17

14.9K 1.3K 46
                                        

Sebenarnya... Sebenarnya Nio tak enak hati ingin mengatakan ini. Lagi pula kenapa dia harus memikirkan perasaan pria itu. Tapi sungguh, melihat wajah pria didepannya yang tersenyum lebar sembari menatapnya dengan mata berbinar itulah yang membuatnya ragu untuk berucap.

Ahh ini... Sialll ini asin banget!

Nio meminum air putih yang banyak. Berharap dapat menghilangkan rasa asin yang begitu membunuh mulutnya.

"Gimana? Masakan ayah enak kan."

Tak

Ia menaruh gelasnya sampai menimbulkan bunyi. Lagi, diliriknya sang ayah yang masih tersenyum dengan rona merah di pipinya. "As– ya lumayan."

Kalyan tersenyum haru. Apakah ia berhasil untuk dapat hati si bungsu?! Huhuu kalau om Zeylan tau pasti pria itu akan bangga padanya. Ah... Atau malah memukulnya ya?

•—•

Kalyan terbangun ditengah malam. Ia merasa haus. Harusnya dia bisa minum saja segelas air dari teko kecil yang selalu berada disamping nakas tempat tidurnya, tapi teko itu sudah habis. Mungkin Bima lupa untuk mengisi nya kembali. Mau tak mau ia harus mengambil air dari dapur.

"Hmm?"

Kalyan berhenti diujung tangga. Melihat ruang tengah yang mana lampunya menyala. Ada siapa?

"El? Kenapa belum tidur?" Tanya nya setelah sampai diruang tengah. Ia melihat anak keduanya yang masih terjaga dengan buku-buku berada di atas meja. Ada juga 2 lembar kertas yang berada dibawah. Tak lupa dengan laptop yang menyala.

Elard menoleh, "Tugas." Jawabnya acuh.

Kalyan diam. Ia berputar arah kembali pada tujuan utamanya. Setelah menghabiskan 1 gelas besar, Kalyan kembali keruang tengah. Duduk di sofa menatap anaknya yang sangat acuh, seolah ia tak berada disini.

"Gimana sama kuliah kamu? Lancar?"

Omong kosong apa yang ayahnya ucapkan? Setelah bertahun-tahun tak pernah diperdulikan dan sekarang bersikap seolah mereka ini dekat?

"Ya, baik."

"Eumm~ baguslah. Ayah seneng dengernya."

Sudah 1 jam berlalu. Elard meregangkan tubuhnya. Ia membuka kacamata belajarnya. Badannya tertoleh kesamping, menatap ayahnya yang ternyata sudah terlelap dengan tidur pada posisi setengah badannya berbaring. Ia menghela nafasnya. Merapikan laptop beserta buku-bukunya dan berlalu pergi menuju kamarnya.










Kalyan melenguh. Mengedipkan matanya beberapa kali. Ia terduduk dengan mata terpejam.

Ahh! Bukannya tadi malem ia menemani anak tengahnya ya?!

Matanya terbuka. Melihat pada meja bundar didepannya yang tidak ada apa-apa. Mungkinkah sang anak kembali kekamarnya ya. Yahh mungkin juga dirinya tadi malam ketiduran.

"Huftt~ eh?"

Kalyan menunduk. Melihat selimut yang menutupi sebagian tubuhnya. Uuh, selimut ini seperti... Seperti punya nya si El? Iya bener kok. Ia tidak mungkin salah!

Ia tersenyum tipis. Memegang selimut itu dengan erat. Elard... Manisnya anak itu.

•—•

"Ayolah Ken, jangan memaksa ku!"

Ken menarik lengan bosnya yang akan kabur. Saat ini mereka sedang berdebat didepan pintu masuk restoran. Benar! Pintu masuk restoran. Sangat memalukan karena orang-orang melihat mereka.

"Tuan, kita sudah sampai disini. Tidak mungkin kita kembali lagi. Bukannya tuan sudah setuju saat tadi kita dikantor?"

"Hei! Kamu yang memaksa ku." Ucap Kalyan ngotot merasa tak terima. Sejak kapan dirinya mau? Ahh sialan, pria ini lah yang menggeretnya bagai anjing liar.

Ken menghembuskan nafasnya frustasi. Ia seperti berhadapan dengan anak kecil. Kemana bosnya yang berwibawa itu?!!

"Sudah terlambat untuk merengek. Ayo masuk, client yang akan bekerjasama dengan perusahaan kita mungkin sudah menunggu didalam."

"Tidak Ken, tidak!! Please~ aku tidak tau caranya. Bagaimana kalau aku hanya mengacaukan nya saja."

Kalyan memukul-mukul tangan yang memeganginya. Ah maaf, mungkin lebih terlihat seperti menggeret. Tak perduli jika dilihat orang lain atau tidak. Tapi dia gak bisa! Huhuu kayak mana caranya dia untuk meyakini Ken. Apa dia bilang saja 'Ken, aku bukan bosmu. Aku hanya raga asing yang masuk kesini'. Tidak! Itu terdengar tidak waras.

Astaga Ken, sabar. Sabar jangan terbawa emosi. Ia tadinya ingin mendorong pintu restoran itu untuk memasukinya. Tapi karena gerakan tidak biasa dibelakangnya inilah yang membuatnya mundur dan tertarik.

"Tuan!"

Ken membentaknya. Lalu Kalyan tak ingin menatap Ken. Yang hanya dirinya inginkan adalah kembali pulang. Ia sungguh tak bisa! Dan dirinya tak tau bagaimana cara menghadapi apalah itu yang disebut client client.

Lengkungan bibir itu turun. Katakanlah dia kekanakan. Karena nyatanya memang ia. Salahkan saja kenapa dia harus memasuki tubuh yang sudah dewasa dengan segala pernak pernik perusahaan yang tak dimengerti nya.

"Aku mau Bima~ hanya dia yang mengerti apa mauku."

Ken mendekati Zeylan. Bahkan bosnya itu tidak ingin melihat wajahnya. Ada apa dengan bosnya ini? Apa selama berminggu-minggu tidak datang kekantor karena terjadi sesuatu pada dirinya? Hilang ingatan? Ah tidak mungkin Ken. Kalaupun iya pasti akan ada berita yang menyebar dari mulut ke mulut.

"Tuan..." Ken memegang setiap sisi bahu Zeylan. "Tidak apa-apa. Jika memang tuan tidak mengerti, nanti biar saya yang membantu tuan saat berbicara. Yang terpenting tuan ikut masuk, karena client kita ingin bertemu langsung dengan tuan." Ucapnya dengan nada halus. Membujuk Zeylan seperti saat ia membujuk keponakannya yang berusia 10 tahun.



"Tuan Zeylan~ senang bertemu anda."

—a y a h—

Ayah?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang