+66076*** :
Send a picture.່
່
່Nio mengelap peluh pada dahinya dengan baju olahraga yang ia singkap. Menampilkan perut datarnya yang mulai samar nampak sebuah abs. Dadanya naik turun dengan nafas yang panjang. Ia baru saja bermain basket dengan temannya. Karena sedang dalam pelajaran olahraga.
"Thanks."
Nio menutup tutup botol setelah meminumnya. Minuman yang diberi Sakya. Anak itu memang tidak ikut bertanding basket, sedang malas katanya.
"Air air air!!"
Drax datang dengan rusuh. Diikuti Bumi dibelakangnya. Ia mengambil sebotol minuman yang entah punya siapa, membukanya, dan meminumnya. Lalu menyiram air itu pada wajahnya. Pemandangan indah bagi perempuan yang melihat.
Ditengah lapangan Martin masih asik memantulkan bola berwarna oranye itu. Sebenarnya jam olahraga sudah berakhir 10 menit yang lalu. Tapi yang namanya lelaki pasti masih ingin lanjut memainkan.
Nio terduduk pada bangku tribun. Meluruskan kakinya. Dengan wajah datarnya Sakya sukarela mengipasi teman-temannya yang kepanasan. Dengan apa? Iya benar, dengan sebuah buku yang entah punya siapa.
Ting— You have 3 incoming messages.
Nio mengambil handphone yang terletak disampingnya. Layar handphone yang cerah itu menampilkan 3 pesan masuk dari nomer tidak dikenal.
+66076*** :
Send a picture.
Send a picture.
Liat bro, siapa ini? Kali aja lo kenal kan.່Jemarinya memencet foto tersebut. Matanya terpaku. Ini... Ayahnya? A-ayahnya? Dengan tubuh yang terikat pada sebuah kursi. Juga kepala yang menunduk. Pada foto kedua yang dibukanya, menampilkan wajah ayahnya dengan jelas. Mendengak dengan mata yang terpejam juga sebuah tangan yang memegang dagu itu.
Selama hidupnya Nio tak pernah merasakan perasaan ini kecuali disaat kepergian ibunya. Rasa cemas, takut, panik, juga amarah yang terpendam. Perasaan itu muncul kembali sesaat setelah ia mendapatkan pesan dari nomer tidak dikenal.
Ting
+66076*** :
Harusnya lo udah tau harus pergi kemana.
່
່"Kemana Yo?!""Mukanya keliatan emosi," ucap Sakya menatap punggung Nio yang berlari. "Setelah dapat pesan."
"Biar gue susul." Bumi ikut berlari setelah mengatakan itu. Meninggalkan tanda tanya pada Martin yang melihatnya ditengah lapangan.
່
່
່່
່
່"Mau kemana lo? Kalau mau bolos ajak kita-kita lah." Bumi menahan pergelangan tangan Nio. Ia melirik tangan yang dikepal terlihat tegang dengan urat yang menonjol.
Nio tak memperdulikan Bumi. Ia membuka gerbang belakang sekolah dimana biasa anak-anak yang suka terlambat atau ingin membolos lewat melalui sini. Karena Nio juga keempat sahabatnya tadi pagi datang terlambat jadi mereka memarkirkan motornya dibelakang sini.
Ia menaiki motornya, memakai helmnya dan bersiap menghidupkan motor. Belum sempat ia memasukkan kunci motor, kunci itu sudah ditarik oleh Bumi. Nio mengerang dengan wajah emosinya yang sangat kentara.
"Balikin."
"Santai... Gue balikin asal lo kasih tau dulu mau kemana."
"Sialan, balikin anjing! Gue buru-buru."
Bumi tertegun. Tak pernah ia melihat Nio semarah ini. Ingatannya berputar mengenai ucapan Sakya. Matanya melirik handphone Nio yang layarnya masih menyala. Walau terkesan sangat tidak sopan, Bima merebut handphone yang masih dipegang itu.
"Om Zey? Bokap lo disekap?!"
Nio turun. Merebut kembali kunci motornya. Handphone? Biarkan saja. Dia tak peduli.
