- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Arif segera duduk di sisi Patmi untuk membuatnya tenang. Aji segera menghalangi pandangan pocong itu ke arah Ita. Ita--yang lengannya sedang ditarik sangat kuat oleh Patmi dan pandangannya dihalangi oleh Aji--mendadak bingung ingin bicara dengan siapa terlebih dahulu. Ia jelas tidak bisa menolak permohonan Patmi, tapi di sisi lain ia harus berhadapan dengan pocong yang dikirim oleh Rusna. Septi dan Resti pastinya akan ikut dengan Aji keluar, begitu pula Rositi dan Titi.
"Mas Aji, minggir dulu. Aku mau lihat pocongnya," pinta Ita.
"Jangan, Ta. Tetap saja diam di sini dan jangan keluar. Pocong itu tidak akan bisa masuk ke sini, karena Ayahku dan Paman Didin sudah membentengi seluruh rumah ini. Kamu diam saja di sini, biar aku yang mengusir pocong-pocong itu," ujar Aji.
"Mas Aji! Izinkan aku memaki-maki pocongnya, Mas! Satu kali saja!" mohon Ita.
Aji berjalan keluar sambil menahan tawa, usai mendengar permohonan konyol Ita. Ia ingin sekali mengizinkan, tapi sudah jelas kalau ia akan dimarahi oleh Ibu dan Adiknya.
"Ita! Jangan macam-macam kamu! Sudah, jangan menantang-menantang lagi. Mamah enggak mau terjadi apa-apa sama kamu," ungkap Patmi, terus memegangi tangan Ita kuat-kuat.
Ita pun berlutut di hadapan Ibunya, setelah setelah sejak tadi ia terus berdiri ketika tangannya ditarik.
"Mah, Insya Allah enggak akan terjadi apa-apa sama aku. Mamah harus lebih percaya kalau Allah akan selalu melindungi orang-orang yang berserah kepada-Nya. Semakin kita takut, maka diri kita akan semakin lemah, Mah. Ayo, berusaha untuk enggak takut lagi. Mamah enggak salah dan enggak perlu minta maaf sama si Rusna. Jadi Mamah enggak boleh takut. Mamah harus berani, biar dia K.O.," ajak Ita.
Arif pun menyipitkan kedua matanya, lalu mencubit gemas pipi kanan Ita.
"Heh, Mamah enggak dilahirkan sama Eyang Putri untuk jadi cegil kayak kamu! Jangan menghasut Mamah! Enggak akan mempan!" omel Arif.
"Mas Arif! Lepaskan pipiku!" seru Ita, ikut mengomel.
Di luar, Aji berdiri di tengah halaman depan dan menatap semua pocong pesugihan yang dikirim oleh Rusna. Rositi menahan Septi dan Resti di teras, agar tidak perlu ikut bersama Aji sampai ke halaman depan. Ia dan Titi tidak mau konsentrasi Aji pecah, disaat harus mengusir pocong-pocong yang dikirim untuk meneror Ita.
"Ada berapa banyak pocong yang terlihat olehmu, Nak Aji?" tanya Titi.
Nugraha ikut mendengarkan saat tiba di ambang pintu.
"Ada banyak, Bibi. Sepertinya Bu Rusna benar-benar ingin memenuhi tantangan Dek Ita tadi. Dia jelas enggak mau malu, kalau sampai nanti bertemu lagi dengan Dek Ita. Soalnya Dek Ita bisa saja akan mengejek soal jumlah pocong yang datang untuk menerornya," jawab Aji, masih sambil menahan tawa.
"Wah ... Mas Aji sepertinya cocok menjadi cenayang. Bisa-bisanya Mas Aji menebak dengan tepat, soal apa yang akan Ita lakukan kalau bertemu lagi dengan Bu Rusna," ujar Septi, sambil bertepuk tangan pelan.
"Itu sih enggak perlu Mas Aji jadi cenayang pun sudah pasti tertebak, Ti. Kamu tahu sendiri kalau Ita memang enggak pernah setengah-setengah saat memberi pelajaran pada seseorang. Sudah pastilah dia akan mengejek soal jumlah pocong yang datang, kalau sampai jumlahnya hanya sedikit," sahut Resti.
Aji mengalirkan tenaga dalamnya dari seluruh tubuh, agar berkumpul sepenuhnya pada kedua telapak tangan. Ia sengaja melakukan itu, karena akan menghabisi semua pocong pesugihan yang dikirim oleh Rusna dalam sekali serang.
"Hati-hati, Nak," pesan Rositi, sedikit khawatir.
