- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Ita tersentak di tempatnya, ketika mendengar teriakan Ibunya saat itu. Sejak tadi ia sedang memerhatikan Didin yang tengah berdoa, karena akan mengusir pocong yang ada di pojok kamar itu. Hal itu membuat Ita tidak fokus pada Ibunya, sehingga tidak sadar bahwa Ibunya kini sedang diruqyah.
"AAARRRRGGGGGHHHHH!!!" teriak Patmi lagi.
Kedua mata Patmi masih belum terbuka. Sekaan demi sekaan terus menjalari kulitnya. Rositi sama sekali tidak berhenti menyeka, meski teriakan Patmi terdengar sangat keras. Nugraha dan Arif kini telah berdiri di ambang pintu kamar. Keduanya melihat bahwa tubuh Patmi sedang dipegangi kuat-kuat oleh Titi dari bagian belakang, sementara Rositi terus menyeka tubuh Patmi dengan air yang sudah Marwan doakan.
"A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir ..."
"AAARRRRGGGGGHHHHH, SAKIT!!! AMPUN!!!"
Reaksi Patmi sangat tak terduga, ketika Marwan membacakan doa bersamaan dengan Rositi menyeka kulitnya. Kedua kaki Patmi mulai bergerak ke sana-ke mari tak tentu arah. Ita segera mengekang kedua kaki Ibunya, agar Rositi yang sedang menyeka tubuh Patmi tidak terkena tendangan. Titi juga semakin kuat memegangi tubuh Patmi, agar Rositi bisa terus melakukan tugasnya tanpa terhambat oleh amukan yang tidak Patmi sadari. Rositi kembali mencelupkan handuk ke dalam air, lalu kembali menyeka semakin ke bawah pada bagian tubuh Patmi.
"A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir ..."
"AMPUN!!! AMPUN!!! SAKIT!!! SAKIT SEKALI!!!"
Arif mendekat ke telinga Nugraha. Sejak tadi ia ingin bertanya, namun takut suaranya terdengar oleh Marwan dan mengganggu konsentrasi.
"Sejak kapan Paman Marwan dan Paman Didin sering membantu orang yang terkena sakit aneh begini, Pah?" tanya Arif, berbisik.
"Kalau menurut Pak Wardin, sudah sejak dulu mereka memang sering membantu orang lain menghadapi hal yang tidak terlihat. Papah juga baru tahu kemarin, setelah Pak Marwan membantu Mamah berhenti kejang-kejang akibat kesurupan," jawab Nugraha, ikut berbisik.
"Dan Mamah kemarin langsung benar-benar enggak kesurupan lagi, setelah dibantu oleh Paman Marwan?"
"Iya. Mamah langsung normal lagi seperti biasanya. Cuma ba'da isya, Mamah langsung sakit. Mamah demam tiba-tiba."
BLAAMMM!!!
Didin mengeluarkan tenaga dalamnya dan menyerang ke arah pojok kamar. Tenaga dalam yang Didin keluarkan terasa sangat jelas, hingga yang tak bisa melihat makhluk halus pun langsung menyadari bahwa memang ada sesuatu yang ganjil di dalam kamar itu. Ita--yang masih memegangi kedua kaki Patmi--pun langsung kembali menatap ke arah pojok kamar. Bahkan Nugraha dan Arif yang sejak tadi hanya berani menatap ke dalam dari ambang pintu pun tertarik untuk melihat ke arah yang sama. Apa yang Didin lakukan tampak sama sulitnya dengan yang Marwan lakukan saat ini. Kedua pria paruh baya itu benar-benar melakukan tugas mereka seperti yang tadi Marwan sebutkan.
BLAAMMM!!!
Sekali lagi Didin menyerang ke arah pojok kamar. Suara Patmi mulai tidak selantang tadi ketika Rositi telah menyeka melewati bagian pinggang. Hentakan-hentakan kakinya juga mulai mengendur, sehingga Ita tak lagi mengeluarkan banyak tenaga untuk menahan.
"A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir ..."
"Ampun. Tolong ampuni saya. Saya minta maaf. Ampun," lirih Patmi.
Suara Patmi juga mulai melemah. Wardin--yang baru saja tiba dari sawah--masuk ke rumah itu dan mendekat pada Esih. Esih memberi tanda pada Wardin untuk diam, karena di dalam Patmi sedang diurus oleh Didin dan Marwan. Wardin mematuhi itu, namun tetap merasa penasaran dan ingin ikut melihat ke dalam.
