3 | Merasa Teryakinkan

1.4K 99 9
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Resti pun menutup pintu dan menguncinya seperti yang Marwan pesankan. Ia mencoba melihat ke arah rumah Patmi dari jendela. Namun sayang, ia tak bisa melihat apa-apa meski hanya sedikit. Pandangan Resti dari jendela itu terhalang pohon palem botol milik tetangga di sebelah rumah, sehingga kini ia hanya bisa menahan rasa penasaran seorang diri.

Wanita itu merogoh saku dasternya dan mengeluarkan ponsel. Ia kembali teringat dengan pembicaraan antara Didin dan Marwan, sehingga membuatnya ingin membicarakan hal itu dengan Septi.

RESTI
Assalamu'alaikum, Ti. Kamu sedang sibuk atau enggak di toko? Aku mau bicarakan sesuatu.

Setelah mengirim pesan itu, Resti meletakkan ponselnya ke atas meja ruang tamu. Ia kembali mencoba menatap keluar jendela sambil memicingkan kedua matanya, agar bisa menembus celah-celah pohon palem di rumah tetangga. Ia merasa penasaran dengan apa yang terjadi pada Patmi, karena Ibunya sama sekali belum memberi kabar. Ponsel milik Resti pun berdering tak lama kemudian. Resti segera meraihnya dari meja, lalu membaca pesan masuk dari Septi.

SEPTI
Wa'alaikumsalam, Res. Aku enggak terlalu sibuk hari ini. Semua pekerjaan di toko sudah dihandle sama Wita. Ada apa, Res? Apa yang mau kamu bicarakan?

RESTI
Aku mau bicara soal rumahnya Amira yang sedang dibangun ulang. Tadi Ayahmu datang ke sini dan bicara sama Bapakku. Ayahmu bilang, kalau tadi Beliau melihat pocong di atap rumah Amira, padahal atap rumah itu sudah dibongkar dan hanya menyisakan kerangka saja. Pocong itu berwajah hancur dan hangus. Pocongnya langsung hilang, waktu ada beberapa buruh bangunan yang naik ke atap.

Di seberang sana, Septi membaca pesan itu dengan perasaan tidak tenang. Seketika ia memikirkan Amira, yang sampai hari itu belum juga memberi kabar padanya ataupun pada Resti. Sejak Rusna bertengkar dengan Patmi, Amira tidak lagi bicara apa-apa pada Septi dan Resti. Bahkan Amira sama sekali tidak berpamitan ketika akan pergi. Padahal biasanya, Amira akan selalu bilang pada mereka akan pergi ke mana dan kapan dia akan kembali. Namun kali itu semuanya mendadak berbeda. Kini, pada saat rumah Amira sedang dibangun ulang, Ayahnya justru melihat ada pocong yang menampakkan diri disiang hari. Hal itu jelas menambah kegelisahan dalam hati Septi mengenai Amira.

SEPTI
Selain dari kemunculan pocong yang dilihat oleh Ayahku, apakah ada kabar lain yang kamu dengar soal Amira?

RESTI
Kalau kabar soal Amira justru aku dengar dari Ibuku, Ti. Ibuku bilang, Ibumu tadi menyampaikan soal keberadaan Amira melalui chat di grup WhatsApp. Katanya Amira masih berada di kampung halamannya dan masih ingin berlibur. Makanya yang pulang ke sini hanyalah Paman Bagja dan Bibi Rusna. Kamu sudah coba hubungi Amira lagi, Ti? Aku sudah chat dia berkali-kali, tapi chatku tidak pernah masuk.

SEPTI
Sama, Res. Chat yang aku kirim pada Amira juga enggak pernah masuk. Mungkin di kampungnya sinyal tidak terlalu bagus seperti di tempat-tempat lain. Kalau begitu, baiknya nanti aku coba tanya langsung saja pada Bibi Rusna setelah pulang kerja. Aku benar-benar khawatir dengan keadaan Amira, Res. Aku belum bisa tenang.

RESTI
Setuju. Ayo kita tanyakan sama-sama. Aku akan ke rumahmu sore nanti, agar kita bisa bertanya pada Bibi Rusna.

Setelah selesai bicara dengan Resti, Septi masih saja menatap ponselnya. Perasaan resah yang dirasakannya masih juga bercokol dalam dada. Amira yang belum juga memberi kabar dan kemunculan pocong di atap rumah wanita itu membuatnya sulit untuk mengabaikannya. Hal itu membuatnya ingin mengutarakan keluh-kesah, meski tahu bahwa keluh-kesahnya tidak akan membawa perubahan apa pun.

Nada sambung terdengar jelas di telinga Septi. Ia menunggu dengan tenang, karena ingin membicarakan mengenai Amira. Ia ingin mendengar pendapat. Ia ingin perasaannya tidak lagi terasa kacau.

"Halo, Dek. Assalamu'alaikum," sapa Aji, ketika akhirnya mengangkat telepon.

"Wa'alaikumsalam, Mas. Mas Aji lagi sibuk atau enggak? Kalau seandainya sibuk, aku ngomongnya nanti saja setelah Mas Aji selesai kerja," ujar Septi.

"Enggak, kok. Aku baru selesai shalat dzuhur dan baru akan makan siang. Kamu mau ngomong apa, Dek? Ngomong saja, Insya Allah aku pasti akan mendengarkan kamu."

Septi pun merasa lega. Ia merasa senang karena Aji selalu punya waktu untuknya, meski sedang berada di tengah waktu kerja.

"Aku mau bicara soal rumahnya Amira, Mas."

"Amira? Ada apa sama rumahnya Amira, Dek?" tanya Aji, santai.

"Tadi Resti chat aku, Mas. Katanya Ayah datang ke rumahnya dan bicara dengan Paman Didin. Resti dengar, Ayah katanya melihat pocong di atap rumah Amira yang sedang dibangun ulang, Mas, padahal atap itu sudah dibongkar dan hanya tinggal kerangka saja. Pocong itu berwajah hancur dan hangus. Ayah melihatnya ada di sana dan baru menghilang ketika ada buruh bangunan yang naik ke atap," jawab Septi.

Aji pun terdiam cukup lama, setelah mendengar yang disampaikan oleh Septi.

"Berarti tadi pagi aku enggak salah lihat, dong?" gumam Aji, tanpa sadar.

Septi mendengar gumaman itu dan langsung mengerenyitkan keningnya.

"Apa, Mas? Mas Aji enggak salah lihat? Memangnya Mas Aji lihat apa tadi pagi?" Septi merasa penasaran.

Aji pun mencoba menenangkan pikirannya, yang sedang mengingat kembali soal pocong di samping rumah milik orangtua Amira.

"Tadi pagi waktu aku selesai berpakaian dan sudah akan berangkat ke kantor, aku sempat ambil tas kerjaku dulu di tempat biasa aku simpan. Terus, enggak sengaja aku melihat keluar jendela. Jendela kamarku itu 'kan pas banget terarah ke bagian samping rumah Paman Bagja. Nah, di situ aku lihat ada pocong yang sedang lompat-lompat bolak-balik beberapa kali. Pocong itu hilang dari penglihatanku, waktu ada beberapa buruh bangunan yang lewat sambil membawa alat-alat bangunan menuju ke depan. Tapi aku enggak bilang apa-apa sama Ibu. Karena kupikir, mungkin aku tadi salah lihat," jelas Aji.

Septi pun tidak bisa berkata-kata, setelah mendengar penjelasan Aji. Ia tahu bahwa itu bukanlah kebohongan. Aji memang mewarisi kelebihan Ayah mereka sejak lahir. Dia bisa melihat makhluk halus seperti Marwan melihatnya selama ini. Hal itu membuat Septi percaya, bahwa apa yang disampaikan oleh Marwan kepada Didin bukanlah halusinasi belaka.

"Ya Allah, apa artinya kemunculan pocong itu di sekitaran rumah Amira? Kenapa mendadak sekali ada pocong yang muncul, ketika rumah itu akhirnya akan dibangun ulang? Apakah hal itu ada kaitannya dengan kepergian Amira dan keluarganya dua minggu lalu?" batin Septi.

"Dek? Kamu masih mendengarakan aku, 'kan?" tegur Aji, yang merasa bingung karena tidak mendapat tanggapan dari Septi.

Septi pun tersadar ketika kembali mendengar suara Aji, lalu kembali fokus pada sambungan telepon yang masih berlangsung.

"I--iya, Mas. Aku masih mendengarkan Mas Aji, kok. Uhm ... kalau begitu aku tutup dulu teleponnya, ya, Mas. Aku mau coba bicarakan lagi dengan Resti mengenai apa yang tadi pagi Mas Aji lihat," pamit Septi.

* * *

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA
(bagi yang menjalankan 🥰🙏🏻)

Pocong PesugihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang