"Apa karena cuaca diluar sangat panas sampai-sampai kamu lebih memilih menunggu saya didalam daripada diluar, dik?"
Kalyan membuka kedua matanya yang terpejam. Menolehkan pandangannya ke samping, menatap tepat pada Vinscho yang sedang menyandarkan tubuhnya dengan mata yang terfokus pada tab. Suara pintu bagasi yang ditutup disertai supir yang masuk pada bangku kemudi, mobilpun melaju meninggalkan ramainya bandara.
"Ya, panas. Akan sangat buruk jika kulitku menghitam." Jawabnya lugas dengan kejujuran. Memang benar, Kalyan sedari dulu memang tak menyukai panas. Dia hanya tak suka jika kulit yang sudah dirawatnya dengan penuh kasih sayang terpapar begitu saja oleh jahatnya panas matahari. Sangat menyebalkan.
"Hmm," Vinscho menatap adiknya itu. Alisnya terangkat, iapun terkekeh dengan ringan. "Ya... Kamu memanglah tidak cocok dengan panas ini—"
Kalyan mengangguk setuju.
"—akan lebih baik jika kamu diam saja dirumah. Bermanja dengan kasur kesayangmu itu, dan menurutlah denganku seperti kucing manis. Sama seperti kamu kecil dahulu. Tapi sekarang? Sangat suka membantah bagai kucing liar yang tak diurus."
Kalyan mengerutkan dahinya dengan sebuah ringisan yang keluar dari belah bibirnya. Lirikan matanya tertuju pada lengan atasnya yang diremat oleh tangan besar milik pria itu.
Vinscho tersenyum. Dengan kepala yang tertunduk, ia dapat melihat bagaimana wajah itu berekspresi. Dilepasnya cekalannya, Vinscho kembali fokus melihat pada layar tab yang menyala. "Menginap lah sehari dimansion."
"Tidak." Kalyan mengalihkan perhatian nya dengan melihat pemandangan yang lebih menarik perhatiannya pada luar kaca mobil. Sialan, sakit sekali lengannya. Bahkan kedua orangtuanya tidak pernah berbuat seperti ini kepadanya. Tapi lihat? Dia yang orang asing ini langsung menyakitinya.
"Ini perintah, bukan permintaan."
"Aku tidak mau—"
"Hei, apa saya harus mengulangi untuk kedua kalinya, dik? Ini perintah. Lagipula papi merindukan mu. Orang tua itu begitu gengsi untuk mengatakannya langsung."
Kalyan diam. Begitupun Vinscho yang tak lagi berbicara. Menurutnya, diamnya seorang Zeylan berarti tanda sudah menyetujui. Lagipula ia tak suka penolakan. Iapun sudah bilang hanya sehari, bukan sebulan ataupun setahun kan.
•—•
"Welcome back, Son."
Vinscho memeluk singkat papinya itu. Ia pun mencium kedua pipi maminya. Kopernya pun sudah dibawa masuk oleh pelayan.
"Dimana adikmu?" Tanya Rosetta.
"Masih didalam mobil. Mungkin sedang merajuk?"
Rosetta menggelengkan kepalanya maklum. "Kamu berbuat kasar lagi kepadanya?"
Vinscho mengedikkan bahunya. Ia pun masuk begitu saja meninggalkan mami nya yang menyusul masuk disertai omelan yang tertuju kepadanya. Sedangkan papi nya, Luzinors, masihlah diluar. Menunggu dalam diamnya. Tatapannya tertuju pada mobil yang terparkir didepan sana. Menunggu sang bintang utama keluar.
Sedangkan Kalyan, sedang mengetikkan sebuah pesan kepada pelayan pribadinya.
Anda :
Kalau anak-anak mencariku, bilang saja aku sedang ada urusan. Besok aku sudah pulang, Bim.Ia pun mematikan handphonenya setelah memencet tombol kirim. Menghembuskan nafasnya perlahan. Matanya tertuju keluar, melihat sosok papinya yang mungkin sedang menunggunya.
Tangannya membuka pintu mobil. Dengan sekali lagi tarikan nafas, ia pun benar-benar keluar dari mobilnya. Dinginnya AC mobil tergantikan dengan teriknya matahari. Kakinya pun melangkah. Selangkah demi langkah semakin mendekati papinya, Luzinors.
—a y a h—

KAMU SEDANG MEMBACA
Ayah?
FantasyMenjadi seorang ayah? Tiba-tiba banget nih? Cover by pinterest. + ke perpustakaan Jangan lupa ☆ and 💬