"Ngeyel sih, aturan dilanggar. Untung aja nggak dimakan hantu."
"Heh! Jangan ngomong gitu, Ro."
"Emang hantu bisa makan?"
"Nggak tahu, tanya aja sama Lyora."
"Ogah ah, dari tadi dia diem terus sejak cerita dia pergi tengah malam."
"Kesurupan?"
"Udah deh, Ro. Dari tadi ngomongnya sompral terus," potong Widuri, wakil ketua kelas mereka. "Mendingan salah satu dari kita panggil Pak Harsa, ceritain kalau Lyora pergi ke hutan jam 11.15, terus tiba-tiba muncul lagi di depan tenda kita."
"Yaudah, gue aja. Tapi lo temenin, Van." Roro menatap Vania yang sejak tadi sibuk berdzikir sambil memegang tasbih.
"Udah pagi kali, Ro. Lo sendiri aja."
"Enak aja! Pagi dari mana? Masih jam empat!" Roro mendelik tak terima. "Lagian lo dzikir, tapi tangan satunya malah baca manhwa."
Vania hanya terkekeh tanpa dosa.
Widuri memutar bola mata malas. "Udah, dong. Atau kalian aja yang nemenin Lyora, biar gue sama Calista yang panggil Pak Harsa."
"Nggak mau! Nanti kalau dia tiba-tiba kesurupan gimana? Hih!" Roro bergidik, buru-buru menarik tangan Vania pergi keluar.
Selang beberapa detik, mereka sudah menghilang di kegelapan, meninggalkan Widuri dan Calista yang masih duduk canggung. Tatapan mereka beralih ke Lyora, yang duduk memeluk lutut dengan pandangan kosong.
Widuri menelan ludah, mencoba menguatkan diri. Sebagai ketua tim, dia tahu harus melakukan sesuatu. Meski tangannya sedikit bergetar, dia tetap melangkah mendekat.
"Lyora…," Widuri memanggil pelan. Tidak ada respons.
Gadis itu tetap menatap kosong ke depan, kedua lengannya melingkari lututnya dengan erat. Cahaya lampu tenda yang temaram hanya memperjelas wajahnya yang pucat.
Widuri menoleh ke Calista, berharap ada inisiatif dari gadis itu, tapi Calista hanya mengangkat bahu, sama bingungnya.
Akhirnya, dengan hati-hati, Widuri duduk di samping Lyora. "Lo kenapa, Ly? Sakit?"
Hening.
Widuri menggigit bibirnya. "Lyora, coba ceritain ke kita. Lo tadi beneran pergi ke hutan jam sebelas?"
Masih tak ada jawaban. Tapi kali ini, Lyora berkedip pelan, lalu menggerakkan kepalanya sedikit ke arah Widuri.
Widuri dan Calista saling pandang. Itu kemajuan, bukan?
"Ly, lo sadar, kan?" Calista akhirnya memberanikan diri bicara.
Lyora masih diam, lalu pelan sekali, dia mengangguk.
Widuri mengembuskan napas lega. "Yaudah, kalau lo sadar, sekarang lo cerita. Lo kenapa ke hutan malam-malam?"
Butuh beberapa detik sebelum Lyora akhirnya membuka mulut. Suaranya lirih, hampir seperti bisikan.
"Ada monster, Wid."
Jantung Widuri mencelos. Calista merinding di tempat.
"A-apaan?" bisik Calista.
Lyora mengangkat wajahnya, tatapannya kini lebih fokus. "Gue nggak bohong. Ada monster, dia meluk gue di dalam hutan. Setelah itu, gue nggak inget apa-apa karena pingsan."
Widuri dan Calista membeku. Di luar tenda, angin berembus pelan, menciptakan desiran halus yang terdengar seperti bisikan.
"Lo ngelihat hantu, Ly," ucap Calista pelan.

KAMU SEDANG MEMBACA
That Naughty Monster is My Boyfriend
Fanfiction"Tubuhmu sempurna... padat, berisi, ramping, dan begitu menggoda. Bahkan aromamu membuatku ketagihan. Aku ingin menikmati setiap inci darimu, sayang." _________ Shadowbrook Camp - nama yang sudah dikenal luas. Destinasi favorit bagi para siswa yang...