prolog

132 3 2
                                        

Odelia berdiri didepan kaca, memilah-milah baju apa yang akan ia pakai nantinya. Wajahnya sudah terlihat cantik dengan polesan make up.

Malam ini ia akan bertemu kiran, ia tau kiran mengajaknya bertemu pasti ingin meminta maaf soal semalam. Iya semalam mereka sempat ada selisih paham. Lebih tepatnya Odelia sekarang sedang mode ngambek.

Kilasan ingatan Odelia kembali pada kejadian semalam.

Flashback on

"ini serius kamu chat gini ke Yuna? Tanya Odelia, sambil terus menggulir layar ponsel Kiran.

"iya aku ga sadar kayaknya itu. Kalau kamu nemu chattan yang ga jelas itu aku lagi mabuk." Ujar Kiran dengan muka sok bersalahnya, Odelia hanya tersenyum sinis mendengar itu bahkan saat mabuk pun yang pria itu hubungi tetap mantannya.

"kamu marah?" tanya Kiran pelan.

Odelia menatap sekilas wajah Kiran, lalu ia menyondorkan ponsel pria itu."iya, kamu pikir aja sendiri."  Ia memilih untuk melihat bintang saja daripada menatap lama wajah Kiran.

"maaf."

Itu lagi, itu lagii.. sudah seberapa sering Kiran mengatakan itu dalam hubungan mereka, sampai Odelia rasanya tak bisa menghitung berapa kali kata maaf yang sudah ia dengar selama ini.

"kamu begitu terus?" ujar Odelia, dengan membuang pandangannya entah mengapa setiap dia ingin membahas tentang perasaannya, ia merasa selalu ingin menangis.

"kamu jaga banget perasaan, Yuna. Tapi aku?kamu ga mikirin perasaan aku."

Kiran hanya terdiam dengan kepala menduduk

" kenapa? ga terima." ucap Odelia,  kali ini ia menatap lama wajah itu dengan kesal.

kiran menggelengkan kepala nya. "Aku ga akan ngebantah, karena yang kamu bilang itu benar."

Lihat bahkan sekedar mengucapkan kata, untuk menenangkan Odelia saja tidak.

Flashback off

Odelia mengadahkan kepalanya, menahan buliran yang ingin jatuh merusak make upnya.

"oke, nanti lupain aja masalah itu, lagian waktu itu dia ga sadar."

____________

Sekarang Odelia sudah tiba di cafe nostalgia, tempat favorit mereka berdua. Dari kejauhan Odelia sudah melihat Kiran duduk di sudut cafe, di hadapannya sudah tersedia dua gelas, Odelia hapal sekali kebiasaan Kiran yang selalu memesan minuman sebelum dirinya datang.

Ia datang dengan senyuman manis, seolah melupakan bahwa ia harusnya sedang marah saat ini.

"Sudah lama datangnya?" Tanya Odelia, Kiran hanya menggelengkan kepala dengan senyuman kecil terpatri di bibirnya.

"Kamu kok ceria banget malam ini, kenapa?" Kiran menyesap kopinya, sambil menatap sekilas wajah Odelia.

masih mempertahankan senyumnya, Odelia menjawab "Kan ketemu cowo aku, senanglah."

Kiran menundukkan kepalanya saat mendengar ucapan ceria Odelia, ia mengaduk kopinya. lalu tesenyum kecil menatap gadis didepannya.

Keheningan terjadi sejenak. Sebelum suara Kiran memecahkan keheningan di antara mereka.

"Mau bahas soal semalam?" tanyanya pelan.

Jujur saat itu perasaan takut sedikit menghinggapi relung hati Odelia, tapi ia meyakinkan diri bahwa pembahasan ini akan membawa ujung yang baik.

"Boleh, kamu mau bahas itu sekarang."

Kiran menganggukkan kepalanya, kemudian ia mulai berbicara. "Soal semalam, jujur aku kepikiran sama omongan kamu."

Odelia hanya diam, menunggu setiap kata per kata yang akan keluar dari mulut Kiran.

"Aku ga tidur semalaman loh, mikirin itu." Kali ini ditabur dengan nada candaan, Odelia ikut tertawa kecil. Mungkin ini awal bagus Kiran mulai menyadari kesalahannya.

Lalu nada bicaranya mulai memelan. "Aku tau kamu bakal marah, setiap aku hubungi Yuna. Tapi aku ga bisa nahan untuk gak hubungin dia. Aku sudah coba."

"Coba apa?" ingin rasanya Odelia mengatakan itu, tapi ia hanya menunggu.

"Aku pikir, aku bisa lupain dia. " lanjut Kiran. "Tapi setelah kejadian semalam. aku sadar, kalau aku masih ditempat yang sama."

"jadi? Selama ini kamu sama aku biar bisa move on dari dia, Aku pelarian kamu?" Akhirnya Odelia, membuka suara. 

"Engga". Kiran menatapnya, kali ini benar-benar menatapnya. "Lia, aku sayang sama kamu. Tapi bukan seperti yang seharusnya."

Odelia merasakan sesuatu didadanya pecah entah itu kepercayaan, entah itu harapan.

"Mau kamu apa? Kamu mau putuskan." Suara Odelia terdengar pelan, tapi dari nadanya siapa saja tau ia sedang menahan tangisnya.

Kiran hanya bisa diam dengan kepala tertunduk, membuat Odelia akhirnya tau bahwa mereka benar-benar berakhir malam ini.

Untuk pertama kalinya, ia yang pergi lebih dulu meninggalkan cafe, meninggalkan kursi kosong yang kini benar-benar tak akan terisi lagi, antara ia dan Kiran.

🎀🎀🎀

haiii semuanyaa, selamat datang diceritaku🤗

semoga kalian suka ya.

see you guyssss🤍

yang mau lanjut komen next yaaaaw.

ᴀ ᴛᴀʙʟᴇ ғᴏʀ ᴛᴡᴏWhere stories live. Discover now