- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
"Jadi, dua kuburan yang ada di depan rumah itu adalah kuburan Paman dan Bibi kamu, Nak?" tanya Didin.
Ardan pun mengangguk seraya menatap ke arah Didin. Didin pun segera keluar dari warung makan tersebut dan berjalan menuju ke halaman rumah lama milik Bagja. Arif mengikuti langkahnya. Aji tidak menahan Arif yang memutuskan mengikuti Didin. Ia segera duduk di samping Ardan, mencoba untuk membujuknya untuk menyampaikan semua tanpa perlu takut akan dihakimi oleh orang lain.
Ketika sampai di halaman rumah lama Bagja, Didin segera berniat mendekat ke arah dua kuburan yang ada di sana. Arif terus mengikutinya, karena ingin tahu apa yang akan Didin lakukan.
"Paman mencari sesuatu?" tanya Arif.
Didin berbalik sebentar, saat mendengar suara Arif di belakangnya. Ia baru sadar kalau Arif mengikutinya, sehingga ia baru memintanya mendekat dan merangkulnya agar bisa berjalan bersama menuju kuburan.
"Ya, Paman sedang mencari sesuatu. Biasanya ada tanda yang ditinggalkan oleh orang-orang yang mengikuti ritual pesugihan, ketika menguburkan jasad tumbalnya. Paman ingin mencari tanda itu, meskipun dua orang yang ditumbalkan oleh Pak Bagja sudah lama dikubur di sana," jawab Didin.
"Tandanya seperti apa, Paman, kalau aku boleh tahu? Siapa tahu aku bisa membantu Paman menemukan tandanya."
"Tidak bisa dijelaskan, Nak Arif. Tanda itu hanya bisa dilihat. Dan kalau mata kita jeli, maka tandanya akan terlihat sangat mudah ketika dicari. Entah tanda itu bisa kita temukan pada sisi-sisi makam ataupun melalui tanah makamnya."
Arif pun menganggukkan kepalanya, pertanda bahwa ia memahami semua jawaban yang Didin berikan. Keduanya pun berhenti di kuburan paling pertama. Mereka sama-sama tidak tahu kuburan siapa itu. Entah Paman atau Bibi kandung Ardan, intinya mereka hanya perlu mencari tanda yang tadi Didin sebutkan.
Didin tampak mencari dengan teliti. Arif memerhatikannya dengan seksama, bagaimana cara Didin memeriksa sisi-sisi kuburan dan caranya memeriksa tanah yang terletak di tengah-tengah kuburan. Didin tidak melewatkan satu pun, termasuk memeriksa rerumputan yang ada di sekitarnya.
Setelah mengamati Didin cukup lama, Arif pun berpindah ke kuburan kedua seorang diri. Ia menatap sisi-sisi makam itu dan kemudian memegang tanah yang ada di tengah-tengah. Arif melihat perbedaan yang sangat mencolok, antara tanah yang sedang ia pegang dengan tanah yang tadi dipegang oleh Didin. Tanah itu tidak seperti tanah kuburan lama. Tanah itu cukup gembur, sementara tanah yang tadi Didin pegang sangatlah padat.
"Paman Didin," panggil Arif. "Coba lihat ini, Paman."
Didin pun segera meninggalkan kuburan yang pertama dan mendekat ke arah Arif. Arif memperlihatkan tanah kuburan yang baru saja ia periksa kepada Didin. Didin berjongkok di samping Arif, lalu memerhatikan tanah yang masih digenggam oleh pemuda itu.
"Tanah kuburan ini gembur, Paman. Tidak sama dengan tanah kuburan yang tadi Paman periksa," ujar Arif.
Tatapan Didin pun kini terarah pada kuburan yang Arif periksa. Ia kembali memeriksa dengan seksama. Ia menatap semua sisinya dan juga tanah yang terletak di tengah-tengah. Pada saat itulah ia menyadari, bahwa apa yang Arif katakan memang benar adanya. Tanah yang ada pada kuburan kedua itu cukup gembur, tidak memadat seperti tanah di kuburan pertama yang ia periksa.
"Ya. Kamu benar, Nak Arif. Tanah pada kuburan ini gembur, berbeda dengan tanah di kuburan itu. Inilah tanda yang kita cari, Nak. Bagus sekali, karena kamu bisa menemukan tandanya dengan sangat mudah. Sekarang sebaiknya kita kembali ke warung makan. Kita harus kabari Ayahnya Aji mengenai kuburan ini," ajak Didin.
