Terkadang, yang memeluk sebenarnya ingin menusuk, yang mengobati sebenarnya yang melukai, dan yang menenangkan sebenarnya menghancurkan. Hati-hati, mereka yang terlihat pahlawan, bisa saja yang sebenarnya menikam.
Di sebuah kamar yang bernuansa gelap. Dinding dengan warna abu-abu serta kombinasi hitam, berpadu dengan lampu LED ungu atau biru yang redup yang tertempel di langit-langit menciptakan suasana yang misterius. Namun itu nyaman bagi gadis yang tengah mendudukkan tubuhnya di bangku belajarnya. Belva, ya dia adalah Belva.
tok.. tok.. tok..
"Misi non Belva," seru salah satu asisten rumah tangga sambil mengetuk pintu kamar Belva.
"Masuk bi, ga dikunci," balasnya.
"Ini ada paket buat non."
"Hah? Perasaan saya ga ada mesan paket deh, Bi."
"Waduh, saya juga ga tau non. Saya juga dapat ini dari Pak Rudi, security sift malam," jawabnya.
"Oke deh, makasih ya bi."
"Nggih, sami-sami non," balas ART itu, lalu meninggalkan kamar Belva.
"Aneh. Ini bukan paket yang gue beli dari toko online. Datangnya malam, terus ga ada nama pengirimannya," ujarnya pada dirinya sendiri.
Kini gadis itu bergelut dengan rasa penasaran. Untuk memecahkan itu, ia memutuskan untuk membukanya. Belva membuka laci meja belajarnya, mengambil sebuah cutter. Perlahan, ia merobek bungkus paket dengan bahan plastik itu. Hingga tampaklah wujud dalamnya, sebuah kotak berwarna hitam.
"Kotak apa nih? Kotaknya mirip barang kuno anjir, isinya apa ya?"
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Belva memutuskan untuk membuka kotak itu.
Deggg!
Kain kafan, darah, miniatur kayu berbentuk peti mati, boneka bermata hitam, topeng badut, kembang tujuh rupa, serta katana yang berukuran kecil.
Betapa terkejutnya gadis itu melihat isi kotak hitam itu. Darah itu? Darah segar. Sehingga menciptakan aroma amis yang menyebar. Kain kafan itu, Berdarah dan Bertanah. Miniatur kayu itu? Bentuknya sama persis dengan peti mati. Boneka itu? Menyeramkan. Matanya hitam, rambutnya berantakan, pakaiannya penuh robekan. Bau amis darah serta bau kembang tujuh rupa yang berpadu menghasilkan aroma yang tidak bersahabat. Sangat menyeramkan.
"Orang sinting mana yang ngirim ini semua anjing," umpatnya dengan perasaan yang masih terkejut.
"Gue harus cari tahu, ini bukan yang pertama kalinya. Kemarin ngelempar kaca jendela kamar gue, ini ngirim beginian, besok-besok apa lagi?" Tambahnya.
Ia menutup kotak lalu menyimpannya. Setelah itu, gadis itu turun menuju pos security yang berada di dekat gerbang rumahnya.
"Pak Rudi," tegur Belva terhadap satpam itu.
"Eh neng Belva, ada apa neng?"
"Pak, yang ngasih paket buat saya itu siapa ya?"
"Oh, cewe neng. Saya juga ga kenal, saya kira itu temannya neng Belva."
"Bukan Pak, ciri-ciri orangnya gimana ya Pak?"
"Rambutnya lurus, hitam, panjangnya sebahu, dia pake masker hitam neng, jadi saya ga lihat wajahnya. Terus dia pakai sweeter warna cokelat. Itu aja sih yang ingat," titah Pak Rudi.
"Oke deh, makasi ya Pak."
"Oh iya neng. Tadi ada yang ngasih ini juga. Saya tadi lupa nitipinnya ke Bi Ijah," ujarnya sambil memberi sebuah amplop putih pada Belva.
"Ini dari orang yang sama, Pak?"
"Beda, neng. Kalo ini yang nganter orangnya laki-laki."
"Pake pakaian tertutup dan masker juga Pak?"
"Engga neng, dia cuma pakai hoodie, tapi saya ga terlalu merhatiin wajahnya."
"Oke deh Pak, kalo gitu saya naik dulu ya."
"Siap neng."
Setelah perbincangan itu, Belva kembali masuk ke dalam rumah. Namun saat hendak menaiki tangga, sang ibu sambung menghampiri. "Belva, kamu belum tidur, nak?" Tanya nya.
"Ya lo liat gue udah tidur kah?"
"Jangan lama-lama tidurnya apa lagi sampai begadang nak, ga baik buat kamu."
"Suka-suka gue. Oh ya, lo jangan sampai nyentuh sedikitpun barang-barang mama gue, apa lagi sampai pakai bajunya," ujar Belva dengan wajah sinis.
"Iya..., itu udah pasti nak."
Setelah perbincangan singkat itu, Belva naik menuju kamarnya. Tak sabar ingin tahu apa lagi yang ia dapatkan itu.
Sesampainya di kamar, gadis itu langsung membuka amplop itu, hingga menampakkan sebuah kalimat yang tak beraturan, ntah apa artinya.
"SHPEXQXK"
"Sandi lagi?" Monolognya. Ia menelaah apa maksud dari surat itu. Ia duduk di meja belajarnya. Matanya menatap layar laptop dengan tajam, disertai tumpukan kertas penuh coretan. Jari-jarinya begitu lihai, laksana menari di atas keyboard. Bayangan samar terbentuk di dinding belakangnya, cahaya dari laptop memantulkan cahaya ke wajahnya, memperlihatkan ekspresi yang sangat serius. Sesekali, ia menggigit bibir bawahnya atau mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja, berpikir keras.
Ia masih bergelut dengan secarik kertas dengan tulisan tangan yang tampak seperti sandi huruf-huruf acak yang ia belum paham. Sesekali, gadis itu menyeruput kopi hangat yang ada di samping mejanya.
Ia mulai menerka jawaban, "Sandi Atbash? Coba gue cari."
"Bukan. Terus ini sandi apa ya?"
"I know, Caesar Cipher. Menggeser huruf pakai pola tertentu. Gue coba geser 2 huruf ke depan, berarti A=C, B=D, C=E, dan seterusnya. Oke gue bakal masukin ke kata dalam surat ini."
"Jancok, salah. Oke coba geser 3 huruf ke depan, berarti A=D, B=E, C=F, dan seterusnya. Oke, tinggal masukin ke kata. Jadi, huruf-huruf dalam surat ini digeser 3 huruf ke belakang. Jadinya, S=P, H=E, P=M, E=B, X=U, Q=N, X=U, dan K=H."
"PEMBUNUH"

KAMU SEDANG MEMBACA
WHO IS THE VILLAIN?
Mystery / Thrillermisteri. 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘩𝘢𝘨𝘪𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘵𝘦𝘮𝘢𝘯 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘭𝘢𝘸𝘢𝘯.