Bab 11 – Firewall yang Mulai Retak
Harry tahu ada batasan.
Ada garis tak kasatmata yang seharusnya dia nggak lewatin. Ada sistem yang seharusnya nggak dia ganggu. Tapi masalahnya, sejak kapan dia peduli sama aturan?
Masalahnya sekarang bukan soal kode atau algoritma. Ini lebih rumit. Ini tentang Aqeela. Dan tentang Noel.
Dan Noel nggak suka apa yang dia lihat.
Harry bisa ngerasain tatapan cowok itu dari seberang meja. Dingin, tajam, penuh perhitungan. Kayak sedang memindai setiap gerak-geriknya, menunggu satu kesalahan kecil buat dijadikan alasan.
Tapi Harry nggak mau mundur.
"Harry, ini gue salahnya di mana?" Aqeela mendorong bukunya lebih dekat, kepalanya sedikit miring, ekspresinya penuh kebingungan.
Harry menghela napas, berusaha fokus ke angka-angka di kertas. Tapi semakin dia berusaha fokus, semakin dia sadar: Aqeela terlalu dekat.
Dan Noel pasti nyadar juga.
“Lo salah di sini,” gumam Harry akhirnya, menunjuk salah satu baris perhitungan. “Angkanya kebalik.”
Aqeela mengerutkan dahi, lalu mencoret-coret kertasnya. “Oh, pantesan nggak ketemu jawabannya.”
Harry nggak bisa nggak memperhatikan caranya menggigit ujung pensil sambil mikir. Caranya mengerutkan hidung waktu dia mulai kesel sendiri. Hal-hal kecil yang dulu nggak berarti, sekarang malah jadi distraksi terbesar.
Dan itu jadi masalah.
“Qeela.”
Suara Noel tiba-tiba terdengar, datar tapi punya bobot yang bikin suasana di antara mereka sedikit berubah.
Aqeela menoleh tanpa ragu, seperti refleks. “Hah?”
Noel nggak langsung jawab. Dia menatap buku Aqeela sebentar, lalu ke arah Harry. Tatapan yang cukup lama buat bikin Harry ngeh bahwa ini bukan sekadar interaksi biasa.
“Kalo lo nggak ngerti, kenapa nggak tanya gue aja?” Noel akhirnya buka suara.
Harry membeku.
Aqeela cuma berkedip, tampak nggak sadar ada tensi yang lagi terbentuk di udara. “Hah? Kan Harry juga ngerti.”
Noel menekan ujung jarinya ke meja, ekspresinya tetap datar. “Iya, tapi gue lebih ngerti.”
Harry menatap Noel balik, membaca maksud tersembunyi di balik kata-katanya. Ini bukan sekadar soal matematika. Ini tentang batasan. Tentang siapa yang seharusnya ada di posisi ini—di sebelah Aqeela, ngajarin dia, bikin dia ketawa di sela-sela tugasnya.
Aqeela, masih clueless seperti biasa, malah dorong bukunya ke Noel. “Oke deh, coba lo ajarin gue.”
Harry langsung kehilangan grip di kenyataan.
Sial.
Noel menarik napas pelan, ekspresinya masih nggak berubah. Tapi ada sesuatu di matanya. Sesuatu yang tajam.
Dia nggak bilang apa-apa ke Harry. Nggak perlu. Tatapannya udah cukup ngomong banyak hal.
Harry bersandar ke kursi, membuang napas perlahan.
Firewall yang dia bangun selama ini mulai retak. Dan yang lebih parah?
Dia nggak yakin dia mau memperbaikinya.
-----
Harry nggak suka ini.
Dari sekian banyak kemungkinan yang bisa terjadi hari ini, dia nggak pernah nyangka bakal duduk di meja yang sama dengan Noel, ngeliatin cowok itu ngajarin Aqeela matematika, sementara dia sendiri cuma bisa diem.
Sialan.
Tangan Noel bergerak cepat di atas kertas Aqeela, menulis angka-angka dengan rapi. “Jadi, lo salah di sini,” suaranya rendah, tenang, tapi ada tekanan halus di dalamnya. “Lo pakai rumus yang salah dari awal, makanya jawabannya nggak ketemu.”
Aqeela mendekatkan diri ke arah Noel, matanya berbinar karena mulai ngerti. “Ohh, gitu ya. Pantesan gue bingung.”
Harry berusaha tetap tenang. Tetap terlihat santai. Tapi dalam kepala, alarm peringatan udah nyala kenceng.
Noel nggak biasanya kayak gini. Biasanya, dia nggak terlalu peduli. Biasanya, dia nggak sesering ini turun tangan. Tapi sekarang? Cowok itu duduk di sana, ngasih Aqeela perhatian penuh, seakan-akan dia sedang menandai wilayahnya.
Dan Harry benci itu.
Aqeela menatap Noel dengan ekspresi penuh rasa ingin tahu. “Tapi kalau pakai cara lo, bisa buat semua tipe soal kayak gini?”
Noel mengangguk, ujung bibirnya sedikit naik. “Bisa. Mau gue tulisin cara gampangnya?”
Harry mengepalkan tangannya di bawah meja.
Gue juga bisa, batinnya.
Tapi dia nggak ngomong. Dia cuma diem, ngerasain sensasi nggak enak yang makin merayap di dadanya.
Noel sadar.
Tentu aja dia sadar.
Tatapan cowok itu sesekali melirik ke arahnya, cukup cepat untuk kelihatan sekilas, tapi cukup lama untuk bikin Harry ngerti. Ini disengaja. Ini bukan sekadar ngajarin matematika.
Ini pesan tersirat.
Pesan yang intinya: Jangan ganggu Aqeela.
Aqeela, yang nggak sadar ada perang dingin di depannya, cuma sibuk nyoret-nyoret kertas, nyoba nerapin cara yang dikasih Noel. “Eh, tapi kenapa tadi gue ngerasa cara Harry bener, ya?”
Harry hampir tersenyum.
Tapi Noel lebih cepat. “Mungkin karena lo udah kebiasa ngikutin cara yang salah.”
Senyum Harry menghilang.
Oke. Itu tembakan langsung.
Aqeela, yang nggak ngerti makna tersembunyi di balik kalimat itu, malah nyengir. “Yaudah deh, gue coba dua-duanya. Mana yang lebih gampang.”
Harry menarik napas panjang, berusaha tetap berpikir jernih. Tapi dia tahu, dalam hati, sesuatu sedang berubah.
Firewall yang dia bangun mulai retak.
Dan kali ini, dia benar-benar nggak suka sama apa yang dia rasakan.

KAMU SEDANG MEMBACA
HARQEEL
FanfictionAqeela nggak pernah benar-benar peduli sama Harry. Buat dia, cowok itu cuma "salah satu anak Asrama" yang kebetulan ada, tapi nggak pernah masuk dalam radarnya. Harry terlalu pendiam, terlalu dingin, dan lebih sering tenggelam dalam laptopnya daripa...