22

12.7K 1.2K 2
                                        

Dunia tidak selamanya berputar. Karena bagi beberapa manusia sedikitnya berpikir bahwasannya dunia dimana mereka berpijak terasa berhenti sejenak.

Manusia memang bisa berubah. Entah baik menjadi jahat, atau jahat menjadi baik. Perasaan yang terombang-ambing bagai kapal yang diterjang ombak. Itulah yang dirasakan.

Selalu merasa dirinya tidak pernah ada yang menyayangi, nyatanya tanpa ia sadari, disudut yang tak terlihat selalu ada satu orang yang melihatnya dengan pandangan yang berbeda.

Di cintai, di campakkan, lalu rasa di cintai kembali. Terus tarik ulur perasaannya. Tapi ia berpikir, bahwa dirinya hanya dipermainkan. Bahwa itu hanya kebohongan belaka. Tanpa sadar, hati yang sudah membeku pada akhirnya akan mencair juga jika sudah mendapatkan kehangatan yang di inginkan.

Nio hanyalah anak remaja. Masih membutuhkan pelukan hangat dalam masa pertumbuhan. Tumbuh dengan rasa kasih sayang itu seru. Tapi bagaimana jika tumbuh dengan rasa di campakkan? Apa sama serunya?

Perubahan ayahnya membuat relung dalam hatinya terguncang. Rasa harap akan kasih sayang terus menghantuinya. Itu mengganggu. Dan Nio sangat tidak nyaman.

Tapi bolehkah ia berkata dimuka umum? Bolehkah ia berkata dengan sejujurnya? Bahwa dirinya berharap ayahnya tetap seperti itu. Tetap berusaha agar dirinya dapat melihat pria itu. Teruslah bertingkah manis dan menyebalkan. Dan berusaha lah membuat hatinya ini kembali menghangat.

Sekali saja... Jika ayah benar-benar serius, dan menunjukkannya, maka ia juga akan mencintai ayahnya dengan sebesar-besarnya.

Rasa sakit ditubuhnya pun tidak sebanding dengan rasa khawatir dalam hatinya. Ini memang salahnya. Harusnya dirinya lah yang menanggung semua ini. Tapi kenapa ayahnya harus ikut terseret? Apa memangnya salah pria itu?

Ahh disini gelap. Sangat gelap. Rasa sakit pada ditubuhnya pun tidak ada yang mengobati.

Sudah berapa lama ya? Apa sudah seminggu, atau lebih? Apa ayahnya sudah sadar? Ia ingin... Ia ingin menemui pria itu dan mengatakan maaf. Tapi bagaimana caranya? Ah sial. Apa ini karma. Sudahlah. Ini memang salahnya. Memang pantas pamannya untuk menghukum dirinya.

•—•


່"Nio..."

Nio membuka kedua matanya.

"Nak, ayo bangun."

Ia kenal bau tubuh ini.

"Ayah disini. Kamu jangan takut."

Ayah...?

Tubuhnya hangat. Pelukan ini terasa hangat. Tanpa sadar tangannya balik memeluk punggung itu. Menempelkan dahinya pada bahu pria ini. Ya, ayahnya.

"Ayah?"

"Ini ayah. Ayah nyariin kamu. Ayah khawatir, takut kamu kenapa-kenapa. Kamu tenang aja. Paman kamu gak akan hukum-hukum lagi. Ayah udah marahin dia. Kamu jangan takut ya?"

"Ayah... Maaf yah, maaf..."

Tubuhnya bergetar. Matanya sudah berair menjatuhkan bulir-bulir bening.

Nio tersentak. Kini ia saling berhadapan. Matanya menatap pada perban yang masih melilit dikepala pria itu. Rasa bersalah kembali menyeruak. Ia kembali menangis bagaikan anak kecil berusia lima tahun.

Dia, Kalyan, memegang kedua pipi Nio dengan lembut. Menghapus air mata itu. Dirinya tersenyum dengan hangat. Lalu kembali ia tarik tubuh itu untuk dipeluknya. Biarkanlah. Biarkanlah anak itu meluapkan segala emosinya.

"Maaf yah..."





Tubuhnya yang bersandar pada pembatas pintu itu berdiri tegap. Matanya yang sayu hanya menatap dalam diam. Vinscho, melirik kedua insan yang saling memeluk. Kakinya yang jenjang ia bawa pergi meninggalkan kedua orang itu. Jika bukan karena adiknya yang marah dan mengancam untuk menjauh, mungkin ia tak akan membiarkan kedua orang ini untuk bertemu terlebih dahulu sampai batas waktu yang ditentukannya. Biarlah. Hanya kali ini saja. Kali ini saja akan ia biarkan.

—a y a h—

Ayah?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang