Annyeong!! Nikmati alurnya dan tinggalkan jejak vote and comments<3
{HAPPY READING}
"Nata!!"
Suara nyaring itu menggema di perpustakaan yang seharusnya tenang. Gadis berambut sebahu itu melangkah masuk dengan percaya diri, membawa sebuah kotak bekal di tangannya.
Seketika, atensi seluruh penghuni perpustakaan beralih kepadanya, termasuk Pak Wawan, guru penjaga perpus yang terkenal galak.
Gadis itu berhenti di ambang pintu, menyadari tatapan tajam yang kini tertuju padanya. Dengan cengiran lebar, ia mengecilkan suaranya, "Hehehe, ada Pak Wawan..."
Alis Pak Wawan langsung menukik tajam, ekspresinya jelas tidak terkesan. Gadis itu tetap bertahan, mengangkat tangannya membentuk tanda peace dengan senyum manis.
Senyum yang bagi Pak Wawan lebih menyerupai senyuman iblis. "Melodi Nada," suara berat Pak Wawan memecah keheningan.
"Perpustakaan bukan tempat konser. Suaramu bisa terdengar sampai luar," lanjutnya.
Melodi tertawa kecil, lalu berjalan lebih pelan, menghampiri meja di sudut ruangan di mana seorang cowok berkacamata tengah duduk dengan buku tebal terbuka di depannya.
Sonata Irama.
"Lo tuh ngapain sih di sini terus?" bisiknya seraya menarik kursi di seberang Sonata dan meletakkan bekal di atas meja.
Sonata menghela napas, menandai halaman bukunya dengan teliti sebelum akhirnya menatap Melodi dengan sorot datar. "Belajar."
"Belajar mulu. Hidup lo nggak bosen?"
Sonata tidak langsung menjawab. Ia menyesuaikan posisi kacamatanya, lalu menatap Melodi dengan ekspresi seakan lelah menghadapi tingkah cewek di depannya.
"Kalau saya nggak belajar, saya bisa kehilangan beasiswa," jawabnya pelan.
Melodi mengerjap. "Ya ampun, serius banget sih," gumamnya.
"Udahlah, sekarang waktunya makan. Gue bawa bekal spesial buat lo." Sonata melirik kotak bekal yang diletakkan Melodi di atas meja.
"Saya nggak lapar."
Melodi mendengus, lalu tanpa ragu mengambil sepotong sandwich dan menyodorkannya ke arah Sonata.
"Lo pikir gue bakal nurutin omongan lo cuma gara-gara lo bilang nggak lapar?" tanyanya santai, tapi ekspresi wajahnya jelas mengatakan bahwa ini bukan negosiasi.
"Ayo, buka mulut. Nggak usah gengsi," lanjutnya, nadanya berubah menjadi perintah.
Sonata menatap sandwich itu selama beberapa detik sebelum akhirnya menghela napas. Ia mengambilnya dari tangan Melodi dengan raut pasrah.
"Saya bisa sendiri, nggak perlu kamu suapin," ucapnya, kemudian menggigit sandwich tersebut.
Melodi tersenyum puas. "Gitu dong, lo tuh harus makan yang banyak biar makin pinter," katanya sembari mengambil sepotong sandwich untuk dirinya sendiri.
Sonata tidak menanggapi. Ia hanya mengunyah dalam diam, sementara Melodi terus berceloteh tentang berbagai hal yang bahkan tidak ia tanyakan.
Dari eskul, teman-temannya, hingga drama yang terjadi di kantin siang ini.
Sonata kembali membuka bukunya, mencoba fokus, tapi suara Melodi seperti suara latar yang tidak bisa dimatikan. Sejak awal, kehadiran Melodi di hidupnya sudah seperti badai yang datang tanpa aba-aba.
YOU ARE READING
Mission: Nerd Possible
Teen FictionBagi Melodi Nada, musik adalah hidupnya. Bagi Sonata Irama, musik hanyalah kebisingan yang mengganggu fokusnya. Mereka tidak punya kesamaan, tidak ada alasan untuk saling berurusan, setidaknya sampai Melodi memutuskan untuk masuk ke dunia Sonata. Ta...