"Bu Patmi sudah mulai enggak teriak-teriak kayak tadi. Mungkin proses ruqyahnya berhasil dan akan segera selesai," bisik Ninis kepada Esih dan Wardin.
"Insya Allah pasti berhasil. Saya yakin kalau Pak Marwan dan Pak RT enggak akan pernah gagal bantuin orang yang diganggu makhluk halus. Dari dulu mereka memang sudah sering membantu orang yang kena ganggu begitu, tapi kebanyakan yang dibantu itu orang dari luar desa kita," yakin Wardin.
Arif melirik sekilas ke belakang. Ia mendengar perbincangan itu, dan membuatnya semakin penasaran dengan apa yang dilakukan oleh Marwan dan Didin.
BLAAMMM!!!
Didin kembali mengeluarkan tenaga dalamnya dan menyerang ke arah pojok kamar. Ita benar-benar tidak bisa melepas pandangannya dari apa yang sedang diserang oleh Didin, padahal tak ada apa pun yang dia lihat di pojok sana.
"Wah ... pocong satu ini sepertinya bukan hanya butuh diusir. Kurang ajar!" desis Didin.
"A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir ..."
"Ampun. Saya benar-benar minta ampun," mohon Patmi, yang suaranya semakin lemah.
Titi mengendurkan dekapannya pada tubuh Patmi. Rositi hampir menyelesaikan sekaannya pada tubuh Patmi, sehingga Ita kini menyingkir dari bagian kaki yang sejak tadi ia tahan. Didin berkonsentrasi penuh dan mengeluarkan tenaga dalam yang lebih besar dari sebelumnya.
BLAAMMM!!!
"A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir."
Rositi juga selesai menyeka tubuh Patmi sampai ke ujung kaki. Pocong yang terlihat oleh Marwan dan Didin pun lenyap seketika, meninggalkan bau hangus yang sangat menyengat bagi semua orang. Kedua mata Patmi pun terbuka. Demam tinggi yang tadi Patmi alami seketika hilang dan suhu tubuhnya kembali normal seperti sediakala.
"Alhamdulillah, Bu Patmi sudah sadar dan sudah tidak demam," ungkap Titi, sambil terus mengusap-usap kening dan leher Patmi.
"Alhamdulillahi rabbil 'aalamiin," ucap semua orang, ikut merasa lega.
Marwan pun memberi tanda pada Nugraha agar mendekat pada Patmi. Titi segera menyingkir dari tempat tidur untuk memberi ruang. Satu gelas air yang tadi Marwan letakkan di atas meja samping tempat tidur kini ia sodorkan kepada Nugraha.
"Minumkan airnya pada Bu Patmi, Pak Nugraha. Bacakan Al-Fatihah dan ayat kursi lebih dulu sebelum Bu Patmi minum dan tiup ubun-ubunnya tiga kali. Baru setelah itu Bu Patmi minum airnya sampai habis. Kami akan menunggu di luar," ujar Marwan, memberi tuntunan.
"Baik, Pak Marwan," tanggap Nugraha.
Semua orang keluar dari kamar itu dan hanya menyisakan Nugraha bersama Patmi. Ibu-ibu memilih duduk di teras untuk melepas lelah. Marwan duduk bersama Didin di sofa, sementara Wardin memilih duduk di lantai dekat pintu. Ita segera menyajikan teh, sementara Arif menyimpan baskom dan handuk yang tadi dipakai meruqyah ke atas meja makan.
"Setelah ini Bu Patmi enggak akan kena teror pocong lagi 'kan, Pak RT?" tanya Wardin.
"Nanti akan saya coba untuk bentengi bagian luar rumah ini bersama Ayahnya Aji, Pak Wardin. Dengan membentengi bagian luar rumah, Insya Allah Bu Patmi tidak akan diganggu lagi oleh pocong mana pun," jawab Didin, seraya tersenyum santai seperti biasanya.
* * *

KAMU SEDANG MEMBACA
Pocong Pesugihan
Horror[COMPLETED] Rumah kecil itu mendadak dibangun menjadi sangat mewah. Penghuninya juga tidak lagi terlihat sederhana seperti dulu. Semuanya berubah. Mulai dari pakaian, aksesoris, alas kaki, dan bahkan memiliki mobil keluaran terbaru. Di tubuh mereka...