- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Arif segera membuka pintu mobil bagian belakang dan bagian samping, saat Didin mendekat ke pagar bersama Candra dan Hasto. Ia bergegas melipat kursi bagian tengah, agar jasad Amira bisa ditempatkan di mobil itu dengan aman, meski posisinya agak sedikit menyamping. Wiwit hanya bisa menutup mulutnya, ketika melihat jasad Amira dibawa ke mobil. Ia benar-benar shock, karena ternyata Bagja dan Rusna setega itu terhadap anak kandung mereka sendiri dan menumbalkannya hanya demi mendapatkan kekayaan yang tak bisa dibawa mati.
Marwan segera mengembalikan tanah ke kuburan yang tadi mereka gali. Para warga yang masih ada di sekitar Kuburan pun ikut membantunya, agar pekerjaan Marwan bisa cepat selesai. Kuburan itu kembali terlihat seperti semula, meski kini sedikit cekung di bagian tengah akibat jasad Amira yang sudah diambil dari sana. Aji dan Ardan segera mendekat ke arah pagar. Aji membantu Didin menempatkan jasad Amira agar aman, sementara Ardan berhenti di samping Wiwit yang segera merangkulnya. Tatap Ardan tertuju lurus pada jasad Amira yang sedang ditempatkan di mobil milik Marwan. Arif menatapnya dari jauh dan seketika memahami, bahwa ada rasa bersalah yang sedang bersarang di dalam diri pria itu terhadap Amira.
Marwan dan beberapa warga yang tadi ikut menggali kuburan segera keluar dari area halaman rumah lama milik Bagja. Marwan mendekat pada Didin yang baru saja akan menutup pintu belakang mobil. Candra dan Hasto masih berada di sana. Mereka ingin tahu, hal apa yang selanjutnya akan dilakukan oleh Marwan dan Didin.
"Pak Hasto ... Pak Candra ... terima kasih banyak atas bantuannya hari ini," ucap Marwan, seraya menjabat tangan Hasto dan Candra.
"Sama-sama, Pak Marwan ... Pak Didin ... sudah menjadi kewajiban kami sebagai Ketua RT dan RW di Desa ini untuk membantu, apabila ada hal yang mendesak," tanggap Hasto.
"Lalu setelah ini, apakah jasad Nak Amira akan segera dibawa ke Klaten, Pak Marwan?" tanya Candra.
"Itu benar, Pak Candra. Kami akan segera membawa jasad Amira ke Klaten, agar bisa dimakamkan dengan layak di sana. Karena jika tidak demikian, maka kami tidak akan bisa menghentikan ritual pesugihan yang dilakukan oleh Pak Bagja dan Bu Rusna. Dan jika sampai yang mereka lakukan terus berlanjut, bisa jadi pada akhirnya akan banyak korban yang berjatuhan akibat ditumbalkan. Bisa jadi juga, pada akhirnya mereka akan kembali ke sini dan mencari tumbal jika sudah tak punya pilihan lain," jawab Didin, sengaja mewakili Marwan yang masih berusaha mengatur nafasnya setelah melakukan dua pekerjaan sekaligus.
Mendengar bahwa mereka akan segera kembali ke Klaten, Aji segera mencoba mencari mobil rental melalui salah satu aplikasi. Ia dan Arif jelas tidak mungkin ikut naik ke mobil Jeep yang sudah diisi oleh jasad Amira pada bagian belakang hingga ke tengah mobil. Arif pun menyadari itu, sehingga sama sekali tidak bertanya apa-apa ketika dirinya menatap ke arah ponsel milik Aji.
Setelah bicara dengan Candra dan Hasto, Marwan dan Didin pun mendekat ke arah Wiwit yang masih merangkul Ardan. Ardan masih juga tak banyak bicara. Pria itu benar-benar sedang tenggelam dalam rasa bersalah yang begitu besar terhadap Amira. Dalam diamnya, Ardan tengah berandai-andai tentang masa lalu. Ia berharap waktu bisa terulang, agar dirinya bisa mengambil keputusan berbeda dan membawa lari Amira sebelum dibawa pergi oleh kedua orangtuanya. Sesal itu benar-benar sulit untuk ditepis, terutama saat ia masih bisa melihat arwah Amira sejelas saat ini.
"Bu Wiwit, kami akan kembali ke Klaten sekarang juga. Jasad Amira akan kami bawa dan akan kami makamkan dengan layak, agar jiwanya bisa pergi dengan tenang," ujar Didin.