"Tunggu." Bumi kembali menahan lengan Nio. "Jangan bilang bokap lo disekap sama... WOY LO GAK USAH PERGI SENDIRIAN BANGSAT. BAHAYA!"
Bumi menatap kepergian Nio yang sangat cepat melajukan motornya. Ia menghubungi Sakya menggunakan handphone Nio, membuat orang yang disebrang sedikit heran karena muncul suaranya. Tak ingin berbasa-basi, ia menyuruh anak itu untuk datang kebelakang dengan yang lainnya. Mengatakan dengan singkat maksudnya dan juga tempat yang harus dituju. Setelahnya ia mematikan panggilan tersebut. Mengantongi handphone nya.
Pergi cepat menaiki motor hitam kesayangannya. Menyusul kepergian Nio.
•—•
"Chat nya udah dibaca. Tapi gak dibales. Seleb juga tu bocah."
"Jangan-jangan umpan kita gak berhasil?"
"Gak berhasil? Hahaha coba kita liat aja nanti. Ayo taruhan, kalau dalam waktu 15 menit anak itu udah nyampe disini, lo gua tendang lima kali."
"Oke. Siapa takut."
Samar-samar Kalyan mendengar perbincangan seseorang. Dahinya mengkerut. Matanya terbuka perlahan.
Apa-apaan ini?! Tangan juga kakinya terikat. Sialan. Apa orang itu musuh om Zeylan? Atau? Ahh sial sial sial.
Kalyan terdiam. Berusaha menggerakkan tangan nya. Sakit. Tangannya terikat, dan mungkin itu akan lecet karena pergerakannya.
"Wahh udah bangun?"
Kepalanya mendongak. Menatap dengan tajam pemuda tersebut. "Siapa kalian?"
Dia tersenyum. Menepuk-nepuk pipi Kalyan beberapa kali dengan keras. Meninggalkan sedikit kemerahan pada kulit putih itu.
"Siapa kami? Itu gak penting. Gak usah dipikirin. Om cukup diem aja. Jadi anak baik-baik untuk sementara."
Kalyan berdecih. Ia meludah mengenai wajah itu.
Plak!
Tamparan keras tak terelakkan. Wajahnya tertoleh kesamping. Rasa panas menjalar di pipinya.
"Kurang ajar. Gak anak gak bokap sama-sama sialan." Ia menarik kerah kemeja Kalyan. Saling bertatapan dengan ekspresi tak enak. "Hahh... Walaupun lo laki-laki, dengan wajah juga tubuh kayak gini harusnya lo laku juga jadi pelacur."
Apa?
"Kalian..." Kalyan menggeram marah. Merasa terhina akan ucapan pemuda itu. Tak bisa memukul, tak bisa meninju, tak bisa menendang. Rasanya semua emosinya meluap diwajahnya. Membuat wajahnya merah padam.
Ia tersenyum lebar, "Om tenang aja disini. Dan juga–" memandang Kalyan dari atas sampai kebawah lalu kembali memandang wajah Kalyan. "–kalau lo emang tertarik sama ucapan gua tadi, gua bisa kasih seseorang yang bisa muasin. Kebetulan, gua punya kenalan gay yang suka masuk lubang pria sana sini."
"Anjing! Gua gak tertarik sama hal kayak gitu bangsat. Bocah-bocah kurang ajar kayak kalian... Sial! Lepasin iketan ini! Biar gua hajar mulut kurang ajar Lo itu!"
Kalyan berseru dengan segala umpatan nya. Tubuhnya bergerak tak beraturan. Tak perduli dengan rasa sakit akibat tali yang terus menggores kulitnya. Matanya berkilat tajam menatap kepergian pemuda tersebut dengan temannya. Meninggalkan nya seorang diri dalam kegelapan yang hampa. Ia terus berseru marah. Membuat suaranya terdengar sampai luar. Salah satu pemuda itu terkekeh dengan tangan menerima rokok yang diberikan bawahannya. Melangkah pergi entah kemana.
—a y a h—

KAMU SEDANG MEMBACA
Ayah?
FantasyMenjadi seorang ayah? Tiba-tiba banget nih? Cover by pinterest. + ke perpustakaan Jangan lupa ☆ and 💬