Raka, anak itu tengah memangku mangkuk berisi cookies sembari menonton televisi. Digigitnya cookies itu dengan ekspresi cemberut dengan mata yang mengarah ke televisi di mana kartun spons kuning ditayangkan.
Dia dalam mode merajuk. Bisa-bisanya tidak ada yang membangunkannya hingga dia telat ke sekolah karena sudah jam sembilan.
Sebagai bujukan, Gisel memberikannya cookies agar anaknya itu tidak merajuk lagi. Ya memang diterima oleh Raka. Namun, coba lihat. Wajahnya masih menunjukkan bahwa dia masih kesal. Satu lagi, baju sekolah dan tas masih melekat pada tubuhnya.
Seperti anak TK yang tidak diizinkan mandi hujan.
"Aku mau burger."
Ketika dia melihat adegan televisi di mana si spons kuning memakan burger yang disebutnya kraby patty, tiba-tiba Raka menginginkannya juga.
"Nggak." Raka menggelengkan kepalanya. "Tapi aku mau permen."
Matanya menyapu sekeliling, siapa tahu dia akan mendapatkan apa yang diinginkannya. Tapi, itu mustahil. Mana mungkin ada permen yang tercecer di mansion ini?
Dengan begitu, Raka berdiri dan melangkah keluar dari mansion yang sepi penghuni itu.
•••
"Adek, gak terlalu banyak permennya?"
Raka menggeleng, dia sibuk menghitung ada berapa permen yang ia ambil dari toples yang berada di etalase kaca minimarket tersebut.
Sudah lima menit dia habiskan hanya untuk menghitung permen-permen itu. Beruntung minimarket-nya sedang sepi, jadi tidak ada yang mengantre di belakang Raka.
Justru wajah sang kasir yang di depan terlihat masam. Namun ditutupi oleh senyuman ramah demi pekerjaannya.
"Sembilan... sebelas.. tiga belas.." Setelah hitungan yang terakhir Raka berhenti, dia menatap si kasir meminta untuk dibungkus macam-macam aneka permen yang ia ambil itu.
"Ini buat siapa, Dek?" tanya kasir itu basa-basi.
Raka menunjuk dirinya sendiri tanpa bersuara.
"Ohh ... gak takut sakit gigi? Banyak loh ini permennya."
Raka menggeleng. Dia akan memakan beberapa saja dalam sehari, sisanya dia akan jadikan stok.
Kasir mengernyit sebentar karena Raka tak kunjung berbicara. Anak itu hanya menjawab dengan gerakan tubuh saja.
Setelah plastik berisi permen telah Raka terima. Raka membayarnya, dia punya uang loh. Dari hasil malak Evan tapi.
Eh, ingatkan dia kalau Evan masih memiliki hutang satu juta padanya.
"Dek, uangmu lebih dua ribu!" Kasir sedikit berteriak saat Raka hendak keluar dari minimarket.
Raka menoleh ke belakang. Ia berbalik berjalan ke arah kasir itu.
"Sini kembaliannya," pintanya sembari menengadahkan tangan kanan, ditambah ekspresi lempeng yang ia tunjukkan.
Si kasir melongo. Apa? Dia minta kembaliannya yang hanya dua ribu? Tidak bisa diikhlaskan saja? Dilihat dari penampilannya Raka seperti orang kaya. Masa dua ribu saja dia tidak rela?
Oh, ayolah. Minimal sedekah sedikit.
"Nih." Sang kasir memberikan kembaliannya dengan sebal.
Raka menerimanya sambil tersenyum, menampilkan gigi kelinci dan lesung pipinya yang terbentuk.
Astaga, manis sekali.
Kusir itu tidak jadi marah, deh.
Raka keluar dengan mulutnya yang sudah tersumpal permen tangkai. Ia menatap sekeliling, mengamati sekitar sebentar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Raka Alandra (The End)
Teen Fiction"Dengan cara apa lagi agar aku bisa mendapatkan kasih sayang?" Namun... "Ya Tuhan! Terima kasih sudah mengulang masa laluku, sekarang aku tidak akan bersikap seperti dulu lagi. Aku tidak mau mati muda!