13 | Di Pojok Kamar

1.2K 78 2
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Ita meletakkan baskom berisi air hangat yang akan dipakai untuk mengompres Ibunya. Ia menyeka airmatanya yang terus saja mengalir membasahi wajah. Titi segera mengambil baskom tersebut beserta handuk kecil dari tangan Ita. Rositi merangkul Ita, berusaha membuatnya tenang seperti ia menenangkan Septi ketika perasaannya sedang tidak baik-baik saja.

"Nak Ita jangan menangis terus. Berdoalah agar Mamah segera sehat kembali. Jangan sampai Nak Ita malah ikutan sakit akibat stress memikirkan keadaan Mamah," saran Rositi.

"Aku takut, Bibi. Aku takut terjadi apa-apa sama Mamah," ungkap Ita, jujur. "Sejak kemarin perasaanku sudah tidak enak. Biasanya Mamah selalu menelepon aku, meski aku masih sibuk kerja. Tapi kemarin benar-benar beda dari biasanya. Mamah sama sekali enggak menelepon ataupun kirim pesan. Sekalinya aku dapat pesan dari Papah, justru kabar buruk yang aku dengar Bi."

Rositi pun memeluk Ita dan membiarkannya menangis. Kening Patmi sedang dikompres oleh Titi dan kedua kakinya terus dipijat oleh Esih dan Ninis. Suasana saat itu benar-benar suram, seakan ada sesuatu yang tidak beres dan tengah mengincar Patmi. Meski Rositi dan Titi tidak bisa melihat makhluk halus seperti Marwan dan Didin, tapi mereka selalu tahu jika ada kejanggalan yang terjadi.

Arif terus menatap ke arah Nugraha tanpa henti. Sejak tadi Nugraha terlihat seperti sedang menunggu kedatangan seseorang, namun tak ia ketahui siapa yang ditunggunya. Nugraha tak banyak bicara sejak semalam ketika ia dan Ita tiba di rumah. Nugraha hanya memberi tahu padanya dan Ita, bahwa Ibu mereka sudah dua kali didatangi pocong sebelum mengalami sakit. Sekarang, Nugraha terlihat begitu gelisah, namun tak jelas gelisahnya disebabkan oleh apa.

Marwan dan Didin tiba di rumah Patmi tak lama kemudian. Nugraha langsung menyambut mereka, sehingga Arif pun tahu kalau kedua orang itu adalah yang ditunggu-tunggu sejak tadi oleh Nugraha.

"Pak Marwan, tolong Istri saya, Pak. Saya tidak tahu harus berbuat apa lagi. Obat demam sudah diberikan sejak semalam, tapi demamnya sama sekali tidak turun. Tadi Dokter dari Puskesmas juga sudah datang ke sini, Pak. Tapi Dokter juga bilang bahwa tidak ada tanda-tanda adanya penyakit serius pada Istri saya," jelas Nugraha.

Didin segera merangkul Nugraha. Ia mencoba membuatnya tenang, agar Marwan bisa memikirkan cara yang tepat untuk membantu Patmi.

"Mari tenangkan diri dulu, Pak Nugraha. Insya Allah kami akan mencoba membantu Bu Patmi agar bisa kembali beraktivitas seperti biasanya. Sekarang Pak Nugraha duduk dulu di dalam bersama Nak Arif. Biar kami lihat dulu keadaan Bu Patmi," ujar Didin.

Marwan pun menatap ke arah Arif yang masih tidak paham dengan situasi saat itu.

"Nak Arif, tolong ambilkan satu gelas air, satu baskom air, dan satu buah handuk kecil. Pakai air dingin saja, tidak perlu pakai air hangat," pinta Marwan.

"Iya, Paman. Sebentar, saya ambilkan dulu ke dapur," tanggap Arif.

Marwan dan Didin pun segera berdiri di ambang pintu kamar. Rositi membawa Ita menjauh dari tempat mereka duduk, agar Marwan dan Didin bisa melihat keadaan Patmi yang terbaring di atas tempat tidur. Esih dan Ninis merasa heran, karena tatapan Didin dan Marwan justru tidak tertuju pada Patmi. Tatapan kedua pria paruh baya itu justru terarah ke tembok yang ada di belakang mereka. Membuat keduanya menoleh perlahan ke arah yang sama.

"Pak RT ... Pak Marwan ... bilang-bilang, ya, kalau ada yang aneh. Biar saya dan Bu Ninis keluar dari sini," pinta Esih.

