1. BTAW 🌧🌱

97.6K 2.7K 14
                                        

Hujan turun sejak sore, membasahi setiap sudut kota.

Di balik jendela apartemennya yang kecil, Gleen Miciela duduk memeluk kedua lutut, menatap kosong ke luar sana, lampu-lampu jalanan membias oleh air hujan, membentuk garis-garis cahaya yang suram.

Kesunyian telah menjadi teman setianya, tak ada yang menunggunya pulang, tak ada suara yang menyapa, hari-hari Gleen selalu seperti ini, sepi, walau senyum palsu kerap menghiasi wajahnya di depan orang lain.

Ia menghela napas berat, matanya mulai terasa panas, tangannya bergerak pelan menyentuh perutnya yang rata, betapa sering ia bermimpi punya seorang anak-makhluk kecil yang akan ia peluk erat, yang akan memanggilnya ibu.

"Aku ingin anak... tapi aku terlalu takut." bisiknya, suaranya nyaris hilang ditelan suara hujan.

Pernikahan yang pernah ia impikan kandas begitu saja, tunangannya, yang ia percaya sepenuh hati, meninggalkannya menjelang hari pernikahan.

Tak ada maaf, tak ada alasan. Sejak itu, kata pernikahan baginya hanya luka, ia tak pernah lagi percaya pada ikatan cinta, apalagi pada janji-janji manis.

"Lebih baik sendiri, daripada hancur lagi." gumamnya, namun di sudut hatinya, ia tahu, sepi ini perlahan membunuhnya.

Gleen menoleh ke meja kecil di samping tempat tidurnya, di sana, sebuah album kecil tergeletak, berisi foto-foto masa lalu saat ia masih bersama tunangannya, ia terlihat sangat bahagia waktu itu.

Namun ada satu foto yang sangat menarik perhatian Gleen yaitu foto bersama seorang anak kecil di panti asuhan yang pernah ia kunjungi, anak itu tertawa lepas di pelukannya, Gleen menatap foto itu cukup lama.

"Andai aku bisa punya anak secerdas dan seceria kamu..." air matanya menetes tanpa ia sadari.

Petir menyambar di langit, Gleen tersentak dari lamunannya. Ia berdiri, menarik jaket tipis, lalu membuka pintu apartemen.

Entah apa yang mendorongnya keluar malam itu, mungkin hujan ini seolah memanggilnya, mungkin kesepiannya sudah tak tertahankan.

Ia melangkah tanpa tujuan, membiarkan hujan membasahi wajah dan rambutnya.

Di perempatan jalan, sorot lampu mobil dan suara klakson membelah keheningan, lalu ia melihatnya seorang bocah berdiri mematung di tengah jalan, tubuhnya gemetar, matanya terpaku pada mobil yang melaju cepat ke arahnya.

Tanpa pikir panjang, Gleen berlari. Jantungnya berdegup hebat. Yang terpikir hanya satu menyelamatkan anak itu.

"Jangan di situ!" teriaknya, suaranya serak, tapi langkahnya mantap.

Dalam sekejap, ia merengkuh tubuh kecil itu dan mendorongnya ke tepi jalan.

Cahaya lampu mobil menyilaukan matanya. Dentuman keras menyusul, tubuh Gleen terhempas keras, lalu gelap.

.....

Keheningan menyelimuti segalanya tak ada lagi hujan, tak ada rasa sakit, tak ada suara, yang ada hanya gelap dan dingin yang merambat perlahan.

Namun di antara gelap itu, seberkas cahaya hangat menyapa, bau harum lavender menguar lembut, Gleen membuka matanya perlahan.

Bukan jalan kota yang basah yang ia lihat, bukan juga apartemen kecilnya, di hadapannya terbentang kamar megah, dinding putih bersih, tirai tipis menari ditiup angin sore.

"Kamar siapa ini?" gumamnya, bingung.

Tiba-tiba, denyut sakit menghantam kepalanya, ingatan asing menyerbu, seorang wanita tersenyum getir, pria dengan tatapan dingin, malam-malam penuh tangis.

"Ini... ini ingatan Mindy... figuran bernasib tragis di novel itu..." bisiknya, tubuhnya bergetar.

Panik merambat di dadanya. Namun perlahan, ia genggam jemarinya sendiri, mencoba meneguhkan hati.

"Aku tak mau mati sia-sia seperti Mindy, aku tak mau hidup penuh derita, aku akan menulis ulang takdir ini, demi diriku sendiri."

Saat Gleen tengah berdiam diri, dan memikirkan takdirnya, pintu diketuk oleh seseorang dan itu membuat Gleen tersentak kaget.

"S-siapa?" tanya Gleen dengan gugup.

Jujur saja ia takut pria itu yang datang, ia belum siap bertemu dengan pria itu.

"Nyonya, ini saya Elva, tuan akan segera tiba, apakah nyonya ingin menyambut tuan?"

Gleen pun berdeham pelan "Maaf Elva, saya sedikit tidak enak badan, saya ingin istrahat malam ini."

"Baik nyonya, kalo begitu saya pamit, selamat malam nyonya."

Setelah terdengar langkah kaki yang menjauh, Gleen pun menghela nafas dengan pelan, sebenarnya Gleen tidak takut pada pria itu, hanya belum siap saja.

Tbc.


Become The Antagonist's Wife (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang