- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Titi masih menatap punggung suaminya yang kini berjalan menjauh bersama Marwan. Ia sengaja berhenti sejenak di persimpangan itu, karena ingin melihat sekilas ke arah rumah milik Bagja yang sedang dibangun ulang. Mengingat soal pocong yang dilihat oleh Marwan ataupun yang mendatangi Patmi, membuat Titi merasa penasaran tentang alasan munculnya pocong-pocong itu. Padahal di desa mereka sejak dulu selalu aman dan tenang. Tidak pernah ada makhluk halus yang mengganggu warga, meskipun ada banyak sekali pohon randu di sekitaran desa. Jadi ketika ada pocong-pocong mendadak bermunculan, tentu saja hal itu membuat Titi merasa resah.
Sesampainya di depan rumah, Titi segera membuka pagar dan menutupnya kembali setelah berada di halaman. Resti yang melihat kepulangan Sang Ibu segera membukakan pintu, agar Titi bisa segera beristirahat.
"Assalamu'alaikum," ucap Titi.
"Wa'alaikumsalam, Bu," balas Resti.
Resti menatap keluar selama beberapa saat setelah Titi masuk ke dalam rumah. Ia mencari-cari keberadaan Bapaknya, karena ia pikir Bapaknya berjalan lebih lama daripada Ibunya. Namun setelah beberapa saat berlalu, keberadaan Didin sama sekali tidak terlihat. Titi yang baru saja keluar dari dapur sambil membawa satu gelas air dingin menatap heran ke arah Resti.
"Kenapa kamu masih berdiri di situ, Nak? Pintunya enggak ditutup?" tanya Titi.
"Eh? Bapak enggak ikut Ibu pulang ke rumah?" Resti balik bertanya. "Tadi Bapak pergi sama-sama Ibu. Jadi aku pikir Bapak akan pulang juga karena Ibu sudah pulang."
Titi kini duduk di sofa sambil menikmati air dingin yang tadi ambilnya dari kulkas. Resti duduk di sampingnya, sambil memerhatikan raut wajah Titi yang tampak cukup gelisah.
"Bapak ke mana, Bu? Apakah Bapak masih berada di rumah Bibi Patmi?"
"Enggak. Bapak sudah enggak di rumahnya Bu Patmi. Pak Nugraha sudah pulang, jadi Bu Patmi sekarang ada yang menemani. Bapakmu langsung ke rumahnya Ayahnya Aji. Dia sudah tidak sabar ingin mengawasi rumah Pak Bagja," jawab Titi.
Resti pun mengerenyitkan keningnya, usai mendengar jawaban dari Titi.
"Kok langsung ke rumahnya Paman Marwan? Bukannya tadi Bapak janjian dengan Paman Marwan untuk mengawasi rumah Paman Bagja ba'da ashar, ya?" heran Resti.
"Iya. Tadinya memang begitu, Nak. Tapi setelah Bu Patmi pingsan mendadak seperti tadi, akhirnya Bapakmu dan Ayahnya Aji memutuskan untuk mengawasi rumah Pak Bagja sekarang juga. Mungkin mereka takut keadaan semakin tidak kondusif, kalau kemunculan pocong itu kembali terulang," jelas Titi.
Resti semakin tidak paham dengan alur pembicaraan Ibunya. Titi kembali meneguk air dingin di gelasnya, lalu mengambil nafas panjang setelahnya.
"Maksudnya bagaimana, Bu? Apa hubungannya antara kemunculan pocong di atap rumah Paman Bagja yang terlihat oleh Paman Marwan dengan pingsannya Bibi Patmi?"
Titi meletakkan gelasnya yang sudah kosong ke atas meja. Ia meraih bantal sofa, lalu melipat kakinya ke atas seraya memeluk bantal sofa itu di depan dadanya. Ia menatap wajah putri kesayangannya dan membelai rambut panjangnya dengan lembut.
"Bu Patmi mendadak pingsan saat sedang menimba air di sumur karena didatangi oleh pocong, Nak. Bu Patmi bilang, pocong itu melompat-lompat mendekat ke arahnya setelah dia tidak lagi menatap dan bicara dengan Bu Esih. Pocong itu berwajah hancur dan kedua matanya bolong. Dan Bu Patmi bilang, pocong itu juga senyum sangat lebar ke arahnya, sehingga membuat Bu Patmi ketakutan dan akhirnya pingsan."
Resti pun berjengit ngeri. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana menakutkannya kejadian itu bagi Patmi. Patmi jelas merasa takut, karena selama ini dia belum pernah melihat makhluk halus mendatanginya. Jadi sangat wajar menurut Resti, apabila Patmi langsung pingsan setelah melihat wujud pocong itu.
"Jadi itulah alasannya, mengapa Bapak langsung pergi ke rumah Ayahnya Aji untuk mengawasi rumah Pak Bagja. Pocong itu awalnya muncul di atap rumah Pak Bagja. Jadi Bapak dan Ayahnya Aji merasa ada yang janggal, karena pocong juga mendadak muncul dan mengganggu Bu Patmi."
Belum sempat Resti menanggapi cerita Titi, ponselnya mendadak berdering. Ia segera mengeluarkan benda pipih itu dari saku dasternya, lalu mengangkat panggilan telepon dari Septi. Titi tidak beranjak ke mana pun. Ia memilih diam di samping Resti. Sehingga Resti memilih menekan tombol loudspeaker pada ponselnya, agar suara Septi terdengar juga oleh Titi.
"Halo, Ti. Assalamu'alaikum," sapa Resti.
"Wa'alaikumsalam, Res. Aku mau kasih tahu kamu sesuatu," balas Septi.
"Iya, boleh. Kamu mau kasih tahu apa?"
"Aku barusan telepon Mas Aji, setelah selesai berbalas chat denganmu," ujar Septi.
Titi dan Resti sama-sama mendengarkan dengan serius.
"Aku menceritakan pada Mas Aji, soal pocong yang dilihat oleh Ayah kami di atap rumah Paman Bagja. Aku ceritakan hal itu seperti yang kamu ceritakan padaku tadi. Dan tanpa aku duga, Mas Aji langsung merespon ceritaku itu, Res."
"Oh, ya? Seperti apa responnya Mas Aji?" Resti ingin tahu.
"Mas Aji bilang, bahwa dia juga melihat pocong di samping rumah Paman Bagja tadi pagi sebelum berangkat ke kantor. Dia lihat pocong itu dari jendela kamarnya, yang memang pas sekali mengarah ke bagian samping rumah Paman Bagja."
Resti dan Titi pun langsung bereaksi, usai mendengar hal itu. Keduanya saling menatap satu sama lain, namun tak mengatakan apa-apa.
"Mas Aji juga bilang, pocong itu melompat-lompat bolak-balik di bagian samping rumah Paman Bagja, lalu menghilang ketika ada beberapa orang buruh bangunan yang lewat sambil membawa bahan bangunan. Tapi Mas Aji enggak cerita sama Ibu, karena dia masih ragu-ragu dan takut hanya salah lihat. Setelah dia dengar bahwa Ayah kami juga melihat pocong di atap rumah Paman Bagja, barulah dia yakin bahwa dirinya enggak salah lihat."
"Wah ... berarti sudah tiga orang yang melihat kemunculan pocong di desa kita hari ini," ujar Titi, merasa semakin resah.
"Apa Bibi bilang? Tiga orang?" tanya Septi, terdengar sangat kaget.
"Iya, Ti. Sudah tiga orang hari ini yang melihat kemunculan pocong. Pertama Mas Aji, yang melihat pocong itu di samping rumah Paman Bagja. Kedua Paman Marwan, yang melihat pocong itu di atas atap rumah Paman Bagja. Dan yang ketiga adalah Bibi Patmi, yang didatangi pocong saat sedang menimba air di sumur samping rumahnya," jawab Resti, runut.
"Astaghfirullah hal 'adzim," lirih Septi. "Kok bisa sampai ada tiga orang yang melihat pocong hari ini? Apakah menurut kamu dan Bibi, semua itu saling berkaitan dengan rumah Paman Bagja yang sedang dibangun ulang?"
"Bisa jadi, Nak Septi. Tapi sebaiknya kita jangan menyimpulkan lebih dulu jika belum ada petunjuk ataupun bukti. Saat ini Ayahmu dan Bapaknya Resti sedang mencoba mengawasi rumah Pak Bagja. Kita tunggu saja kabar dari mereka, agar kita tidak perlu berburuk sangka tanpa bukti," saran Titi.
* * *
SAMPAI JUMPA BESOK 🥰
SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA
(bagi yang menjalankan 🥰🙏🏻)

KAMU SEDANG MEMBACA
Pocong Pesugihan
Horror[COMPLETED] Rumah kecil itu mendadak dibangun menjadi sangat mewah. Penghuninya juga tidak lagi terlihat sederhana seperti dulu. Semuanya berubah. Mulai dari pakaian, aksesoris, alas kaki, dan bahkan memiliki mobil keluaran terbaru. Di tubuh mereka...