Angin malam masih berembus kencang, membawa hawa dingin yang semakin menusuk. Langkah Lyora melambat saat jalan setapak yang mereka lalui berubah menjadi lebih licin. Ia mengeratkan genggamannya pada ranting-ranting kering yang dibawanya, sesekali melirik ke arah Juna yang berjalan di sampingnya.
“Jalannya licin, hati-hati,” suara Reza terdengar dari belakang. “Gue tadi hampir kepleset gara-gara lumut basah.”
Juna menghentikan langkahnya, menoleh ke arah Reza yang berdiri sedikit lebih jauh. Dengan sorot mata malasnya, Juna menghela napas. “Gue aja yang ambil. Lo tahan di sini.”
Reza mengangguk, menyerahkan ranting-ranting yang ia bawa pada Veronika dan Chintiya. “Nih, kalian bawa ini dulu. Gue bantu Juna.”
Veronika memutar mata. “Harusnya lo aja yang ambil, kan lo yang nemu.”
Chintiya mendengus setuju. “Iya, nggak usah sok pahlawan.”
Juna mengabaikan mereka dan segera melangkah ke arah ujung jalan setapak, diikuti Reza. Lyora memperhatikan mereka sejenak sebelum menatap Veronika dan Chintiya yang kini berdiri dengan wajah sebal sambil memegang ranting yang diserahkan Reza.
“Alah, bilang aja jijik,” sindir Lyora, lipatan di antara alisnya semakin dalam. “Padahal tangan lo berdua pelaku perundungan adik kelas, udah kotor dari pabrik.”
Veronika menegang. “Diem, lo tuh nggak usah sok suci. Tadi siang udah dipuasin Kak Arsa masih bisa ngehina orang.”
Ucapan itu bagaikan tamparan keras bagi Lyora. Rahangnya mengeras, dan tatapannya langsung berubah tajam. “Lo jangan nyebar fitnah! Gue bukan perempuan murahan.”
Sebelum pertikaian bisa berlanjut, suara langkah kaki mendekat.
“Teman-teman, gue dapat ranting banyak!” seru Reza yang kini berlari mendekati mereka.
Lyora mengalihkan fokusnya. “Cuman segitu? Katanya banyak.”
“Gue bawa semampunya, Ly. Sisanya masih ada di ujung sana. Gue ke sini butuh bantuan kalian buat ambil.”
Seakan menemukan kesempatan untuk balas dendam, Lyora menyeringai tipis sebelum menoleh ke arah dua gadis yang masih menatapnya dengan kesal.
“Berhubung dua kecebong ini tangannya masih bersih, biar mereka aja yang ngambil.”
Tatapan Veronika dan Chintiya langsung berubah tajam. Mereka serempak melotot ke arah Lyora, jelas tidak terima.
“Lo pikir lo siapa nyuruh-nyuruh kita?” Veronika menyeringai miring.
Lyora membalas tatapannya dengan santai. “Gue cuma ngasih tugas yang sesuai kapasitas kalian. Tadi katanya milih kayu yang premium, kan? Nah, ini kesempatan emas buat lo berdua.”
Chintiya merengut, sementara Veronika mengerucutkan bibir, jelas tidak senang. Namun, sebelum keduanya bisa membalas, Juna yang baru saja kembali langsung menyela, suaranya tetap datar seperti biasa.
“Cepetan, jangan banyak drama,” ucapnya sambil menepuk bahu Reza, memberi isyarat agar mereka segera kembali ke tenda.
Veronika mendesah kesal tetapi akhirnya berbalik, menyeret Chintiya bersamanya menuju arah tempat ranting-ranting yang ditinggalkan Reza tadi.
Saat mereka berdua akhirnya pergi, Lyora menghela napas pelan, baru menyadari seberapa tegang suasana barusan. Ia melirik ke arah Juna yang kini berjalan di sampingnya, wajah yang dihiasi lingkaran hitam di bawah mata, tanda dari kebiasaannya begadang bermain game di ponsel. Namun, itu tak mengurangi ketampanannya, terlebih dengan prestasi akademiknya yang gemilang hingga terpilih mewakili sekolah dalam Olimpiade Fisika tingkat nasional.

KAMU SEDANG MEMBACA
That Naughty Monster is My Boyfriend
Fanfiction"Tubuhmu sempurna... padat, berisi, ramping, dan begitu menggoda. Bahkan aromamu membuatku ketagihan. Aku ingin menikmati setiap inci darimu, sayang." _________ Shadowbrook Camp - nama yang sudah dikenal luas. Destinasi favorit bagi para siswa yang...