Bab 14 — diantara kabut skema
Dunia nggak pernah benar-benar diam. Bahkan dalam keheningan, ada desiran samar yang mengalir di antara celah waktu—seperti algoritma yang tak kasatmata, seperti bisikan yang menunggu untuk diterjemahkan.
Aqeela tahu itu.
Dan sekarang, desiran itu datang dalam bentuk langkah-langkah kecil seorang gadis baru di SMA Tirta Persada.
Stephanie. Stephie.
Seseorang yang seharusnya nggak punya tempat dalam rumus ini, tapi entah bagaimana, tiba-tiba jadi variabel yang bisa mengubah segalanya.
"Dia kayak puzzle yang kepingannya nggak cocok, tapi tetep maksa masuk," gumam Aqeela, matanya terpaku pada layar ponselnya, membaca ulang berita terbaru dari Lambe Cetar.
Flavio yang duduk di sebelahnya mengangkat alis. "Dan Noel kayaknya nggak keberatan buat nyediain tempat."
Aqeela nggak menjawab.
Bukan karena dia nggak peduli—justru sebaliknya.
Di dalam dirinya, ada sesuatu yang saling bertabrakan.
Rasionalitas bilang ini kesempatan buat lepas dari Noel.
Tapi instingnya bilang sesuatu yang lebih besar lagi sedang terjadi.
Dan kalau ada satu hal yang Aqeela pelajari dari hidupnya selama ini: instingnya nggak pernah salah.
Di ujung koridor, Harry bersandar dengan tangan dimasukkan ke saku, memperhatikan semuanya dengan tatapan yang terlalu tajam untuk seseorang yang hanya sekadar ‘mengamati’.
Dia sudah membaca pola ini.
Sama seperti setiap skema, ada aturan yang tersembunyi di baliknya.
Dan satu hal yang dia tahu pasti—ini bukan kebetulan.
Noel bukan tipe orang yang gampang membuka pintu buat seseorang yang baru dikenal.
Lalu kenapa Stephie?
Apa yang membuatnya cukup spesial hingga bisa menembus batasan yang bahkan orang lain butuh waktu lama untuk melewatinya?
Harry menghela napas, jemarinya mengetuk-ngetuk permukaan meja yang ada di sampingnya.
"Jadi, lo bakal diam aja?" suara Aqeela tiba-tiba terdengar di sampingnya.
Harry menoleh. "Gue nggak pernah cuma diam."
Aqeela menatapnya sejenak, sebelum duduk di sampingnya. "Lo juga ngerasa ada yang aneh?"
"Aneh itu kata yang terlalu sederhana buat ini," gumam Harry. "Ada sesuatu yang lebih besar di balik kehadiran dia."
Aqeela mengalihkan pandangannya ke arah Noel dan Stephie yang sedang berbicara beberapa meter dari mereka.
Gadis itu masih dengan ekspresi khasnya—panik, planga-plongo, kelihatan clueless seakan nggak tahu apa-apa, tapi entah bagaimana, selalu berada di tempat yang tepat untuk menciptakan badai.
Di mata orang lain, mungkin ini kebetulan.
Di mata Aqeela dan Harry?
Ini skenario yang sudah disusun rapi.
"Gue bisa gunain ini buat lepas dari Noel," Aqeela berbisik, lebih kepada dirinya sendiri.
Harry menoleh. Matanya meneliti wajah Aqeela seolah membaca sesuatu di sana.
"Lo yakin?" tanyanya pelan.
Aqeela menelan ludah. Dia ingin menjawab iya. Ingin percaya bahwa ini tiket keluar yang selama ini dia cari.
Tapi di antara labirin logika dan emosi, ada sesuatu yang mengganjal di dalam dirinya.
Karena lepas dari Noel bukan berarti selesai.
Bukan berarti aman.
Dan mungkin—hanya mungkin—dia lebih takut pada konsekuensi itu daripada Noel sendiri.
Harry masih menatapnya, seolah menunggu. Tapi dia nggak menekan. Dia tahu, Aqeela butuh lebih dari sekadar kata-kata untuk menyusun kesimpulan.
Jadi dia hanya berkata satu hal.
"Kalau lo butuh rencana," ucapnya, nada suaranya seperti pisau yang mengiris udara, "gue selalu punya satu."
Dan di antara mereka, sesuatu yang nyaris tak terlihat mulai bergerak.
------
Ada sesuatu tentang teka-teki yang belum lengkap.
Kita bisa terus mencoba menyusunnya, mencari kepingan yang pas, memutar-mutar bentuknya agar sesuai—tapi ada saatnya kita harus menerima bahwa mungkin, beberapa bagian memang sengaja dibuat tak cocok.
Dan malam ini, Aqeela merasa seperti kepingan yang salah.
Gadis itu berdiri di balkon asrama, matanya menatap kosong ke langit gelap. Udara dingin menusuk kulitnya, tapi pikirannya jauh lebih dingin.
Sesuatu nggak beres.
Bukan soal Stephie. Bukan soal Noel.
Ini lebih dari itu.
Harry juga merasakannya. Dia bilang ada variabel tersembunyi yang belum mereka lihat, sesuatu yang selama ini ada di depan mata tapi selalu mereka abaikan.
Dan sekarang, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Aqeela takut dia sudah terlalu jauh masuk ke dalam permainan yang dia sendiri nggak tahu cara keluarnya.
---
Di tempat lain, Harry duduk di kamarnya, laptopnya terbuka dengan layar penuh kode dan data yang hanya bisa dipahami oleh orang dengan otak sepertinya.
Dia mengetik cepat, mencari pola.
Dia nggak percaya kebetulan.
Dan dia tahu, sesuatu sedang dimainkan di luar kendali mereka.
Stephie terlalu ‘kebetulan’ masuk di saat yang tepat. Noel terlalu ‘kebetulan’ membiarkannya masuk ke lingkarannya. Dan Aqeela terlalu ‘kebetulan’ mendapat celah untuk keluar dari hubungan yang dia nggak pernah benar-benar bisa lepaskan.
Semua ini terlalu rapi.
Seolah ada seseorang yang mengendalikan jalannya permainan ini dari jauh.
Lalu, seakan semesta ingin menjawab, sebuah notifikasi muncul di layarnya.
[Encrypted File Detected.]
Harry mengernyit.
Dia nggak pernah melihat file ini sebelumnya.
Tangannya bergerak cepat, mendekripsi lapisan demi lapisan keamanan yang melindungi data itu. Setiap baris kode yang terbuka membuat jantungnya berdetak lebih cepat.
Dan ketika akhirnya layar menampilkan isinya, dia membeku.
Nama Aqeela ada di sana.
Bukan hanya namanya—tapi seluruh detail kehidupannya.
Tanggal lahir. Riwayat keluarga. Catatan akademik. Bahkan kebiasaan-kebiasaan kecil yang hanya orang terdekatnya yang tahu.
Harry menatap layar itu dengan rahang mengatup.
Seseorang sedang mengawasi mereka.
Seseorang sedang menciptakan skema di balik bayangan.
Dan lebih buruknya lagi—mereka sudah masuk terlalu dalam sebelum menyadarinya.
---
Di koridor asrama, Noel menyandarkan tubuhnya ke dinding, menatap kosong ke jendela.
Dia nggak bodoh. Dia tahu Aqeela takut padanya. Dia tahu Harry selalu berusaha melindungi cewek itu darinya.
Tapi ada sesuatu yang nggak mereka sadari.
Karena jika ada yang berpikir Noel hanyalah bidak dalam permainan ini—mereka salah besar.
Dia juga pemain.
Dan jika Aqeela dan Harry sedang mencoba menyusun teka-teki mereka sendiri, mereka harus tahu satu hal:
Teka-teki ini punya lebih dari satu sisi.

KAMU SEDANG MEMBACA
HARQEEL
FanfictionAqeela nggak pernah benar-benar peduli sama Harry. Buat dia, cowok itu cuma "salah satu anak Asrama" yang kebetulan ada, tapi nggak pernah masuk dalam radarnya. Harry terlalu pendiam, terlalu dingin, dan lebih sering tenggelam dalam laptopnya daripa...