Wiwit pun mengangguk, sambil menahan airmatanya.
"Iya, Pak. Saya paham bahwa jasad Nak Amira mungkin memang tidak bisa dibiarkan lebih lama lagi," tanggap Wiwit.
Marwan menatap Ardan begitu lama, sebelum akhirnya meraih lengannya perlahan dari sisi Wiwit.
"Dan kami akan membawa Ardan ikut bersama kami, Bu Wiwit. Ardan harus diamankan lebih dulu, karena kami harus mewaspadai kalau nantinya Pak Bagja dan Bu Rusna akan mencari Ardan ke sini untuk menggantikan Amira sebagai tumbal," jelas Marwan.
Wiwit tentu saja kaget, usai mendengar yang Marwan katakan. Ia sudah menganggap Ardan seperti putranya sendiri, sehingga ia juga jelas akan sangat khawatir jika Ardan tidak ada di sisinya.
"Ta--tapi, Pak. Ardan selama ini sama sekali tidak pernah pergi ke mana pun. Saya khawatir. Saya takut kalau akan terjadi sesuatu padanya. Saya takut dia tidak akan kembali lagi ke sini," ungkap Wiwit, berusaha menahan Ardan agar tidak dibawa pergi.
"Kami sepenuhnya paham dengan kekhawatiran Bu Wiwit terhadap Ardan. Insya Allah kami akan menjaganya dengan baik, Bu, selama Ardan berada di bawah pengawasan kami. Dan kalau urusan kami terhadap ritual pesugihan yang dilakukan oleh Pak Bagja dan Bu Rusna sudah selesai, maka kami berdua yang akan mengantar Ardan kembali ke sini," janji Didin, mencoba meyakinkan Wiwit.
Ardan pun menatap Wiwit yang masih menahan lengannya sejak tadi. Marwan melepaskan lengan kiri Ardan, agar Ardan sendiri yang berbicara pada Wiwit untuk meyakinkannya.
"Aku ingin ikut, Bi," lirih Ardan.
Wiwit langsung paham, bahwa Ardan saat itu sedang merasa bersalah terhadap Amira. Ia kembali merangkul pundak Ardan, lalu menepuk-nepuk pundak itu dengan tegas.
"Kamu paham, 'kan, bahwa yang sudah berlalu itu tidak bisa diulang lagi, meskipun kamu menyesalinya seumur hidup?" tanya Wiwit.
Ardan pun mengangguk.
"Kalau kamu paham, Bibi harap kamu tidak sampai harus berlarut-larut menyesali soal Adikmu. Bukan salahmu, sehingga Amira harus berakhir seperti ini. Kamu hanya anak kecil saat itu dan kamu tidak tahu harus berbuat apa agar Amira tetap aman. Kalau memang kamu mau ikut bersama mereka dan ingin melihat jasad Amira dimakamkan, maka Bibi akan mengizinkan. Tapi ingat, jangan berlarut dalam sesal. Janji," pinta Wiwit.
"Iya, Bi. Aku janji, Insya Allah," jawab Ardan.
Wiwit pun merasa yakin untuk melepaskan Ardan pergi bersama Marwan dan Didin, setelah mendengarnya berjanji. Ia tahu bahwa Ardan akan kembali, cepat ataupun lambat. Aji dan Arif segera merangkul Ardan agar ikut bersama mereka, setelah pria itu berpamitan dengan Wiwit. Mobil rental yang dipesan oleh Aji sudah tiba, Marwan dan Didin pun berpamitan pada Candra, Hasto, dan para warga desa yang tadi membantu mereka. Kini, mereka harus cepat tiba di Klaten. Ritual pesugihan itu harus benar-benar dihentikan, sebelum ada lagi korban yang jatuh akibat ditumbalkan.
"Ji, ada chat yang masuk dari Adikku sejak tadi," ujar Arif.
"Dan ada juga chat yang masuk dari Adikku, tapi aku tidak menyadarinya," sahut Aji, dengan perasaan was-was.
* * *
SAMPAI JUMPA BESOK 🥰
SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA
(bagi yang menjalankan 🥰🙏🏻)

KAMU SEDANG MEMBACA
Pocong Pesugihan
Horror[COMPLETED] Rumah kecil itu mendadak dibangun menjadi sangat mewah. Penghuninya juga tidak lagi terlihat sederhana seperti dulu. Semuanya berubah. Mulai dari pakaian, aksesoris, alas kaki, dan bahkan memiliki mobil keluaran terbaru. Di tubuh mereka...