Setelah membersihkan tangan masing-masing, keduanya kembali berjalan menuju warung makan milik Wiwit. Candra dan Hasto melihat kedatangan mereka, meski saat itu mereka sedang mendengarkan Ardan bercerita soal awal mula Bagja dan Rusna mengikuti ritual pesugihan. Didin mendekat pada Marwan lalu membisikkan sesuatu padanya. Setelah mendengar yang Didin bisikkan di telinganya, Marwan pun segera menatap ke arah Candra dan Hasto.
"Pak Candra ... Pak Hasto ... kami minta izin untuk menggali salah satu kuburan yang ada di rumah depan sana. Kemungkinan, di sanalah jasad Amira dikuburkan secara asal-asalan oleh Pak Bagja dan Bu Rusna," ujar Marwan.
Candra dan Hasto pun saling menatap satu sama lain, lalu beralih menatap Ardan yang masih memiliki hak sepenuhnya atas rumah itu meski telah lama ditinggalkan.
"Bagaimana, Nak Ardan? Apakah boleh jika salah satu kuburan di depan rumahmu digali?" tanya Hasto.
Ardan pun langsung mengangguk, pertanda bahwa ia tentu saja memperbolehkan. Ardan sama sekali tidak merasa ragu dengan permintaan Marwan. Karena baginya, permintaan Marwan untuk menggali salah satu kuburan itu jelas bertujuan untuk menghentikan ritual pesugihan yang dilakukan oleh Bagja dan Rusna.
Setelah melihat tanggapan dari Ardan soal permintaannya, Didin pun menatap Candra dan Hasto.
"Kalau begitu untuk mempersingkat waktu, kami akan menggali kuburan itu sekarang juga. Kami harus kembali ke Klaten sebelum tengah malam," ujar Didin.
"Baik, Pak Didin. Kami dan beberapa warga sekitar juga akan ikut membantu menggali kuburan yang dimaksud. Kami akan mengambil peralatan lebih dulu," tanggap Candra.
Orang-orang yang sejak tadi ada di warung makan itu pun segera membubarkan diri, setelah membayar makanan yang mereka santap. Mereka pulang ke rumah masing-masing untuk mengambil peralatan menggali. Marwan dan Didin segera membuka bagian belakang mobil untuk mengeluarkan peralatan yang tersedia. Mereka juga akan ikut melakukan penggalian, meski tahu bahwa warga sekitar akan melarang mereka melakukan itu. Mereka adalah tamu di desa itu, jadi sebisa mungkin para wargalah yang akan melakukan penggalian dan mereka hanya akan diminta untuk menunjukkan seberapa dalam harus menggali.
Ardan diajak oleh Aji dan Arif keluar dari warung makan. Bagaimana pun, Ardan berhak menyaksikan penggalian kuburan, karena kuburan itu adalah tempat yang menjadi saksi kejahatan orangtuanya terhadap Paman, Bibi, serta Adiknya. Wiwit juga memutuskan ikut. Ia tidak mau Ardan melihat semuanya sendiri. Ardan sudah ia anggap seperti anaknya sendiri, sejak pertama ia mulai mengasuh dan memberinya tempat tinggal. Maka dari itu Wiwit tidak ingin Ardan terbebani sendiri oleh ulah orangtuanya.
Saat mereka baru saja sampai di halaman rumah itu, langkah Ardan mendadak berhenti. Begitu pula dengan Aji, Marwan, dan Didin. Arwah Amira muncul di dekat kuburan yang akan mereka gali. Wiwit ingin sekali bertanya pada Ardan, mengenai perubahan wajah dan sikapnya saat itu. Namun Arif segera membisikkan sesuatu di telinga Wiwit dan menyampaikan bahwa ada kemungkinan kalau mereka sedang melihat arwah.
"Amira," lirih Ardan.
Arwah Amira menunjuk ke arah kuburan yang tadi diperiksa oleh Didin dan Arif. Hal itu membuat Marwan merasa yakin, kalau dugaan Didin dan Arif soal keberadaan jasad Amira tidaklah salah.
* * *

KAMU SEDANG MEMBACA
Pocong Pesugihan
Horror[COMPLETED] Rumah kecil itu mendadak dibangun menjadi sangat mewah. Penghuninya juga tidak lagi terlihat sederhana seperti dulu. Semuanya berubah. Mulai dari pakaian, aksesoris, alas kaki, dan bahkan memiliki mobil keluaran terbaru. Di tubuh mereka...