"Iya, Bu Esih. Keluar saja kalau memang mau keluar. Biar Bu Patmi nanti dijaga sementara waktu sama Istri saya dan Ibunya Aji," balas Didin, sambil tertawa pelan.

Arif mendengar jawaban itu, begitu pula dengan Nugraha yang sedang duduk di sofa. Keduanya hendak menanyakan maksudnya, namun Marwan sudah kembali bicara sehingga mereka mengurungkan niat bertanya.

"Benar itu. Keluar saja Bu Esih, Bu Ninis. Nak Ita juga kalau mau keluar silakan keluar. Karena kami berdua punya tugas yang berbeda untuk bisa membantu Bu Patmi. Saya akan meruqyah Bu Patmi, sementara Pak RT akan mengusir pocong yang sejak tadi berdiam di pojok sana," ujar Marwan.

Esih dan Ninis segera melompat dari tempat tidur. Keduanya berlari keluar dari kamar tanpa bicara apa-apa lagi. Rositi pun melepaskan Ita dari rangkulannya, agar Ita bisa ikut keluar dari kamar. Sayangnya, Ita tidak mau keluar dan justru menatap sangat lama ke arah yang Marwan tunjuk.

"Duh, kenapa Pak RT sama Pak Marwan enggak datang ke sini dari tadi, sih? Coba dari tadi Bapak-bapak datang, kita 'kan pasti enggak bakalan lama-lama diam di dalam kamar," protes Ninis.

"Terus yang mau bantu merawat Bu Patmi siapa, kalau Ibu-ibu dari tadi enggak mau lama-lama di dalam kamar? Kasian Bu Patmi, dong, kalau enggak ada yang bantu rawat," balas Didin, sesantai biasanya.

"Bapak! Cepat kerjakan tugasnya! Usir pocongnya, sebelum Ibu yang maki-maki itu pocong!" titah Titi.

Marwan pun segera mengambil baskom dan gelas yang ada di tangan Arif. Tak lupa ia juga mengambil handuk kecil yang tersampir di bahu Arif.

"Be--benarkah ada pocong di pojok dalam kamar Mamahku, Paman?" tanya Arif.

"Iya, benar. Kenapa? Mau lihat? Tapi takutnya kamu pingsan nanti, kalau Paman buka mata batinmu," ujar Marwan, seraya tersenyum. "Sudah, kamu temani saja Papahmu. Biar Mamahmu ditangani oleh Paman dan Bibi di dalam sini."

Didin pun segera berdiri di dekat pojok kamar itu dan mulai berdoa sebelum mengeluarkan tenaga dalamnya. Titi memegangi tubuh Patmi dari bagian belakang. Marwan meminta Rositi mendekat untuk membantunya. Ia tidak boleh menyentuh tubuh Patmi, karena Patmi bukan mahramnya.

"A'udzubillah himinasy syaitonnirojim. Bismillahirrahmanirrahim. A'udzu bi wajhillahil kariim wa bi kalimatillahit tammati lati la yujawizuhunna barrun wala faajirun min syarri maa yanzilu minas sama'i, wa min syarri ma ya'ruju fiha, wa min syarri ma dzara'a fil ardhi, wa min syarri ma yakhruju minha, wa min fitanil laili wan nahari, wa min thoriqil laili wannahari, illa thariqan yanthiqu bi khairin, ya rahman. Robbi a'uudzubika min hamazaatisy syayaathiin wa a'udzubika robbi ayyahdhuruun."

Marwan meniup air yang ada di dalam baskom sebanyak tiga kali, lalu mengalirkan tenaga dalamnya pada tubuh Rositi.

"Ayo, Bu. Celupkan handuknya ke dalam air, lalu usap seluruh tubuh Bu Patmi perlahan-lahan. Jangan lupa baca bismillah sebelum mengusap," tuntun Marwan.

"Iya, Yah," tanggap Rositi.

Ia segera mencelupkan handuk ke dalam air, lalu memerasnya dan mulai mengusap tubuh Patmi mulai dari bagian kening.

"Bismillahirrahmanirrahim," lirih Rositi.

"AAARRRRGGGGGHHHHH!!!" teriak Patmi, di tengah ketidaksadarannya.

* * *

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA
(bagi yang menjalankan 🥰🙏🏻)

Pocong PesugihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang