Chapter 34.

8.8K 874 60
                                    

Langkah kaki Akasia melambat begitu secara samar indera pendengarannya bisa menangkap suara-suara dari Kamar nya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langkah kaki Akasia melambat begitu secara samar indera pendengarannya bisa menangkap suara-suara dari Kamar nya sendiri. Elliot tidak bisa mengantarnya sampai ke Kamar karena Ian tiba-tiba muncul dan sepertinya ingin membicarakan sesuatu yang penting terkait rencana esok hari di Aula Istana.

Menyingkap sedikit ujung Gaun merah muda yang di kenakan nya, dengan sedikit berjinjit Ia berjalan untuk sampai ke pintu Kamar nya. Akasia menempelkan daun telinganya pada pintu, mencuri-curi dengar pada suara-suara yang sebelumnya Ia dengar dari jauh meski samar.

".."

Keningnya mengernyit saat tidak mendapati suara apapun lagi. Benar-benar hening karena memang seharusnya tidak ada siapapun di dalam sana.

Namun jelas-jelas tadi Ia bisa mendengar suara dari dalam Kamar nya. Akasia yang terlampau penasaran akhirnya memutar handle pintu hingga terbuka.

Gadis itu melangkah masuk ke dalam Kamar nya dan menutup pintu kembali, pupil matanya melebar saat mendapati siluet Pria bersurai perak yang duduk di kursinya dengan posisi membelakangi nya, bersama aura muram mencekam yang mengelilingi sekitar nya.

"Hansel?" Begitu suara itu terdengar, aura muram yang sempat membuat Akasia takut melangkah maju mendekatinya lenyap seketika.

Pria itu berdiri, berbalik menampilkan wajah tampannya yang dihiasi senyum khasnya. "Hai, Tuan Putri."

Akasia tersenyum lebar, berlari ke arah nya dan melompat untuk memeluk sosok nya yang tinggi dan tegap. Hansel dengan sigap menangkapnya dan menjaga pinggang nya agar Gadisnya tidak jatuh, Pria itu terkekeh kecil membiarkan Akasia memeluk lehernya dengan sangat kencang.

"Aku khawatir padamu. Kau baik-baik saja 'kan? Mereka tidak membuatmu terluka?" Akasia bertanya secara beruntun.

Hansel mendudukkan tubuh Akasia dengan hati-hati ke kursi yang sebelumnya di duduki nya, Pria itu berlutut di antara kakinya, meraih tangan Akasia yang sangat kecil jika di bandingkan dengan tangannya.

Hansel mengecup punggung tangannya lembut. "Aku baik-baik saja, Tuan Putri. Mengapa kau mengkhawatirkan ku, hm? Bukankah kau tahu kalau aku ini Pria yang sangat kuat dan tampan."

Bibir Akasia mencebik mendengar itu, pipinya yang masih terdapat lemak bayi, menggembung. "Ck. Aku tidak mau dengar lagi ucapan percaya diri mu itu. Sia-sia saja aku menangis mengkhawatirkan mu."

Hansel terkekeh geli, jemarinya terangkat membelai lembut pipi Akasia. "Baiklah, maafkan aku. Aku tidak tahu kalau kau sangat mengkhawatirkan ku."

".." Akasia memberengut, tidak mengatakan apapun untuk meresponnya.

Hansel tersenyum. "Jadi apa yang harus aku lakukan agar suasana hatimu membaik, hm?" Bujuknya.

"Tidak tahu." Akasia memalingkan wajah, rupanya Gadis itu masih kesal.

Become An Antagonist (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang