6. HARQEEL

11.3K 644 4
                                        

Bab 6 — kode yang tidak terbaca

Aqeela nggak langsung pergi. Matanya terpaku pada layar di depan Harry, di mana barisan kode terus berlari seolah punya nyawa sendiri. Dia nggak ngerti apa maksudnya, tapi satu hal yang dia tahu… ini bukan sesuatu yang biasa.

Harry mengetik cepat, seolah sedang melakukan sesuatu yang urgent. Jari-jarinya bergerak tanpa ragu, seakan setiap kode yang dia masukkan sudah tertanam di otaknya.

Aqeela menyilangkan tangan. “Jadi, lo mau ngejelasin atau gue harus cari tahu sendiri?”

Harry berhenti mengetik. Dia menoleh, menatap Aqeela dengan ekspresi datar. “Apa lo selalu sekeras kepala ini?”

Aqeela tersenyum miring. “Selalu.”

Harry mendesah, lalu menyandarkan tubuhnya ke kursi. “Lo nggak akan ngerti.”

“Coba aja.”

Harry mengusap wajahnya sebentar, seolah sedang mempertimbangkan sesuatu. Lalu, dia mengetik beberapa perintah, dan layar di depannya berganti ke tampilan yang lebih simpel—sebuah diagram jaringan.

Aqeela menyipitkan mata. “Apa ini?”

“Jejak digital,” jawab Harry singkat.

Aqeela diam, mencoba mencerna informasi yang diberikan. “Lo melacak seseorang?”

Harry nggak menjawab.

Aqeela semakin curiga. “Atau… seseorang sedang melacak lo?”

Tatapan Harry berubah tajam dalam sekejap. “Gue nggak bakal ngebiarin itu terjadi.”

Aqeela merasakan hawa berbeda di ruangan itu. Ini bukan sekadar permainan teknologi lagi. Ada sesuatu yang lebih besar dari ini—dan Harry ada di tengah-tengahnya.

Dia mendekat, berdiri di samping Harry, lalu menatap layar dengan lebih serius. “Lo kena masalah, ya?”

Harry masih diam.

Aqeela menghela napas. “Kalau iya, berarti sekarang gue juga kena masalah.”

Harry menoleh cepat, kaget dengan pernyataan itu. “Lo nggak ada hubungannya sama ini.”

Aqeela mengangkat bahu. “Lo pikir setelah gue tahu semua ini, gue bisa diem aja?”

Harry menghela napas panjang. Dia tahu Aqeela bukan tipe yang gampang mundur.

Dan entah kenapa, bagian dari dirinya merasa… mungkin ini nggak seburuk yang dia kira.

----

Ruangan ini nggak seharusnya ada di Asrama 9 Ilmu—asrama yang terkenal dengan aturan ketatnya. Di sini, teknologi hampir dianggap sebagai barang terlarang. Setiap siswa dilarang memiliki ponsel, laptop, atau perangkat elektronik yang bisa mengakses dunia luar. Bahkan Wi-Fi di asrama ini nggak ada, kecuali di laboratorium sekolah yang diawasi ketat.

Tapi di balik semua itu, Harry Vaughan punya sarang rahasianya sendiri.

Aqeela menatap sekeliling ruangan yang tersembunyi di balik dinding kamarnya. Ruangan kecil, penuh dengan monitor yang menyala redup, deretan CPU yang berbunyi pelan, serta beberapa kabel yang menjalar ke berbagai sudut. Ini bukan cuma sekadar tempat persembunyian—ini adalah pusat kendali.

Harry duduk di kursinya, matanya fokus ke layar komputer utama yang dipenuhi barisan kode. Cahaya dari layar memantulkan bayangan di wajahnya, menajamkan ekspresi seriusnya.

Aqeela berdiri di belakangnya, menyilangkan tangan di dada. “Jadi, ini tempat lo bersembunyi selama ini?”

Harry nggak menoleh. Jemarinya masih lincah mengetik. “Gue nggak bersembunyi. Gue cuma menghindari orang-orang yang terlalu banyak tanya.”

Aqeela mendengus pelan. “Sayangnya, gue orang yang terlalu banyak tanya.”

Harry akhirnya menoleh, menatap Aqeela dengan ekspresi datar. “Gue sadar.”

Aqeela berjalan lebih dekat, matanya meneliti layar yang penuh dengan kode yang berlarian. Dia nggak ngerti sepenuhnya, tapi dia tahu ini bukan sekadar coding biasa. Ada sesuatu yang lebih dalam. Sesuatu yang bikin bulu kuduknya berdiri.

Dia menunjuk layar. “Lo lagi ngapain?”

Harry mengetik beberapa perintah lagi sebelum menjawab. “Gue nyari tahu siapa yang mencoba masuk ke sistem gue.”

Aqeela mengerutkan kening. “Masuk ke sistem lo?”

Harry mengangguk. “Tadi siang, ada seseorang yang mencoba menembus jaringan yang gue pakai.”

Aqeela langsung merasa hawa di ruangan ini turun beberapa derajat. “Dan dia berhasil?”

“Nyaris.”

Aqeela menelan ludah. Dia bukan orang yang gampang takut, tapi ini… ini mulai terasa bahaya.

Harry mengklik sesuatu, dan sebuah alamat IP muncul di layar. Dia melacaknya, lalu sebuah peta digital terbuka.

Aqeela menahan napas ketika melihat hasilnya.

Titik lokasinya ada di dalam Asrama 9 Ilmu.

Dia langsung membeku. “Nggak mungkin.”

Harry menyandarkan tubuhnya ke kursi, wajahnya tanpa ekspresi. “Itu yang gue pikir juga.”

Aqeela berjalan mendekat, menatap layar lebih dekat seolah berharap bisa menemukan sesuatu yang kurang jelas. “Jadi, lo bilang ada seseorang di asrama ini yang tahu tentang… semua ini?”

Harry nggak menjawab langsung. Dia hanya menatap Aqeela dengan mata gelapnya yang selalu sulit ditebak.

Aqeela merasakan sesuatu di perutnya menegang. Sejak awal dia sudah tahu kalau dia masuk ke sesuatu yang seharusnya nggak dia sentuh. Tapi sekarang… sekarang dia sadar kalau ini lebih dalam dari yang dia duga.

“Lo bisa tahu siapa orangnya?” tanyanya akhirnya.

Harry menghela napas, jemarinya kembali bergerak di atas keyboard. “Gue bisa coba.”

Beberapa detik berlalu. Layar menampilkan barisan angka dan huruf yang terus berubah. Aqeela menunggu dengan sabar, meskipun ada sesuatu dalam dirinya yang bilang kalau dia mungkin nggak akan suka dengan jawaban yang akan keluar.

Lalu tiba-tiba, layar menampilkan sebuah nama.

Aqeela menajamkan pandangannya. “Itu…”

Harry menatap nama itu dengan ekspresi yang sulit dijelaskan.

Kemudian, dia menoleh ke Aqeela. Tatapan matanya lebih tajam dari sebelumnya.

“Kita punya masalah.”

HARQEELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang