[09] Grounding

566 120 60
                                    



Akibat kejadian kemarin, pagi itu Zeze berusaha bangun lebih awal. Ia berencana melakukan kegiatan paginya sebelum pemilik apartemen terbangun. Sehingga setengah jam yang lalu, ia sudah membersihkan diri, melakukan kegiatan wajibnya dan bersiap untuk membeli sarapan di sekitar apartemen.

Namun ternyata perkiraannya salah. Sebab kala dirinya keluar dari kamar, ia menemukan Gavin tengah sibuk di dapurnya dengan penampilan yang terlihat begitu segar.

Kaus putih dan celana trainingnya seolah menunjukkan bahwa pria itu sudah melakukan work out-nya di pagi hari.

Dan yang lebih mengejutkan Zeze, yaitu aroma dari penggorengan itu mampu menggugah seleranya. Ia lantas berlari mendekat, melongokkan kepalanya dari samping pria itu.

"Pak Gavin bikin apa?" tanya Zeze memperhatikan keseriusan Gavin saat memasak.

Dilihat dari jarak sedekat ini, ia jadi tahu apa yang membuat pria ini terlihat begitu segar. Yakni rambut yang setengah basah, dan wajah yang telah dibasuh.

“Nasi goreng,” jawabnya singkat.

“Bapak bisa bikin nasi goreng?”

Ia memperhatikan blender chopper bekas pakai yang kini tergeletak di kitchen sink. Dan beberapa bahan yang telah Gavin siapkan seperti ; irisan sosis, irisan ayam, dan nasi putih.

"Pak Gavin butuh bantuan, nggak?" Zeze mencepol rambutnya asal.

"Ayam," ucap Gavin yang langsung diangguki Zeze.

Gadis itu memberikan piring yang berisi irisan ayam dengan semangat, gayanya sudah seperti asisten chef restoran. Siap dan siaga. Lalu Gavin meminta sosis padanya. Sekali lagi, Zeze memberikan piringnya dengan cekatan. Dan terakhir, pria itu meminta nasi untuk dua porsi. Dari gerakan menggorengnya, Gavin sudah mirip tukang nasi goreng pinggir jalan.

"Wuah...," Zeze mengerjap takjub. “Mas Aby kalau bikin nasi goreng menye-menye, nggak bisa kayak gitu.”

Gavin menoleh. “Kayak gimana?” terselip nada congkak dalam pertanyaannya.

"Itu, yang tadi Bapak gini-giniin." Zeze menirukan cara Gavin menggoyang wajan hingga membuat nasi-nasinya terbang. Kalau kata para chef itu teknik wok hei. “Pak Gavin jadi kayak Pak Martono saya lihat-lihat.”

"Siapa itu?" Gavin mengernyit.

“Tukang nasi goreng depan komplek.”

Gigi rapi Gavin langsung terlihat, pundaknya pun ikut bergetar. Dan ia menggeleng samar. Tapi sayangnya Zeze tidak menyadari hal itu karena dirinya kini tengah sibuk mengumpulkan piring bekas bahan-bahan tadi untuk dicucinya di kitchen sink bersama blender chopper pria itu. 

“Tapi bedanya…, Pak Martono anaknya ada empat. Kalau Pak Gavin masih… jomblo,” Zeze terkikik sendiri.

“Kamu ngatain saya?”

"Enggak. Cuma mau adu nasib aja. Saya juga jomblo kok, Pak." Kini Zeze mulai menyabun piring-piring itu sambil menoleh pada Gavin. "Bedanya, saya masih muda, kalau Bapak kan… udah umur," gelaknya lagi kali ini lebih lantang.

Berani sekali dia. Padahal selisih umur mereka hanya terpaut lima tahun.

"Kamu ngatain saya lagi?" Gavin sampai memutar badannya untuk melihat Zeze.

Zeze seketika menahan senyumnya. Berusaha untuk tidak meledeknya lagi. Dan fokus mendengar suara penggorengan itu, serta air mengalir di kerannya. Tapi lama-kelamaan, otak dan mulutnya tidak tahan juga.

"Denger-denger—" Zeze melirik Gavin yang kini sedang mencicipi nasi gorengnya. “—saking tuanya, Bapak pernah jadi koordinator sweet seventeen-nya Raja Firaun ya, Pak?”

THE NIGHT BETWEEN USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang