15 | Rencana

1.1K 83 6
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Keadaan Patmi sudah benar-benar membaik. Saat ini Patmi kembali ditemani oleh Ita dan para Ibu-ibu yang belum pulang ke rumah. Mereka sengaja berkumpul di kamar, karena tahu bahwa Patmi masih butuh istirahat untuk memulihkan diri. Nugraha segera keluar dari rumah, saat tahu bahwa Marwan dan Didin sedang mempersiapkan sesuatu bersama Arif dan Wardin di samping rumah. Arif terlihat sedang menimba air untuk mengisi sebuah drum berukuran sedang. Wardin sedang membantu Didin memangkas rumput-rumput yang agak tinggi di bagian samping rumah. Marwan berdiam di bawah pohon sawo dan memerhatikan sekeliling halaman rumah itu. Nugraha mendekat ke arahnya, membuat Marwan tersenyum dan mengajaknya duduk di balai bambu.

"Apakah ada hal lain yang akan Pak Marwan lakukan di halaman ini?" tanya Nugraha.

"Iya, Pak Nugraha. Saya dan Bapaknya Resti akan membentengi bagian halaman rumah ini. Hal itu sengaja kami lakukan, agar Bu Patmi bisa tenang ketika beraktivitas dan tidak perlu lagi takut akan didatangi oleh pocong," jawab Marwan.

Nugraha ingin bertanya lagi, namun merasa ragu. Sayangnya Marwan tahu bahwa masih ada yang ingin Nugraha tanyakan, terkait dengan kemunculan pocong yang meneror Patmi.

"Saya dan Bapaknya Resti akan berusaha menghentikan kemunculan pocong itu, Pak Nugraha. Untuk saat ini, sebaiknya Pak Nugraha tidak perlu menanyakan terlalu jauh. Intinya, memang ada orang yang ingin sekali mengusik hidup Bu Patmi akibat menyimpan dendam. Kalau Pak Nugraha terus mencari tahu, takutnya teror itu tidak akan berhenti menghantui Bu Patmi," ujar Marwan, memberi pengertian.

"Tapi nanti Pak Marwan akan memberi tahu 'kan, kalau sudah berhasil menangani inti masalahnya?"

Marwan pun mengangguk.

"Insya Allah, Pak Nugraha. Pasti akan saya beri tahu semuanya, jika inti masalahnya sudah berhasil saya tangani bersama Bapaknya Resti."

Arif pun mendekat pada Marwan tak lama kemudian. Marwan dan Nugraha sama-sama menatapnya, serta tak lagi membicarakan obrolan mereka tadi.

"Airnya sudah siap, Paman Marwan," ujar Arif, menyampaikan.

Marwan pun segera bangkit dari balai bambu dan menatap ke arah Didin.

"Din! Airnya sudah siap! Ayo mulai!" panggilnya.

Didin dan Wardin pun segera berhenti memangkas rumput. Keduanya segera mendekat ke bawah pohon sawo dan menyimpan perkakas di sana. Marwan dan Didin segera mendekat pada drum yang sudah diisi air oleh Arif, lalu bersiap untuk berdoa bersama. Didin segera mengambil air satu gayung penuh dari dalam drum.

"A'udzubillah himinasy-syaithannirajim. Bismillaahirrahmaanirrahiim. Al-hamdulillaahi rabbil ‘aalamiin. Ar-rahmaanirrahiim. Maaliki yaumiddiin. Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin. Ihdinash-shiraathal mustaqiim. Shiraathalladziina an’amta ‘alaihim, ghairilmagdhuubi ‘alaihim wa ladh-dhaaalliiin."

Marwan dan Didin meniup tiga kali pada air yang ada di dalam gayung. Keduanya berhenti sejenak, sebelum melanjutkan doa bersama. Arif, Nugraha, dan Wardin ikut mengangkat kedua tangan mereka sejak tadi. Mereka ikut berdoa, agar apa yang dikerjakan oleh Didin dan Marwan lancar sampai selesai.

"Bismillaahirrahmaanirrahiim. Allahu laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum. Laa ta khudzuhuu sinatuw walaa naum. Lahuu maa fissamawati wa maa fil ardhi man dzal ladzii yasyfa’u ‘indahuu illaa biidznih ya’lamu maa baina aidiihim wamaa kholfahum, wa laa yuhiithuuna bisyai’im min ‘ilmihii illaa bimaa syaa’ wasi’a kursiyyuhus samaawaati wal ardh, walaa ya’uuduhuu hifdhuhumaa wahuwal ‘aliyyul ‘azhiim."

Air yang ada di dalam gayung kembali ditiup sebanyak tiga kali oleh Marwan dan Didin. Doa pun berlanjut ke tahap akhir.

"Bismillaahirrahmaanirrahiim. Allahumma 'afina min kulli bala'id dunya wa 'adzabil akhirah, washrif 'anna bi haqqil qur'anil 'azhim wa nabiyyikal karim syarrad dunya wa 'adzabal akhirah. Ghafarallahu lana wa lahum bi rahmatika ya arhamar rahimin. La Ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minadh-dhalimin. Subhana rabbika rabbil izzati 'an ma yashifun, wa salamun a'lal mursalin, walhamdulillahi rabbil 'alamin."

Marwan dan Didin kembali meniup ke dalam air untuk yang ketiga kalinya. Setelah itu Didin menuang kembali air dalam gayung tersebut ke dalam drum, agar air tersebut bisa segera bercampur dan bisa digunakan untuk membentengi rumah tersebut.

"Ayo, Din. Mari kita mulai membentengi sisi luar rumah ini," ajak Marwan.

"Ya. Mari kita mulai dari halaman depan," balas Didin.

Proses membentengi rumah itu sampai selesai benar-benar terlaksana dengan lancar. Perasaan cemas yang sejak semalam dirasakan oleh Arif dan Nugraha mendadak hilang, setelah rumah itu benar-benar dibentengi.

"Alhamdulillah, Pak Nugraha. Semuanya sudah selesai. Kami pamit dulu, karena masih ada yang harus dikerjakan di rumah," ujar Didin.

"Terima kasih banyak, Pak RT, Pak Marwan," ucap Nugraha.

"Sama-sama, Pak Nugraha. Oh ya, Bu Patmi tolong selalu diingatkan untuk shalat dan berdzikir agar pikirannya enggak kosong. Kalau bisa, lakukan shalat taubat juga agar hatinya jadi lebih tenang," saran Marwan.

"Iya, Pak Marwan. Insya Allah akan saya ingatkan selalu hal itu pada Istri saya."

Setelah pulang dari rumah Patmi, Didin dan Marwan pun kembali mengawasi rumah milik Bagja dari lantai dua rumah Marwan. Titi ada di lantai bawah bersama Rositi dan akan membuat kue. Sesajen yang semalam mereka hancurkan tampaknya sudah disingkirkan, meski belum diganti dengan sesajen yang baru.

"Sepertinya mereka masih terlihat kesal, soal sesajen yang semalam berhasil kita hancurkan itu," ujar Didin, sambil terkekeh senang.

Marwan menyesap teh melati kesukaannya sambil menatap ke rumah seberang.

"Ya, tentu saja mereka kesal. Menyiapkan sesajen sesuai dengan syarat bukanlah perkara mudah, bagi orang-orang yang melakukan ritual pesugihan. Jadi pastinya mereka sangat kesal saat melihat sesajen itu hancur berantakan," balas Marwan.

Beberapa pocong kembali terlihat oleh mereka di bagian samping rumah itu. Pocong-pocong pesugihan yang terus muncul di sana tampaknya berpengaruh besar pada pembangunan rumah yang hampir rampung. Para buruh bangunan saat ini terlihat sedang memasang genteng baru yang akan menutupi atap rumah itu.

"Nanti malam kalau mereka menyimpan sesajen baru di sana, kita akan menghancurkannya lagi, 'kan?" tanya Didin.

Marwan tidak menjawab. Ia segera menunjukkan pada Didin, soal keberadaan arwah Amira yang kembali terlihat. Didin menatap arwah tersebut, namun langsung mengerenyitkan kening dan tak lagi tersenyum.

"Kenapa arwah Amira terlihat berbeda dari yang kita lihat kemarin? Raut wajahnya sekarang terlihat penuh kemarahan," heran Didin.

"Yang bisa menjawab pertanyaanmu itu hanyalah arwah tersebut secara langsung. Jadi kalau kamu penasaran dengan arti dari raut wajah penuh kemarahannya itu, maka sebaiknya nanti malam kita coba untuk mendekat dan berkomunikasi dengannya. Bagaimana? Apakah kamu mau?" tawar Marwan.

Didin pun kembali tersenyum. Ia menganggukkan kepalanya dengan penuh keyakinan.

"Aku rasa itu ide yang cukup tepat. Oke. Mari kita coba berkomunikasi dengan arwah Amira nanti malam," sambut Didin, terlihat sangat senang.

* * *

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA
(bagi yang menjalankan 🥰🙏🏻)

Pocong PesugihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang