20.HARQEEL

5K 259 9
                                        

ENJOY READING THIS PART
(aku gabisa post setiap hariii, tapi aku bisa usahain, keep supporting me!)

Aqeela duduk di tangga belakang gedung olahraga, lututnya tertarik ke dada, pikirannya penuh dengan tanda tanya. Udara malam menggigit kulitnya, tapi bukan itu yang bikin dia nggak bisa tenang. Sejak kejadian di aula, semuanya terasa aneh—terlalu cepat, terlalu mendadak.

"Masih kepikiran?"

Suara Noel muncul dari belakangnya, dan dalam sekejap, jantung Aqeela berdebar lebih kencang. Dia nggak perlu menoleh untuk tahu cowok itu udah ada di sana.

Noel duduk di anak tangga di bawahnya, sikunya bertumpu di lutut, tangannya memainkan cincin di jarinya—kebiasaannya kalau lagi berpikir. "Lo tau, kebanyakan mikir bisa bikin lo gila."

Aqeela mendesah, menatap langit. "Gue nggak bisa berhenti mikirin ini."

Noel meliriknya, matanya lebih gelap dari malam. "Dan lo pikir datang ke sini sendirian bakal ngasih lo jawaban?"

Aqeela menoleh, menatap Noel dalam. "Lo tahu sesuatu yang gue nggak tahu, kan?"

Noel tersenyum kecil, tapi bukan senyum yang menenangkan. "Gue tahu banyak hal, Qeela."

Sebelum Aqeela bisa membalas, suara lain memotong.

"Lo kira Gue bakal ngebiarin ini?"

Aqeela langsung menoleh.

Harry.

Dia berdiri beberapa anak tangga di atas mereka, bayangannya tinggi dan gelap di bawah sinar remang. Rahangnya mengeras, tatapannya tajam, dan bahunya tegang seakan siap berkelahi.

Langkahnya berat saat dia turun, setiap gerakannya penuh perhitungan. "Gue udah bilang, jangan deketin dia."

Noel sama sekali nggak bergeming. Dia bahkan nggak beranjak sedikit pun dari tempatnya. "Lo pikir lo siapa?"

Harry berdiri tepat di depan mereka, matanya penuh amarah yang dia tahan dengan susah payah. "Seseorang yang nggak bakal ngebiarin lo nyeret dia ke dalam masalah lo."

Aqeela bisa merasakan ketegangan di antara mereka—tebal, dingin, dan berbahaya.

Noel akhirnya berdiri perlahan, badannya lebih tinggi beberapa senti dari Harry, tapi dia nggak berusaha mendominasi. Dia hanya berdiri di sana, dengan tatapan tenang yang justru terasa lebih mengancam.

"Mungkin lo lupa," suara Noel rendah, hampir seperti bisikan. "Tapi gue sama Aqeela udah kenal jauh sebelum lo muncul."

Harry mengepalkan tangannya di sisi tubuhnya. "Bukan berarti lo punya hak buat ngebawa dia ke semua omong kosong lo."

Noel terkekeh pelan, tapi bukan karena dia senang. "Omong kosong?" Dia melirik Aqeela sebelum kembali menatap Harry. "Lo pikir gue main-main di sini?"

"Kalau bukan main-main, lo ngapain bawa Aqeela keluar tengah malam buat ngomongin sesuatu yang jelas-jelas lo sembunyiin?"

Aqeela menelan ludah, merasa diapit di antara dua badai yang siap meledak.

Noel mendekat satu langkah. "Gue nggak maksa Aqeela buat ke sini. Dia yang datang sendiri."

Harry maju satu langkah juga. "Karena lo manipulatif."

Noel tersenyum kecil, tapi kali ini senyumnya dingin. "Atau mungkin karena dia tahu gue lebih bisa dipercaya daripada lo?"

Harry menggeram, tapi Aqeela buru-buru berdiri dan mendorong dirinya di antara mereka sebelum situasi makin buruk. "Cukup."

Mereka berdua menoleh ke arahnya, tatapan mereka masih penuh api.

HARQEELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang