19 | Kebusukan

1K 80 20
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Septi dan Resti benar-benar menemui Ita di persimpangan jalan pagi itu, seperti yang diminta oleh Ita semalam melalui WhatsApp. Ita memasang wajah paling tenang yang sama sekali belum pernah dilihat oleh siapa pun. Amarah dalam dadanya mendidih dan butuh untuk segera diluapkan. Namun sebisa mungkin, Ita sama sekali tidak menunjukkan bahwa dirinya sedang marah dan memilih bersikap seperti biasanya.

"Kegiatanmu hari ini enggak akan terganggu, 'kan, Ti? Pekerjaanmu bagaimana? Kamu enggak ke toko?" tanya Ita.

"Insya Allah kegiatanku hari ini enggak akan terganggu, Ta. Toko hari ini tutup, karena ini hari minggu dan karyawanku butuh istirahat. Mas Aji juga libur dan sudah pasti enggak akan mau mengantarku ke toko. Soalnya motor Mas Aji baru saja dicuci, takut motornya kotor lagi," jawab Septi, seraya terkekeh pelan.

Ita dan Resti pun ikut tertawa. Kebiasaan Aji sejak dulu belum berubah, meski sudah lama tak pernah Ita temui.

"Memangnya ada apa, Ta? Kamu mau ajak kita ke mana?" tanya Resti.

"Aku mau ajak kalian berdua menonton tontonan paling seru hari ini. Pokoknya kalian berdua enggak akan menyesal kalau ikut denganku," jawab Ita.

"Oh, ya? Memangnya kita mau nonton di mana? Di bioskop?" duga Septi.

Khoir pun lewat tak lama kemudian sambil mendorong gerobak sayurnya. Ita menatapnya seraya tersenyum, lalu kembali menatap ke arah Septi dan Resti.

"Kita akan menonton tontonan terseru itu di tengah jalanan desa ini. Ayo, ikut denganku," ajak Ita.

Septi dan Resti segera mengikuti langkah Ita. Meskipun mereka belum tahu tujuan Ita sebenarnya, mereka tetap tidak ragu untuk ikut. Sejak dulu Ita tidak pernah membawa mereka ke tempat yang salah. Ita justru selalu menjaga mereka baik-baik, apabila mereka sedang berkumpul dan bermain di suatu tempat.

Para Ibu-ibu sudah keluar dari rumah masing-masing. Mereka kini sedang mengelilingi gerobak milik Khoir dan mulai memilih-milih sayuran serta beberapa lauk pendamping. Ita, Resti, dan Septi mendekat. Titi dan Rositi melihat kedatangan mereka, namun tidak menduga kalau tujuan mereka adalah untuk bicara dengan Khoir.

"Selamat pagi, Paman Khoir," sapa Ita, sangat ramah.

Semua Ibu-ibu yang sedang belanja kini menatap ke arah Ita. Mereka semua mendadak ingat soal pertengkaran antara Patmi dan Rusna, namun tak ada yang berani bicara. Septi dan Resti memilih diam. Keduanya hanya memerhatikan apa yang Ita lakukan saat itu.

"Eh, Nak Ita. Selama pagi. Mau belanja?" tanya Khoir.

"Bukan Paman, saya bukan mau belanja. Saya sengaja ke sini pagi-pagi karena ingin bicara pada Paman di depan semua Ibu-ibu di desa ini, terutama di depan Bu RT. Tolong Paman beri tahu mereka, apa masalah sebenarnya yang terjadi antara Mamah saya dan Bibi Rusna. Paman Khoir adalah satu-satunya saksi yang ada pada saat itu dan Paman tahu persis siapa yang sebenarnya menghina lebih dulu di antara mereka," jawab Ita, disertai dengan permintaan.

Semua Ibu-ibu pun terdiam. Mereka cukup kaget atas keberanian Ita yang berbicara sangat lugas dan sopan terhadap Khoir. Hal itu membuat tatapan mereka kini hanya tertuju pada Khoir, karena merasa penasaran dengan duduk masalah sebenarnya.

"Loh, bukannya semua Ibu-ibu sudah tahu, ya, siapa yang memulai masalah waktu itu? Memangnya Mamah Nak Ita enggak bilang apa-apa sama Ibu-ibu, terutama Bu RT?" heran Khoir.

"Mereka semua enggak mau mendengarkan, Paman Khoir. Mereka semua menyudutkan Mamah saya dan membela-bela Bu Rusna terus, termasuk di grup WhatsApp. Bahkan, Bibi Ros dan Bu RT yang biasanya bijak dalam menangani masalah pun ikutan memihak Bu Rusna, sehingga akhirnya Mamah saya memilih diam dan memendam sakit hatinya sendirian," ungkap Ita, dengan wajah penuh senyum ketika menatap wajah Ibu-ibu saat itu.

Pocong PesugihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang