Senang banget akhirnya cerita ini mulai ramai💐🫰🏻 semoga kalian terhibur dengan cerita-cerita di sini ya 🫶🏻
Selamat Membaca ♡
Buat kalian yang rajin vote dan komen 🫰🏻
• • • • • • •
Semua pasang mata tertuju pada sebuah mobil sedan berwarna hitam mewah yang baru saja memasuki area SMA Mandala. Bukan hanya mobil dengan harga fantastis itu yang menjadi pusat perhatian, tetapi juga seorang gadis yang duduk di bangku belakang mobil dan kini dibukakan pintu oleh Bodyguard pribadinya.
Keluarnya gadis itu dari dalam mobil, memaku setiap tatapan agar terus terarah padanya. Cantik, pintar, populer dan kaya raya, itulah Vanilla Lattesia. Sudut pandang mereka selalu meyakini jika Vanilla hidup dalam kesempurnaan.
Kemeja putih sebagai inner yang kerahnya tersemat dasi panjang, dibaluti vest abu-abu senada dengan rok sebatas paha, lalu rambut tergerainya yang dihiasi bucket hat abu-abu membuat Vanilla terlihat trendy. Vanilla selalu tampil modis meski itu saat ia berada di sekolah.
Aura anak orang kaya dari dirinya terasa begitu jelas. Aroma-aroma uang yang melimpah seakan tercium saat melihat keberadaan Vanilla.
Sewaktu pertama kali menginjakkan kakinya di sekolah ini, Vanilla sudah menjadi topik pembicaraan hangat. Parasnya yang cantik, bekerja sebagai beauty influencer di usia muda yang begitu terkenal di Instagram mau pun Tiktok dan latar belakang keluarganya yang sudah diketahui ranah publik menjadikannya populer dalam sehari di SMA Mandala.
Sangat cepat, bukan?
Vanilla berada di kelas unggulan--- kelas 11 IPA 1 yang berisikan murid-murid pintar dan kebanyakan berasal dari golongan atas. Bukannya merasa senang berada di kelas elit dan diajak berteman baik dengan murid-murid di dalam sana, Vanilla justru merasa risih, karena mereka mendekati dirinya dengan maksud dan tujuan tertentu.
Vanilla masih ingat saat murid-murid di kelasnya mengajaknya berkenalan. Terlihat sekali tak tulus ingin berteman, lebih ke ingin memanfaatkan status sosial.
"Hai Vanilla. Papa kamu hebat banget. Kemarin aku liat Papa kamu di majalah, masuk sepuluh besar sebagai pengusaha terkaya di Indonesia. Keren banget."
"Ya ampun, Vanilla. Ini jam tangan keluaran terbaru 'kan? Aaa beruntung banget kamu bisa beli. Aku aja baru bisa beli yang keluaran tahun kemarin."
"Papa aku pengen banget lho bisa kerja sama dengan perusahaan Papa kamu, Vanilla."
"Lo cantik banget Vanilla. Selain skincare, pasti lo rajin treatment kecantikan, iya 'kan? Kapan-kapan ajak gue dong ke klinik yang sering lo datangi."
"Gila, gue seneng banget bisa sekelas dengan selebgram. Ternyata lebih cantik aslinya daripada di sosmed."
Dan masih ada beberapa pujian-pujian terselubung yang didapatkannya. Vanilla saat itu hanya diam, tak tau ingin mengatakan apa, hingga memicu prasangka yang tidak-tidak di benak teman-teman sekelasnya. Padahal Vanilla hanya ingin mendengarkan kalimat sederhana dari mulut mereka.
Seperti ....
"Hai Vanilla, senang berkenalan dengan kamu. Semoga kita bisa berteman baik, ya?"
Hanya itu. Tetapi tak ada satu pun dari mereka yang melontarkan kata berteman. Mereka lebih sibuk membahas status sosial Vanilla. Apa-apa selalu saja mengarah ke kekayaan, kepopulerannya di sosial media dan kecantikannya. Kalau boleh jujur, Vanilla sangat muak dengan itu semua.
