Dua mobil yang melaju cepat berhenti dengan kuat. Meninggalkan debu-debu dan dedaunan yang berterbangan. Pintu terbuka secara bersamaan. Vinscho juga Ken.
Vinscho menatap handphonenya. Dimana titik merah menyala dengan terang juga cepat. Dan benar. Titik merah itu berada tepat dihadapan mereka berada. Gedung sepuluh lantai yang terbengkalai.
Mata sayu Vinscho sejenak terpaku dengan lima motor yang terparkir didepan gedung itu. Masalahnya ada satu motor yang sangat ia kenali dengan baik. Tanpa pikir panjang Vinscho berlari diikuti Ken dibelakangnya.
Baku hantam menjadi pemandangan pertama yang dilihat. Banyaknya orang yang sudah jatuh pingsan dengan lebam dimana-mana.
Brukk
"Oww shit man."
Drax mengaduh. Karena terlalu fokus dengan satu orang ia jadi lalai dengan sekitarnya. Akibatnya ia jatuh terjerembab karena dorongan kuat. Matanya salfok dengan dua sepatu pantofel yang berada didekatnya. Ia mendongak, terkejut dengan dua orang asing. Ahh yang satunya ia ingat. Pria mata kuning itu. Drax melihatnya sekali dirumah Nio. Tapi siapa pria disampingnya?
Nio memejamkan matanya. Tangannya memegang kerah baju pria itu kuat. Tubuhnya berjongkok diatas perut tersebut. "Dimana ayah gue."
"Ah, dimana ya?"
Bugh
"Gak usah main-main sialan! Dimana dia?!"
Srett—
Nio berguling kesamping dan terjatuh. Kini posisinya berganti ia yang dibawah. Pria itu diatasnya menatap dengan tersenyum manis. "Duh gimana ini. Kayaknya gue lupa dia dimana," ucapnya bermain-main.
Nio kesal. Rasanya ia ingin berteriak sekuat-kuatnya. Wajah ayahnya yang tersenyum kembali berputar diingatannya. Dan itu semakin membuatnya kesal. Matanya terpaku. Menatap terkejut dengan pria tinggi menjulang yang berdiri didepannya.
"Apa bajingan kecil ini yang sudah berani mengusik milik saya?"
Pemuda diatas Nio berbalik badan. Belum sempat ia bertatap mata tubuhnya terasa seperti ditarik kuat lalu melayang. Ia mengerang. Tubuhnya terlempar hingga mengenai dinding.
Nio terbangun dibantu Ken. Ia memperhatikan pamannya, Vinscho, yang berjalan menuju pemuda itu.
"Katakan. Dimana adik saya berada."
Tubuhnya secara naluriah mengatakan bahaya. Tatapan pria didepannya begitu tajam. Serasa menusuk secara tak kasat mata. Matanya meliar melihat seluruh bawahan nya yang sudah jatuh terkapar. Bahkan tangan kanannya sedang dipukuli oleh Sakya. Ia harus kabur dulu. Bagaimanapun caranya dirinya harus kabur.
"AARGHH!"
Belum sempat ia bangkit dan berlari, kakinya sudah dipijak dengan kuat. "Anjing! Dengan lo nyakitin gua, maka gua pastiin tu orang juga sama sakitnya bangsat!!"
Mata Vinscho berkilat. Tangannya yang besar mencekik leher pemuda itu.
"Euughkk l-lepas..."
Vinscho membantingnya kembali. Membuatnya terbatuk-batuk dengan memegangi leher. Vinscho mengusak rambutnya kebelakang. Daripada ia berlama-lama dengan anak bau kencur, lebih baik ia mencari Zeylan. Lebih cepat lebih baik.
"Ken, urus dia."
"Baik, tuan."
Nio saling bertatap mata dengan Vinscho. Lalu ia mengalihkan pandangannya. Ia pun berlari mengikuti Vinscho yang sudah pergi duluan menaiki sebuah tangga menuju lantai atas. Teman-temannya pun mengikuti. Terkecuali Sakya juga Drax yang masih berdiam dilantai bawah. Membantu Ken untuk membereskan semua kekacauan ini.
Lantai 2 tidak ada. 3, 4 juga tidak ada. Nafas mereka saling berkejaran. Tidak ada lift. Percuma. Mau tak mau mereka harus melalui tangga. Setiap ruangan diperiksa. Sampailah mereka pada lantai 5. Semua bergerak memeriksa ruangan. Lalu kembali berkumpul pada titik sebelumnya. Gelengan kepala pun menjadi sebuah jawaban.
"Ayah..."
Vinscho menatap Nio yang bergumam. Lalu mengalihkannya. Ia pun kembali berjalan ingin menaiki tangga dengan lainnya. Saat suara Bumi berucap, "Berhenti!" Mereka menatapnya.
"Liat, ada ruangan satu lagi."
Mata mereka ikut memperhatikan. Sebuah pintu yang terletak disamping tangga. Pintu itu tidak terlihat karena terhalang kardus-kardus yang menumpuk jika dilihat dari sudut pandang mereka sebelumnya. Tapi dari posisi ini, itu terlihat.
Jantung Nio berdegup lebih cepat. Ia merasakannya. Sebuah ikatan darah antar ayah juga anak. Nio merasakannya. Entah kenapa ia yakin. Dan berharap ayahnya memang berada disitu.
Vinscho berjalan lebih dulu. Disampingnya Nio berada, lalu dibelakang mereka Bima juga Martin.
Brakk
Apa-apaan ini...? Sialan.
Vinscho menendangnya dengan kuat. Ia terpaku. Raut wajahnya tidak dapat dibohongi. Emosi begitu meliputi dirinya. Didepan matanya sendiri ia melihat seseorang yang ingin melecehkan adiknya. Vinscho tak terima. Ia menghampiri pemuda itu. Menarik kerahnya dan memukulnya membabi buta.
Nio menghampiri ayahnya. Matanya bergetar. Hampir saja. Hampir saja... Jika mereka terlambat mungkin hal lebih buruk lagi akan terjadi. Kancing kemeja ayahnya sudah terbuka setengah. Beberapa bercak merah berada didada tubuh ayahnya. Pria itu tadi hampir membuka resleting celana milik ayahnya.
Bajingan menjijikkan.
"Bangun... A-ayah bangun."
Nio memangku kepala itu. Menepuk pipi Kalyan dengan perlahan. Kepala ayahnya berdarah. Wajahnya banyak bekas lebam. Diperut ayahnya yang tersingkap pun banyak lebam keunguan yang tertinggal. Ikatan pada tangan dan kaki Kalyan sudah terlepas. Dilepas oleh Bumi dan Martin. Pergelangan tangan itu terluka. Pasti ayahnya berusaha untuk melepaskannya.
"Ayo kita bawa kerumah sakit."
—a y ah—

KAMU SEDANG MEMBACA
Ayah?
FantasyMenjadi seorang ayah? Tiba-tiba banget nih? Cover by pinterest. + ke perpustakaan Jangan lupa ☆ and 💬