Aji tak menyahut. Konsentrasinya tak bisa dipecah saat itu, karena harus fokus pada semua pocong pesugihan yang akan ia hadapi.
"A'udzubillah himinasy syaitonnirojim. Bismillahirrahmanirrahim. A'udzu bi kalimatillahit tammati min ghadabihi wa 'iqabihi wa min sharri 'ibadihi wa min hamazatisy syayatin wa ayyahdurun," lirihnya.
Aji pun mengayunkan kedua tangannya ke arah berbeda ketika melepaskan tenaga dalamnya. Dalam sekali serangan, pocong-pocong pesugihan yang dikirim Rusna untuk meneror Ita lenyap seketika. Ketika Ita sampai di ambang pintu, ia langsung berdecak kesal karena terlambat tiba.
"Ah ... Mas Aji keterlaluan," keluhnya. "Aku betulan mau memaki-maki pocongnya dulu, Mas. Kenapa sudah diusir, sih?"
Nugraha langsung merangkul Ita dan mencoba menyabarkannya. Aji pun hanya terkekeh senang, saat melihat kekesalan Ita dan juga mendengar keluhannya. Septi dan Resti ikut menyabarkan Ita seperti yang Nugraha lakukan. Mereka jelas tahu, bahwa Ita tadi bersungguh-sungguh ingin memaki salah satu atau semua pocong yang dikirim oleh Rusna.
BOOMMMMM!!!
Wadah berisi arang menyala dan kembang tujuh rupa yang sedang Bagja hadapi bersama Rusna mendadak meledak. Ritual yang mereka lakukan gagal total. Pocong-pocong pesugihan yang mereka kirim untuk meneror Ita agar menjadi gila berhasil dikalahkan oleh seseorang. Hal itu membuat mereka kembali gagal mendapatkan tumbal untuk dipersembahkan kepada Iblis yang mereka puja.
"Sialan!!! Kenapa jadi sesulit ini saat kami harus memberikan tumbal yang kedua??? Kenapa tidak selancar usaha kami yang pertama???" amuk Bagja, marah besar.
"Enggak usah mengamuk! Coba pikirkan, siapa orang yang sudah mengalahkan kita sampai jadi kesulitan seperti ini? Orang yang mengagalkan usaha kita untuk membuat Ita jadi gila sudah jelas bukan orang biasa. Dia pasti punya ilmu yang setara, dengan ilmu hitam yang kita pelajari, sehingga kita jadi kesulitan seperti ini," ujar Rusna.
Bagja pun kembali duduk di sofa. Amarahnya belum benar-benar surut. Ia mulai memikirkan soal siapa yang selalu menghalang-halangi urusannya. Ia sama sekali tidak kepikiran, kalau akan ada orang yang bisa mengagalkan ritual penumbalannya.
"Pasti si Patmi sekeluarga main dukun juga! Enggak mungkin mereka bisa melawan sendiri tanpa adanya bantuan dukun. Kita harus cari tahu soal itu, biar kita bisa melawan balik kalau mendadak dia akan mengagalkan rencana kita lagi," saran Bagja.
"Ya. Sudah pasti ada bantuan dukun di balik berhasilnya Ita menghadapi pocong-pocong suruhan kita. Hah! Suka bermain kotor juga ternyata mereka itu. Tapi lagaknya selalu sok suci. Selalu menunjukkan bahwa mereka sukses dari hasil kerja keras. Cih! Omong kosong!" umpat Rusna.
"Sudahlah. Ayo, sebaiknya kita segera siapkan sesajen untuk di letakkan kembali di belakang rumah nanti malam. Malam ini harus kita usahakan agar sesajennya tidak lagi diganggu dan dihancurkan oleh siapa pun."
"Kalau begitu suruhlah si Giono jaga malam. Jangan cuma enak-enakan saja jadi mandor dengan gaji besar, tapi kerjanya cuma sedikit. Pokoknya dia yang harus jaga sesajennya, jangan sampai hancur lagi. Aku enggak mau begadang cuma gara-gara resah memikirkan sesajen. Aku harus menjaga kualitas tidurku, biar aku tetap awet muda!" tegas Rusna.
* * *
SAMPAI JUMPA BESOK 🥰
SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA
(bagi yang menjalankan 🥰🙏🏻)

KAMU SEDANG MEMBACA
Pocong Pesugihan
Horror[COMPLETED] Rumah kecil itu mendadak dibangun menjadi sangat mewah. Penghuninya juga tidak lagi terlihat sederhana seperti dulu. Semuanya berubah. Mulai dari pakaian, aksesoris, alas kaki, dan bahkan memiliki mobil keluaran terbaru. Di tubuh mereka...