- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Candra dan Hasto tiba di rumah lama milik Bagja bersama beberapa warga sekitar. Marwan dan Didin tampak sudah siap menggali ketika mereka mendekat ke arah kuburan yang ditunjuk oleh Amira. Arif membawa Wiwit keluar dari area halaman rumah itu, sehingga keduanya kini memantau keadaan dari balik pagar bambu yang rendah. Aji dan Ardan menatap sekeliling halaman itu. Keduanya memantau arah yang berbeda, karena masih tidak tahu arah kemunculan hambatan yang tadi mereka bicarakan. Marwan menatap keduanya sesaat, lalu kembali fokus pada kuburan yang akan digali, ketika tahu bahwa Aji maupun Ardan telah siap melakukan sesuatu untuk menjaga jasad Amira.
"Apakah kuburan ini sebaiknya langsung saja kita gali, Pak Didin?" tanya Candra.
"Iya, Pak Candra. Tapi kita akan menggali perlahan-lahan. Kami sama sekali tidak tahu, sedalam apa jasad Amira dikuburkan di kuburan ini. Dan jika kita menggali terlalu terburu-buru, kami takut kalau jasadnya akan terkoyak oleh sekop atau pacul yang kita gunakan," jawab Didin.
Didin sengaja mengatakan hal itu lebih awal. Ia dan Marwan jelas tidak ingin terjadi sesuatu pada jasad Amira, terutama setelah jasad itu tersiksa akibat tidak dimakamkan dengan layak.
"Baik, Pak Didin. Sebisa mungkin kami akan membantu menggali secara perlahan. Kami akan ikuti semua arahan dari Pak Didin dan Pak Marwan," ujar Hasto.
Penggalian pun dimulai. Para warga yang datang ikut menggali dengan sangat hati-hati. Arwah Amira masih ada di sekitar kuburan tersebut, sehingga keadaan di sekitarnya terasa sangat dingin. Marwan mengeluarkan tenaga dalamnya untuk mengelilingi seluruh bagian kuburan yang akan digali. Ia tidak ingin ada sesuatu yang mendadak menyerang orang-orang di sekitarnya, karena hal itu pastinya akan memberi dampak pada orang-orang yang sedang membantu penggalian.
Arif dan Wiwit merasa was-was ketika melihat kuburan itu mulai digali. Mereka merasa takut akan terjadi sesuatu, terutama setelah tadi Aji dan Ardan membicarakan soal hambatan yang akan datang. Namun meskipun tengah merasa was-was, baik itu Arif maupun Wiwit sama sekali tak berani bicara. Mereka lebih memilih diam dan memerhatikan, karena tak ingin menambah beban pikiran orang lain.
"Berhenti, Bapak-bapak. Berhenti sebentar," pinta Didin, tiba-tiba.
Semua orang pun berhenti ketika Didin mendadak bicara. Tatap mata Didin tertuju pada kain jarik lusuh yang terlihat di bagian pinggir kuburan. Semua orang yang ikut menggali kini juga bisa melihatnya. Didin pun menatap ke arah Marwan.
"Jasad Amira benar-benar dikuburkan sangat dangkal, Wan," ujarnya.
"Ya. Dan bahkan mungkin Pak Bagja dan Bu Rusna sama sekali tidak berniat menguburkan jasadnya setelah berhasil menumbalkan nyawa Amira. Hanya karena takut ketahuan jika jasadnya ditemukan oleh seseorang, makanya mereka memutuskan mengubur di sini dan tidak begitu dalam," sahut Marwan.
"Kalau begitu sebaiknya kita berhenti menggali menggunakan pacul dan sekop besar. Mari kita gali saja dengan pacul dan sekop kecil, agar jasad Nak Amira tidak terkoyak," ajak Hasto.
"Baik, Pak RW," sahut salah satu warga yang ikut menggali.
Semuanya segera mengganti alat yang dipakai menggali. Mereka kembali menggali menggunakan pacul dan sekop berukuran kecil, sehingga kain jarik yang tadi terlihat hanya sedikit oleh Didin kini sudah mulai terlihat hampir di seluruh bagian kuburan tersebut.
Angin mendadak bertiup cukup keras, ketika seluruh bagian jasad Amira yang terbungkus kain jarik telah terlihat. Aji dan Ardan tampak semakin waspada ketika mengamati keadaan sekitar. Wiwit menatap ke arah Arif yang tatapnya saat itu mendadak membola. Ia yakin, kalau Arif tahu akan terjadi sesuatu meski pria itu tak bisa melihat hal-hal gaib.
