[05] Bapak Percaya Hantu?

481 113 17
                                    


Zeze mengintip jam tangannya sekilas. Ternyata, hujan di malam hari tak menyurutkan para pengendara untuk tetap melaju kencang di jalanan ibu kota. Semakin larut, rintiknya semakin menderas. Hingga menciptakan cipratan-cipratan dari genangan yang mengalir di atas aspal.

Perhatiannya tercuri pada batang puntung rokok yang masih setengah utuh dan terlempar di antara paving block. Asap yang melayang perlahan hilang oleh basah yang terserap.

"Kenapa nggak masuk?" tanya Gavin. Pria itu sedikit membuang muka saat menghembuskan asap terakhirnya.

Keduanya masih sama-sama bersandar pada tembok gedung sembari menikmati suara hujan dan kilat kecil yang bersahutan.

“Invitation only kan, Pak? Mas Aby udah bareng Mbak Hanif as partner. Lagian, sebenarnya saya juga nggak berniat ikut. Cuma... malas aja sendirian di rumah.” Zeze menunduk menggerak-gerakkan kepala doraemon dengan jari kakinya. "Nggak apa-apa lah nunggu bentar," jawabnya sambil tertawa kecil. Menertawakan keadaan yang kurang bisa ia terima. Keadaan yang masih menjadi tanda tanya besar tentang apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa itu terjadi.

Gavin kemudian melihat jam tangannya. Ia sudah bertemu Aby sejak satu jam yang lalu.

"Bapak sendiri kenapa di luar?" balas Zeze bertanya.

"Ramai."

"Hm...." Zeze mengangguk-angguk. "Bapak nggak suka ramai? Bapak introvert ya? Tapi emang orang introvert itu rata-rata nggak suka keramaian sih, ya. Kata Mas Aby, yang punya Noire Blanc ini temen kuliahnya, berarti teman Pak Gavin juga?"

Gavin hanya mengangguk sebagai jawaban.

“Koleksinya emang bagus-bagus sih. Apalagi season winter ini,” Zeze terdengar kagum. "Pak Gavin nggak beli koleksi terbarunya?"

Gavin menoleh menatapnya dengan kerut di antara alis seolah mempertanyakan untuk apa ia membeli perhiasan. Tapi Zeze hanya berani membalas tatapan itu tak lebih dari dua detik. Ia lalu kembali mencari topik.

"Di season kali ini mereka ngeluarin tema simple and classy tapi kelihatannya mewah dan elegan. Saya kemarin sempat lihat koleksinya di teaser web. Bagus banget," Zeze tersenyum.

"Lengan kamu kenapa?"

"Hah?" Zeze cukup terkejut dengan pertanyaan di luar pembahasannya itu. Ia lalu mengikuti arah mata Gavin yang memperhatikan warna merah di pundaknya. Tanpa sadar sedari tadi Zeze terus mengelus lengan dan pundaknya karena udara yang semakin dingin. Dan itu menarik perhatian pria itu. "Oh, ini tadi nggak sengaja ketumpahan kuah tomyam suki waktu acara makan malam marketing. Hari ini bonus cair, Mas Dimas langsung booking tempat di AYCE. Makasih ya Pak," Zeze memiringkan kepalanya, tersenyum senang dan berterima kasih dengan tulus.

Gavin masih menatapnya. Kali ini malah muncul kernyitan di dahinya. "Itu hasil kerja keras kalian," ucapnya lalu kembali menatap hujan.

"Tapi kan di situ ada kerja keras tim produksi juga. Dan ... saya seneng banget lho Pak, bisa kerja di sana. Sekali lagi, makasih ya atas kesempatannya." Ia benar-benar bersyukur akan hal itu.

Dehaman Gavin terdengar, ia kemudian melepas blazernya lalu mengangsurkannya kepada Zeze tanpa menatap.

Zeze mengernyit seketika. "Kenapa Pak?" tangan Zeze melayang ragu antara mau menerimanya atau tidak.

"Pakai, buat menutupi baju atas kamu yang basah."

Zeze seketika menatap pundaknya. "Oh..." Tangannya perlahan menerima blazer abu-abu itu dan memakainya dengan hati-hati. Membuat udara dingin tak lagi menyerang langsung kulit lengannya. Ia lantas melirik anak bosnya itu. Sepertinya Pak Gavin memang suka menumpuk t-shirt dengan blazer atau kemeja kotak-kotak. Mungkin karena tidak ada aturan memakai pakaian formal di kantor sehingga para lelaki di sana lebih suka memakai t-shirt dan celana jeans seperti yang dipakai Gavin sekarang.

THE NIGHT BETWEEN USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang