- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Bagja hampir masuk ke mobil yang dibawa oleh Rusna, ketika mobil itu baru saja tiba di tempat parkir hotel. Ia pikir Rusna sengaja kembali lagi untuk menjemputnya. Sayangnya, ketika ia membuka pintu mobil, seketika indera penciumannya disambut dengan bau busuk yang sangat menyengat.
"Aduh! Bau apa ini, Bu? Kenapa mobil kita jadi berbau busuk begini?" tanya Bagja, sedikit panik.
"Kenapa tanya-tanya? Kamu enggak lihat wajah dan bajuku ini penuh dengan potongan tahu busuk? Buta kamu, hah?" hardik Rusna.
Bagja pun kemudian mengamati dengan seksama keadaan Rusna. Ia baru menyadari bahwa Rusna seperti baru saja diserang oleh seseorang menggunakan tahu busuk.
"Kamu kenapa, Bu? Kamu habis diserang atau bagaimana? Kenapa wajah dan pakaianmu bisa penuh tahu busuk begitu?"
"Aku memang baru saja diserang! Ita anaknya Bu Patmi yang menyerangku! Dia membalasku di depan umum, atas ucapanku pada Bu Patmi dua minggu lalu. Sekarang semua Ibu-ibu di desa tidak akan memihak aku lagi. Ita sudah membongkar semuanya dan Mas Khoir si penjual sayur itu bersaksi bahwa memang akulah yang salah," adu Rusna.
Wajah Bagja pun kini terlihat penuh amarah, setelah Rusna menceritakan padanya soal Ita.
"Kurang ajar! Setelah kita susah payah mengubah nasib seperti ini, masih ada juga yang berani melawan kita! Tunggu saja, akan aku buat menderita anaknya Bu Patmi itu!" niat Bagja. "Sekarang turunlah dulu. Ayo, kita bersihkan dirimu."
Rusna pun setuju. Mereka berjalan dari parkiran menuju ke kamar yang mereka sewa. Sebisa mungkin mereka berusaha berjalan sangat cepat, agar tidak perlu ketahuan orang lain bahwa bau busuk yang tersebar di lobby hotel bersumber dari diri Rusna. Rusna segera membersihkan dirinya setelah sampai di kamar. Bagja membungkus pakaian yang tadi terkena tahu busuk ke dalam sebuah kantong plastik. Ia berniat langsung membuang pakaian itu, agar tak perlu lagi dibawa ke laundry.
Setelah Rusna selesai mandi dan berpakaian, dirinya segera duduk di samping Bagja yang kini sedang menikmati kopi. Bagja memperlihatkan surat keterangan dari rumah sakit, mengenai keadaan buruh bangunan yang kemarin terjatuh dan terluka parah.
"Dia selamat. Kita gagal menjadikannya tumbal karena dia terlalu cepat diberi pertolongan oleh warga," ujar Bagja.
Rusna meraih surat keterangan itu dan membacanya. Sedetik kemudian ia langsung meremas kertas yang ditatapnya dengan penuh emosi.
"Sialan! Waktu kita benar-benar singkat. Hanya tinggal tiga malam lagi dan kita harus mendapatkan tumbal yang baru. Kita harus apa sekarang?" geram Rusna.
Bagja mengembuskan nafas dengan kasar, lalu kembali menyesap kopinya.
"Dua malam lalu sesajen yang kita simpan di belakang rumah mendadak hancur. Entah bagaimana bisa hancur seperti itu, padahal sesajen itu sudah kita beri jampi-jampi agar aman. Lalu saat kita hampir berhasil menumbalkan seseorang, orang itu malah berhasil ditolong dan kita gagal menjadikannya tumbal. Sekarang, mau tidak mau, kita harus menargetkan seseorang agar benar-benar bisa menjadi tumbal selanjutnya. Kita enggak boleh menganggap enteng soal penumbalan itu, karena nyawa kita berdua akan menjadi taruhan kalau sampai gagal mendapat tumbal," ujar Bagja.
Seketika senyum di wajah Rusna pun terbit. Ia teringat sesuatu, yang menurutnya adalah rencana terbaik untuk mendapatkan tumbal secepatnya.
"Aku ada ide! Bagaimana kalau kita tumbalkan saja si Ita? Tadi dia menantangku untuk menerornya, dengan cara mengirim pocong sebanyak-banyaknya. Mari kita buat si Ita kehilangan kewarasan hari ini juga, dan selanjutnya kita suruh salah satu pocong pesugihan itu untuk membunuhnya. Dengan begitu, dendamku pada Patmi ataupun Ita akan terbalaskan dengan sempurna."
Bagja pun ikut tersenyum kejam. Ide yang Rusna cetuskan tentu saja membawa harapan bagi mereka untuk segera mendapatkan tumbal selanjutnya.
"Baiklah kalau begitu. Ayo, mari kita mulai ritualnya dan kirimkan pocong-pocong pesugihan ke hadapan Ita. Biar dia terlihat seperti orang gila, lalu akhirnya akan mati saat orang-orang di sekitarnya mulai menjauh," Bagja menyetujui.
Patmi menangis tanpa henti sambil memeluk Ita, setelah mendengar semuanya dari Rositi dan Titi. Mereka sengaja ikut datang ke rumah Patmi, karena tidak mau kesalahpahaman menjadi berlarut-larut tak berkesudahan. Apa yang Ita lakukan pada Rusna jelas membuat Patmi takut terjadi apa-apa pada putri bungsunya. Namun Ita sendiri tidak peduli dan tetap memasang wajah tenang. Arif dan Nugraha hanya bisa geleng-geleng kepala, karena sejak kecil sifat Ita sama sekali tak pernah berubah.
"Pokoknya Mamah enggak perlu overthinking. Kalau pun iya si Rusna mau mengirimkan pocong suruhannya untuk menerorku, maka akan aku hadapi pocong-pocong itu. Aku enggak takut!" tegas Ita.
"Terus, kalau pocong suruhannya Bu Rusna mengekangmu seperti yang terjadi pada Mamah, bagaimana? Kamu mau melawan dengan cara apa?" tanya Nugraha.
"Memangnya Papah yakin, kalau pocong suruhan si Rusna akan mengekangku seperti saat Mamah dikekang? 'Kan belum tentu. Orang pengecut macam dia, enggak akan mengambil langkah gegabah terlalu cepat. Dia tahu, Pah, kalau dirinya akan digeruduk warga satu desa kalau sampai terjadi apa-apa sama aku, setelah aku menantang dia terang-terangan seperti tadi," jawab Ita.
"Tapi tetap saja, Ta, ngeri kalau sampai dia benar-benar mengirim pocong buat menakut-nakuti kamu," ujar Resti.
"Alah! Enggak usah berpikiran kayak begitu. Untuk apa kita shalat lima waktu, mengaji setiap habis shalat, berdzikir kalau lagi enggak ada kerjaan tapi ujungnya malah takut sama setan? Allah akan ketawa, Res, kalau tahu kelakuan hamba-Nya seperti itu. Bisa-bisanya kita lebih takut sama setan daripada sama Allah," balas Ita, tetap pada pendiriannya.
Aji kini benar-benar tertawa, setelah sejak tadi terus saja menahan-nahan diri. Rositi menatap putranya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Kenapa tertawa, Nak? Hm? Senang, karena ada orang yang pemikirannya sama seperti kamu?" tanya Rositi.
"Maaf, Bu. Aku bukannya bermaksud enggak sopan. Tapi ... apa yang dikatakan oleh Dek Ita itu benar seratus persen. Susah juga kalau mau disanggah," jawab Aji.
"Masalahnya, Nak Aji, yang tadi dilempar tahu busuk dan dimaki-maki oleh Nak Ita itu adalah Bu Rusna. Kamu tahu, 'kan, keadaannya saat ini seperti apa?" Titi ikut bersuara.
"Iya, Bibi. Aku tahu. Maaf. Aku benar-benar enggak bermaksud ...."
Aji langsung terdiam ketika tatapannya tertuju pada pagar depan. Ita ikut menatap ke arah yang sama, lalu bangkit dari sofa ruang tengah sambil tersenyum sinis.
"Akhirnya datang juga yang aku tunggu-tunggu. Wah ... Rusna ternyata punya nyali yang sangat besar, sehingga langsung memenuhi tantanganku," ujar Ita, seraya bertepuk tangan.
Patmi menarik lengan Ita, agar tidak pergi ke mana-mana. Meski saat ini ia tidak melihat keberadaan pocong yang dikirim oleh Rusna, tapi ia tahu bahwa pocong itu telah kembali datang ke rumahnya.
"Jangan ke mana-mana, Nak. Jangan tinggalkan Mamah," mohon Patmi.
* * *

KAMU SEDANG MEMBACA
Pocong Pesugihan
Horror[COMPLETED] Rumah kecil itu mendadak dibangun menjadi sangat mewah. Penghuninya juga tidak lagi terlihat sederhana seperti dulu. Semuanya berubah. Mulai dari pakaian, aksesoris, alas kaki, dan bahkan memiliki mobil keluaran terbaru. Di tubuh mereka...