Murid-murid sekolah sudah pulang dari tiga puluh menit yang lalu. Namun Raka masih berdiri di depan gerbang, sendirian.
Supirnya telat, entah apa penyebabnya. Raka tidak tahu harus pulang menggunakan apa, tidak ada yang mengantar dan juga ponsel untuk memesan taxi online.
Untuk saudara-saudaranya Raka tidak tahu. Mungkin Kay sudah dijemput supir pribadinya tanpa sepengetahuan Raka. Kalaupun ia tahu, pasti dirinya tidak sungkan untuk menumpang.
Jadi, anak itu hanya berdiri sampai ada orang yang mau menjemput atau setidaknya supirnya akan datang.
Tak lama, ada tangan di depannya yang menyodorkan sebuah permen tangkai bentuk love. Raka mendongak untuk melihat wajah dari si pemilik tangan itu. Kairo; tersenyum kecil, kemudian meniup pelan wajah Raka yang sedikit berkeringat.
Masih ingat Kairo, kan?
"Adek mau permen?" katanya tersenyum tengil dengan badan yang membungkuk untuk menjajarkan tingginya dengan Raka.
Raka terdiam. Siapa pemuda ini?
Apakah ia mengenalnya?
Dia seperti pernah melihatnya, tapi di mana?
Sambil berpikir tangannya bergerak mengambil permen dari Kairo. Dahinya mengerut tapi kedua tangannya malah sibuk membuka bungkus permen dan memakannya.
Hmm ... siapa ya orang ini?
Kairo mendengus. Wajahnya terlihat masam saat menyadari anak di depannya ini tidak mengingat dirinya. Padahal mereka bertemu tidak sampai seminggu lamanya, mengapa bisa lupa secepat itu?
"Masa lupa? Kita udah temenan, loh," cetusnya sembari menegakkan tubuhnya dan bersedekap dada.
Raka memiringkan kepala. Ah, dia ingat sekarang! "Oh, teman!" katanya tersenyum tipis.
"Kairo. Itu nama Kakak," Dia menekan pelan pucuk hidung Raka dengan jari telunjuk, membuat tatapan sang empu mengikuti gerakan jarinya hingga pupil anak itu berdekatan.
Setelah Kairo menarik jarinya, Raka mengerjap beberapa kali karena matanya sedikit mengabur.
Kairo menggigit bibir bawahnya. Tuhan, gemes banget!
"Nama yang aneh," celetuk Raka tiba-tiba.
Kairo terkekeh, dia tidak marah mendengarnya justru dirinya sedikit membenarkan ucapan anak itu.
"Kamu lebih cocok jadi Kakak Permen," lanjut Raka menunjuk Kairo membuat sang empu dilanda bingung.
Namun, selang beberapa detik: Kairo tertawa. "Karena Kakak manis, gitu?" tanyanya percaya diri sembari menyugar rambutnya ke belakang.
Raka menggeleng. "Bukan. Karena kamu suka kasih permen," jawabnya sambil tersenyum memperlihatkan gigi rapi nan kelincinya.
Raka suka dengan pemuda satu ini, suka karena sering memberinya permen. Prinsip Raka, jika orang bisa membuat dirinya senang, ia akan menganggap orang itu berharga.
"Kalo namaku—"
"Raka!"
Belom sempat dirinya memperkenalkan nama pada Kairo, dari arah jam sembilan Ivan dan Evan datang.
Ivan mendekati adiknya. "Raka, kamu kenapa belom pulang?" tanyanya dengan ekspresi bingung sekaligus khawatir.
"Supirnya telat."
Ivan dan Evan semakin menampilkan ekspresi bingung. Mereka tidak tahu kalau sang adik masih berada di sekolah jam segini. Apalagi mereka berdua ada rapat osis yang mengharuskan mereka sibuk dan pulang terlambat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Raka Alandra (The End)
Teen Fiction"Dengan cara apa lagi agar aku bisa mendapatkan kasih sayang?" Namun... "Ya Tuhan! Terima kasih sudah mengulang masa laluku, sekarang aku tidak akan bersikap seperti dulu lagi. Aku tidak mau mati muda!