Titi memberi tahu semuanya mengenai ritual pesugihan yang dilakukan oleh Bagja dan Rusna. Beberapa warga yang ikut menunggu itu, adalah para warga yang tahu bahwa jasad Amira butuh diangkat bersama menuju rumah milik Didin. Jasad Amira akan diurus di sana, sebelum dibawa ke masjid untuk dishalatkan dan dimakamkan di tempat pemakaman umum.

"Apakah Bapak sudah dekat, ya, Bu?" tanya Resti.

"Insya Allah tidak lama lagi mereka pasti sampai, Nak. Sabar, ya," jawab Titi.

Ponsel milik Resti masih terhubung dengan Ita, yang saat itu tengah bicara dengannya melalui chat pada WhatsApp. Ita juga ingin tahu kabar terbaru soal jasad Amira, sehingga memutuskan bertanya langsung pada Resti. Mobil yang Marwan kemudikan akhirnya tiba bersamaan dengan mobil rental yang Aji sewa. Para warga yang sudah menunggu segera mendekat pada mobil itu, agar bisa parkir dengan mudah saat mereka arahkan.

"Jenazah Nak Amira ada di mana Pak Marwan?" tanya Nusron.

"Ada di bagian belakang, Pak Nusron. Masih dijaga oleh Bapaknya Resti," jawab Marwan, saat baru turun dari mobil.

Aji, Ardan, dan Arif ikut mendekat untuk membuka pintu bagian belakang mobil. Mereka segera bekerja sama dengan para warga, agar jasad Amira bisa diturunkan tanpa ada kendala.

"Langsung bawa jenazahnya ke rumah saya, Bapak-bapak. Nanti jenazahnya akan diurus di rumah saya hingga tuntas," pinta Didin.

Titi segera mendekat pada suaminya, sementara Resti sedang mengambil foto saat jasad Amira dibawa menuju rumahnya melalui jalan memutar. Ia kemudian mengirimkan foto itu kepada Ita, agar Ita tahu bahwa Arif sudah tiba kembali di desa mereka.

"Pemandi jenazah sudah siap di rumah kita, Pak. Semua hal yang dibutuhkan untuk mengafani jenazah Nak Amira juga sudah Ibu sediakan," ujar Titi.

"Alhamdulillah kalau begitu, Bu. Sekarang sebaiknya kita segera ke rumah, agar tidak perlu ada yang ditunda-tunda," ajak Didin.

Sesampainya di rumah Didin, jasad Amira segera dibaringkan di atas karpet yang sudah disediakan. Semua yang tadi membantu mengangkat jasad tersebut kembali keluar dan ikut berkumpul bersama Didin dan Marwan. Marwan merangkul Ardan, karena akan memperkenalkannya pada semua orang.

"Ini adalah Nak Ardan, Kakak kandung Amira yang sengaja ditinggalkan oleh Pak Bagja dan Bu Rusna ketika akan pindah ke sini bertahun-tahun lalu. Kami bertemu dengannya ketika sedang mencari jasad Nak Amira di alamat lama rumah Pak Bagja yang dulu," ujar Marwan.

Semua orang kini menatap ke arah Ardan, begitu pula dengan Rositi dan Titi yang kini berdiri di teras rumah. Septi dan Resti terus mengabari Ita, karena mereka juga ingin Ita tahu mengenai yang sedang terjadi di luar saat ini. Meski Nugraha ada di antara Bapak-bapak yang sedang berkumpul, tetap saja keduanya lebih senang kalau Ita tahu kabar lebih awal.

"Dan dari keterangan Nak Ardan ketika kami bertemu, akhirnya kami tahu bahwa Nak Amira bukanlah korban pertama dari ritual pesugihan yang dilakukan oleh Pak Bagja dan Bu Rusna. Sebelum menumbalkan Nak Amira, mereka pernah menumbalkan Adik dan Adik iparnya, namun penumbalan itu gagal. Jasad mereka dikuburkan di depan rumah lama mereka, lalu ditinggalkan begitu saja. Lalu ketika Nak Amira akhirnya berhasil ditumbalkan, jasadnya dikubur asal-asalan pada salah satu kuburan yang ada di depan rumah lama mereka itu," jelas Didin.

"Kami sengaja membawa Ardan ke sini, karena kami ingin dia menyaksikan pemakaman Adiknya. Selain itu, kami juga ingin memperlihatkan pada Nak Ardan, bahwa kami akan menghancurkan ritual pesugihan yang dilakukan oleh orangtuanya. Hal itu bertujuan untuk membuat Nak Ardan bisa hidup dengan tenang dan tidak lagi merisaukan apakah orangtuanya masih akan melakukan hal-hal jahat terhadap orang lain atau tidak. Bagaimana pun, Nak Ardan perlu melanjutkan hidupnya tanpa dibayang-bayangi oleh ketakutan," tambah Marwan.

"Kalau begitu, apakah itu artinya Dek Ardan akan disembunyikan sementara waktu oleh Pak RT atau Pak Marwan? Tentunya dia tidak bisa terlihat dengan bebas, jika Pak Bagja dan Bu Rusna masih melakukan ritual pesugihannya," Yuwarto ingin tahu.

"Betul, Mas Yu. Untuk sementara waktu, Ardan akan disembunyikan di rumah saya. Kita akan urus dulu pemakaman Nak Amira malam ini hingga tuntas, baru setelah itu kami akan mengurus soal ritual pesugihannya," jawab Marwan.

Marwan dan Didin pun menyerahkan Ardan pada Aji, Resti, dan Septi. Nugraha segera mendekat pada Arif setelah Bapak-bapak membubarkan diri untuk mempersiapkan pemakaman Amira.

"Jadi, pocong-pocong yang meneror Mamah dan Adikmu itu adalah pocong dari ritual pesugihannya Pak Bagja dan Bu Rusna?" tanya Nugraha.

"Iya, Pah. Pocong-pocong yang meneror itu adalah pocong pesugihan," jawab Arif.

"Kalau begitu Papah akan kabari Mamahmu dulu. Baru setelah itu Papah akan ke sini lagi untuk membantu urusan pemakaman Nak Amira."

"Iya, Pah. Dan kalau semisal Mamah sama Ita mau ikut keluar, biarkan saja mereka keluar. Mamah pasti akan merasa lebih baik jika berkumpul di sini dengan Ibu-ibu lain," saran Arif.

* * *

Pocong PesugihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang