Benda itu ia sembunyikan di belakang badan, matanya bergulir ke kanan dan kiri, entah sadar atau tidak pipinya sedikit mengembung. Dan jangan lupakan, permen yang masih menyumpal mulutnya.Raka, anak itu sedikit gelisah. Namun wajahnya tetap datar. Pandangannya ia alihkan ke mana-mana agar tidak bertatap dengan orang di depannya ini.
Galaksi namanya. Orang yang sekarang tengah bersedekap dada dengan pandangan datar ke arah bocah yang kini tengah menyembunyikan skateboard miliknya di belakang badan.
"Itu ... punya gue!" Galaksi menekan kalimatnya. Ia mati-matian menahan rasa ingin mencubit pipi bocah pencuri ini. Tapi tidak untuk sekarang. Ia harus mengambil balik skateboard kesayangannya itu.
Menyesal dia meninggalkan papan seluncur itu di depan minimarket, dan ketika dia keluar benda tersebut sudah hilang macam ditelan tuyul. Ah, maksudnya ditelan bumi.
"Ini punya kamu?" tanya Raka memastikan. Galaksi menjawab sebagai anggukan.
"Tapi ini udah dibuang." Oh ayolah, Raka sudah terlanjur sayang pada benda tersebut. Ia tidak mau mengembalikannya.
Sebenarnya kalau mau yang lebih bagus tinggal ngomong sama bonyoknya. Tapi Raka tidak mau. Ia tetap mau yang ini. Dasar bocah.
"Nggak, itu gak dibuang. Gue gak sengaja ninggalinnya di depan minimarket."
Raka menggeleng. Ia sedikit menggigit tangkai permennya. "Tapi ini udah jadi milikku."
"Hah, tapi kan-"
"Aku yang nemuinnya, jadi ini punyaku."
"Balikin, adik manis. Itu punya gue, plisss..." Galaksi menatap Raka memelas.
Raka kembali menggeleng. Cih, mana yang katanya pinjam bentar terus nanti dibalikin? Aih, ternyata Raka hanya membual.
"Nggak mau!"
Galaksi menghela napas berat. Ia seperti meminta sesuatu pada bayi sekarang. "Nanti dikasih permen, tapi balikin dulu."
Raka mendengus. Memangnya ia anak kecil apa yang dikasih permen langsung mau? Jangan tanya ya, ia tidak pernah luluh dikasih iming-iming permen tuh!
Kringg!
Ah, bel masuk sudah berbunyi.
Galaksi kembali menatap Raka setelah dia mengalihkan pandangan sedetik barusan. Seketika rahangnya jatuh saat melihat Raka berlari sekencang naruto untuk menghindarinya.
Anak itu kabur.
Membawa skateboardnya.
Pencuri kecil itu benar-benar!
•••
"Ini bekal untuk Kakak."
Mengangkat alisnya saat sang adik menyodorkan sebuah kotak bekal pada dirinya.
Awalnya tadi setelah bel istirahat berbunyi, Raka tidak mau ke kantin, Ivan juga tidak menemuinya. Jadi, Raka hanya berjalan-jalan di koridor karena bosan.
Sebenarnya dia mau tidur saja di kelas, tapi ada Ichak yang menganggunya dengan memberi pertanyaan tentang:
Kenapa bumi bulat?
Kantong Doraemon beli di mana sih?
Duyung lahiran darimana?
Kok setan serem ya?
"Kalo berisik kamu!" Setelah mengatakan itu Raka langsung keluar dari kelas.
Kay menunggu Kakaknya untuk mengambil kotak bekal di tangannya yang mengudara. Dirinya menggigit bibir bawah dikarenakan sedikit gugup dan resah. Apakah sang Kakak tidak mau menerimanya? Apa mungkin dia masih marah karena kemarin?
Perihal bekal ini sesungguhnya Gisel yang membuatnya. Entah belum berani atau kenapa, ia malah menitipkan pada Kay dan berpesan untuk memberikannya pada Raka.
Tangan Raka tergerak mengambilnya. Kay bernapas lega, ternyata Raka mau menerima itu.
Angin bertiup sepoi-sepoi, menggerakkan poni pendek Kay. Ia memejamkan mata, perasaan nyaman dan asing menggerogoti relung hatinya saat tangan selembut sutra itu menyentuh kepalanya, diusap pelan dan disusul dengan ucapan dalam penuh makna:
"Makasih."
Setelah mengucapkan terima kasih, Raka kembali menarik tangannya dari kepala Kay. Telapak tangan itu sedikit bergetar, perasaan yang tak bisa dideskripsikan membuncah dari dirinya. Dia senang, Raka sudah seperti seorang abang, bukan?
Tak sia-sia dia memperhatikan para abang-abangnya bersikap sebelumnya.
Kruk kruk!
Eh, suara perut siapa itu?
Raka menatap Kay yang memalingkan wajahnya. Jika memperhatikan lebih jelas, telinga anak itu sedikit memerah.
"Tadi gak sempet ke kantin, hehe." Kay menyengir. Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal karena terus ditatap oleh Raka.
Dasar perut! Bikin malu saja.
•••
"Makan. Kita bagi dua," Raka meletakkan kotak bekal yang sudah dibuka di atas meja yang membatasi antara dirinya dan sang adik.
Mereka sekarang berada di kelas. Yah, hanya berdua.
Kay yang masih mencerna situasi hanya terdiam. Kembali beberapa menit lalu, tangannya ditarik oleh Raka dan dipaksa untuk masuk ke dalam kelas Kakaknya. Mereka duduk di kursi, berhadapan, dan meja sebagai jaraknya.
Lalu, sekarang sang Kakak ingin berbagi makanan dengannya. Lucu sekali, tak pernah terpikirkan kalau Raka semanis ini.
"Kay, kamu lapar, kan? Ayo makan." Raka lebih dulu mengambil sepotong roti tawar yang diisi selai strawberry. Menggigitnya kecil, dengan dahi mengernyit karena sang adik tak kunjung tanggap.
Tak ditanggapi, Raka jadi kesal. Ia membelah kecil roti miliknya, kemudian menyumpal mulut sang adik dengan cepat. "Kamu banyak diem, pasti lapar kan?" Dia berpikir kalau adiknya tak kunjung bicara karena terlalu lapar.
Kay tersentak, dia hendak protes. Tapi ketika sadar kalau yang menyuapinya Raka, niatnya ia urungkan dan digantikan dengan senyuman kecil.
"Hm, enak!" kata Kay antusias. Menurutnya roti itu biasa saja. Namun, karena melihat sang Kakak yang tanpa sadar kalau matanya berbinar karena menunggu reaksinya, Kay tak bisa menutupi rasa senangnya.
Raka tertawa kecil, ia puas dengan reaksi Kay. Memotong kecil rotinya, ia menyuapi adiknya sekali lagi. "Ini, makan lagi." Kay menerimanya baik tanpa bantahan.
Raka kembali tertawa. Entahlah, menurutnya menyuapi adiknya sangat menyenangkan, apalagi ketika melihat wajah senang dan mata berbinar-binar itu.
Kay mengunyah sembari menatap Raka. Tawa sang Kakak mengalun sangat indah di telinganya, baru pertama kali dia bisa melihat Kakaknya tertawa puas seperti ini.
"Kakak harus makan juga. Ini aku suapin."
Kita awali dengan yang manis-manis dulu (≧▽≦)

KAMU SEDANG MEMBACA
Raka Alandra (The End)
Teen Fiction"Dengan cara apa lagi agar aku bisa mendapatkan kasih sayang?" Namun... "Ya Tuhan! Terima kasih sudah mengulang masa laluku, sekarang aku tidak akan bersikap seperti dulu lagi. Aku tidak mau mati muda!