- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
"Belok kiri, Wan. Itu arahnya belok kiri," tuntun Didin.
Marwan membelokkan mobilnya, saat alamat yang mereka tuju sudah hampir sampai. Mobil Jeep itu terus melaju lurus dan kemudian berhenti, ketika Google Maps memerintahkan demikian. Keempat orang di dalam mobil itu terperangah, saat melihat tempat yang ada di alamat tujuan. Di sana mereka bisa melihat sebuah gubuk reyot yang sudah tak layak huni dan di sekelilingnya terdapat dua kuburan tak terawat.
"Yakin, Din, ini rumah lamanya Pak Bagja?" tanya Marwan, merasa sangsi.
Didin terdiam beberapa saat dengan pandangan lurus tertuju pada gubuk reyot tersebut.
"Mau enggak mau, kita harus yakin kalau itulah rumah lama Pak Bagja, Wan. Cuma ini alamat yang tercantum di dalam fotokopi kartu keluarga lama mereka," jawab Didin.
Aji dan Arif memahami, bahwa Marwan maupun Didin sebenarnya sama-sama tidak bisa memercayai apa yang sedang mereka lihat. Mereka sama sekali tidak menduga, kalau rumah lama yang pernah ditempati oleh Bagja hanyalah gubuk reyot yang tak layak huni. Sesusah-susahnya keluarga itu, rumah yang ada di desa mereka sama sekali tidak terlihat hampir ambruk.
"Begini saja, Yah," Aji buka suara. "Biar lebih yakin bahwa gubuk itu adalah rumah lamanya Paman Bagja atau bukan, sebaiknya kita mencoba cari Ketua RT atau Ketua RW di desa ini. Ketua RT atau Ketua RW pasti lebih tahu mengenai hal itu. Meski Paman Bagja dan Bibi Rusna sudah lama tidak menempati gubuk reyot yang kita lihat saat ini, pastinya masih ada arsip lama yang bisa membuktikan apakah Paman Bagja dan Bibi Rusna pernah tinggal di sana atau tidak."
"Selain itu, pastinya ada banyak warga di sini yang masih kenal dengan Paman Bagja dan Bibi Rusna. Mereka juga pasti bisa mengonfirmasi soal tempat tinggalnya yang lama," tambah Arif.
Marwan dan Didin merasa kalau saran itu adalah saran yang bagus. Sudah barang pasti kalau Ketua RT, Ketua RW, maupun warga sekitar masih ingat pada Bagja dan Rusna. Untuk itulah Marwan dan Didin segera membuka seat belt masing-masing, sebelum turun dari mobil.
"Sebaiknya memang begitu. Mari kita tanya-tanya warga sekitar di mana rumah Ketua RT atau Ketua RW. Sementara itu, Nak Aji dan Nak Arif menunggu saja di warung makan yang ada di sana. Sekalian, cobalah tanya-tanya pada mereka mengenai Pak Bagja dan Bu Rusna," titah Didin.
"Baik, Paman Didin. Aku dan Aji akan mencoba menanyakannya pada warga yang ada di warung makan itu," tanggap Arif.
"Kebetulan perutku sudah lapar. Jadi akan lebih baik kalau kami sekalian makan siang di sana," niat Aji.
Mereka pun turun dari mobil. Marwan dan Didin memisahkan diri dari Aji dan Arif. Aji dan Arif memasuki warung, lalu memesan makanan serta teh manis panas. Pemilik warung makan menyambut mereka dengan ramah, namun sesekali tampak sedikit penasaran karena tadi mereka terlihat keluar dari mobil yang parkir di depan rumah lama milik Bagja.
"Mas berdua ini dari mana mau ke mana? Kenapa parkir mobilnya di depan pagar rumah kosong itu? Padahal tadi bisa parkir di depan warung saya," ujar Wiwit.
Aji dan Arif pun tersenyum ketika ditanya oleh pemilik warung makan.
"Tujuan kami datang ke sini memang ke alamat rumah kosong itu, Bibi. Kami sedang menelusuri, apakah benar dulunya rumah itu adalah rumah yang ditempati oleh Paman Bagja dan Bibi Rusna," jawab Aji.
Seketika Wiwit terdiam, namun tidak segera pergi dari hadapan Aji dan Arif. Beberapa orang yang sedang makan siang di warung itu kini ikut memerhatikan keduanya.
"Benar, Mas. Itu memang dulunya rumah yang ditempati oleh Pak Bagja, Bu Rusna, dan anak-anak mereka. Tapi mereka sudah lama pergi dari rumah itu dan tidak pernah kembali. Kalau boleh tahu, Mas berdua ini kenal dengan Pak Bagja dan Bu Rusna atau ...."
"Mereka tetangga kami di Desa Jelobo, Klaten, Bibi. Rumah saya dan rumah mereka berhadapan, sementara teman saya ini rumahnya berjarak sepuluh rumah dari rumah Paman Bagja," jelas Aji, sambil menepuk-nepuk pundak Arif.
"Oh, begitu rupanya. Lalu, tujuan Mas berdua mencari tahu alamat lama Pak Bagja itu apa, kalau memang orangnya bertetangga dengan kalian?" Wiwit ingin tahu.
"Ada yang ganjil dengan perilaku dan juga tingkah mereka akhir-akhir ini, Bibi. Selain ada yang aneh, Amira, anak mereka tidak pernah lagi terlihat oleh kami. Maka dari itu kami mencoba mencari keberadaan Amira, salah satunya adalah dengan menelusuri alamat lama rumah Paman Bagja," jawab Arif.
"Ma--maksudnya ... A--Amira ... Amira tidak lagi pernah kalian lihat bersama kedua orangtuanya?" Wiwit ingin meyakinkan diri.
Sejenak, Arif dan Aji pun saling pandang setelah mendengar nada suara Wiwit yang mendadak berubah.
"Iya, Bibi. Amira tidak pernah lagi terlihat oleh kami. Awalnya Amira diajak pergi oleh Paman Bagja dan Bibi Rusna pulang kampung. Tapi setelah dua minggu, yang kembali hanya Paman Bagja dan Bibi Rusna saja. Amira tidak ikut kembali. Saat Bibi Rusna ditanya mengenai keberadaan Amira oleh Ibunya temanku ini, mereka mengaku kalau Amira masih ingin berlibur di kampung bersama Paman, Bibi, dan sepupunya. Tapi ... kami tidak percaya," jelas Arif.
Wiwit pun berbalik ke arah etalase makanan dan menatap ke sana begitu lama. Aji dan Arif melihat kalau kedua tangan Wiwit gemetar.
"Ardan. Nak. Coba ke sini dulu," panggil Wiwit.
Seorang pria seumuran dengan Aji dan Arif pun keluar dari balik etalase makanan. Pria bernama Ardan itu sepertinya sengaja bersembunyi sejak tadi, entah karena alasan apa. Wiwit mengajak Ardan menghadapi Aji dan Arif, meski Ardan kelihatannya merasa takut.
"Kamu bilang sama Bibi beberapa hari lalu, bahwa kamu melihat Amira di rumah depan sana. Kamu benar-benar melihatnya atau bagaimana, Nak?" tanya Wiwit.
Ardan menatap Aji, seakan tahu bahwa Aji sangatlah paham soal apa yang sudah dilihat oleh Ardan. Aji pun seketika sadar, bahwa Ardan bisa melihat yang ia lihat.
"Jadi ... kamu melihat arwahnya Amira?" tanya Aji, to the point.
"A--arwah? Ma--maksudnya bagaimana, Mas?" kaget Wiwit dan beberapa orang yang ada di warung itu.
"Bibi, tenang dulu," pinta Arif. "Kami tadi sudah bilang, bukan, bahwa ada yang aneh dengan perilaku dan tingkah Paman Bagja dan Bibi Rusna? Keanehan itu dikarenakan mereka menjalani ritual pesugihan. Dan kami tahu, bahwa Amira sudah ditumbalkan oleh mereka dalam ritual pesugihan tersebut. Maka dari itulah, teman saya ini paham bahwa sosok Amira yang dilihat oleh Ardan adalah arwah. Karena arwah itu juga yang dilihat oleh teman saya ini, sehingga kini kami berusaha mencari keberadaan jasadnya. Kami ingin menguburkan Amira dengan layak, agar ritual pesugihan yang dijalani oleh Paman Bagja dan Bibi Rusna bisa segera dihentikan."
Wiwit seketika jatuh terduduk sambil memegangi dadanya. Beberapa orang--termasuk Arif dan Aji--segera membantunya dan mengarahkan agar Wiwit bisa duduk di kursi.
"Ya Allah ... astaghfirullah ...." lirih Wiwit. "Untung saja kamu ditinggalkan oleh mereka, Nak. Kalau kamu juga dibawa, maka mungkin kamu juga tidak akan selamat," ungkapnya, sambil memegangi tangan Ardan sangat kuat.
Seketika itu juga Arif dan Aji pun menyadari, bahwa Ardan adalah saudara kandung Amira.
* * *

KAMU SEDANG MEMBACA
Pocong Pesugihan
Horror[COMPLETED] Rumah kecil itu mendadak dibangun menjadi sangat mewah. Penghuninya juga tidak lagi terlihat sederhana seperti dulu. Semuanya berubah. Mulai dari pakaian, aksesoris, alas kaki, dan bahkan memiliki mobil keluaran terbaru. Di tubuh mereka...