"Apakah kamu merasakan sesuatu, Nak?" tanya Wiwit, pelan.
"Iya, Bi. Aku merasakan sesuatu yang sama persis dengan kemunculan pocong-pocong pesugihan yang beberapa hari lalu mendatangi Adikku di rumah. Tapi aku tidak tahu, Bi, apakah yang aku rasakan ini benar atau hanya sekedar perasaanku saja," jawab Arif.
Wiwit pun kembali menatap ke arah Ardan dan Aji. Aji mendadak menunjuk ke arah bagian samping gubuk, sehingga Ardan pun menatap ke arah yang sama.
"Sepertinya mereka melihat sesuatu," lirih Wiwit.
Marwan dan Didin pun bisa merasakan kehadiran yang tidak biasa. Keduanya menoleh ke arah samping gubuk dengan kompak, sehingga bisa melihat kedatangan pocong-pocong pesugihan yang akan menghadang langkah mereka untuk mengambil jasad Amira.
"Wan, berhenti menggali. Lakukan sesuatu," pinta Didin.
Marwan pun bangkit dari posisinya dan segera memperkuat batas yang sejak tadi telah ia keluarkan. Aji dan Ardan segera berlari ke arah kuburan untuk menghalau semua pocong pesugihan yang mulai melompat-lompat ke arah kuburan. Pocong-pocong itu menyerang ke arah Aji dan Ardan dengan brutal, sehingga membuat keduanya sedikit kewalahan. Orang-orang yang sedang menggali kuburan kini bisa menatap semua pocong yang muncul, karena pocong-pocong itu tampaknya memang diperintah untuk menakuti siapa pun yang hendak membawa pergi jasad Amira.
"Astaghfirullah hal 'adzim!!! I--itu ... i--itu ... po--pocong!!!"
"Jangan ditatap, Pak. Lanjutkan saja penggaliannya. Dan jangan juga berusaha kabur dari sini, nanti pocong-pocong itu akan mengejar Bapak sampai ke rumah," Didin memberi peringatan.
Semua yang bertugas menggali kembali menggali, agar jasad Amira bisa segera diangkat dari kuburan tersebut. Aji dan Ardan melawan balik serangan brutal dari pocong-pocong yang terus bermunculan. Arif terus menghalangi pandangan Wiwit ke arah tempat Ardan dan Aji bertarung. Wiwit tak perlu melihat pocong-pocong pesugihan itu terlalu lama, karena itu akan berimbas pada pikirannya dalam jangka waktu yang panjang. Wiwit sendiri pun tidak protes ketika Arif berdiri di depannya dan tak mau pergi.
"Apakah akan segera berhenti pertarungannya, Nak?" tanya Wiwit.
"Pasti akan berhenti, Bi, Insya Allah. Hanya saja, kemungkinan pertarungan itu akan berakhir saat jasad Amira berhasil diangkat dari kuburan yang sedang digali," jawab Arif.
Didin segera berkoordinasi dengan Candra dan Hasto untuk mengangkat jasad Amira yang sudah terlihat seutuhnya. Kain jarik yang membungkus jasad itu segera dibuat lebih rapat, agar tidak terbuka ketika jasadnya diangkat. Para warga yang membantu penggalian segera menyingkir, sengaja memberikan ruang agar Didin, Candra, dan Hasto bisa mengangkat jasad Amira dengan mudah.
"Bismillahirrahmanirrahim," ucap Didin, Candra, dan Hasto.
Jasad Amira benar-benar terangkat dari kuburan dangkal itu. Seketika, pocong-pocong pesugihan yang menyerang sangat brutal ke arah Aji dan Ardan pun menghilang tanpa jejak. Usaha pocong-pocong pesugihan itu untuk menghalangi mereka mengambil jasad Amira sudah gagal. Nafas Aji dan Ardan naik-turun tak beraturan. Marwan pun melepaskan batas yang tadi ia perkuat, sehingga Didin, Hasto, dan Candra bisa melintas menuju mobil sambil membawa jasad Amira.
* * *

KAMU SEDANG MEMBACA
Pocong Pesugihan
Horror[COMPLETED] Rumah kecil itu mendadak dibangun menjadi sangat mewah. Penghuninya juga tidak lagi terlihat sederhana seperti dulu. Semuanya berubah. Mulai dari pakaian, aksesoris, alas kaki, dan bahkan memiliki mobil keluaran terbaru. Di tubuh mereka...