2. HARQEEL

19.9K 897 4
                                        

BAB 2 – Jejak Digital

Aqeela mengetuk jari-jarinya di atas meja, menatap Harry dengan penuh selidik. “Kalau gue nggak seharusnya tahu, kenapa lo nggak langsung aja bilang ke gue buat berhenti?”

Harry menatapnya tanpa ekspresi. “Gue udah bilang.”

“Tapi lo nggak marah.”

Harry menyandarkan tubuhnya ke kursi, menyilangkan tangan di dada. “Harusnya gue marah?”

Aqeela menatapnya dengan intens. “Biasanya kalau seseorang menyembunyikan sesuatu dan ada orang lain yang hampir membongkar rahasianya, reaksi mereka itu antara marah atau panik.”

Harry mengangkat satu bahu, seolah nggak terpengaruh. “Gue nggak gampang panik.”

Aqeela mendengus. “Sombong.”

Harry hanya tersenyum kecil, seperti biasa—tipis, nyaris nggak kelihatan, tapi cukup untuk membuat Aqeela sadar kalau cowok ini benar-benar bukan tipe yang gampang ditebak.

Aqeela melirik layar laptopnya, halaman pencariannya masih terbuka. Dia menutup tab satu per satu sebelum kembali menatap Harry. “Lo hacker, ya?”

Harry nggak langsung menjawab. Dia hanya menatap Aqeela dalam diam, seolah sedang menimbang sesuatu.

Detik berlalu.

Harry akhirnya bersuara, nada suaranya lebih rendah dari sebelumnya. “Lo nanya gitu ke semua orang yang bisa nulis kode?”

“Enggak.” Aqeela bersandar di kursinya. “Tapi lo beda.”

Harry tetap diam, tapi matanya berbicara lebih banyak dari mulutnya. Ada sesuatu di balik tatapannya—sesuatu yang nyaris seperti tantangan.

Aqeela tahu dia masuk ke wilayah yang berbahaya. Tapi justru itu yang membuatnya semakin penasaran.

“Kalau gue hacker,” akhirnya Harry membuka suara, suaranya terdengar datar tapi tajam, “apa yang bakal lo lakuin?”

Aqeela menahan napas.

Dia nggak yakin.

Dia cuma tahu satu hal: sejak malam itu, Harry Vaughan bukan lagi sekadar ‘anak Asmara 9 Ilmu yang dingin dan pendiam’. Dia adalah seseorang yang menyimpan sesuatu—sesuatu yang bisa mengubah cara Aqeela melihatnya.

“Gue nggak tahu,” Aqeela akhirnya mengaku. “Tapi gue yakin satu hal.”

Harry mengangkat alis. “Apa?”

Aqeela menyandarkan tubuhnya ke meja, menatap Harry dengan penuh tekad. “Gue nggak bakal berhenti sampai gue tahu apa yang sebenarnya lo sembunyikan.”

Alih-alih terlihat terganggu, Harry justru menyunggingkan senyum tipis. Bukan senyum hangat atau menyenangkan, tapi lebih seperti seseorang yang sudah memperhitungkan semua kemungkinan.

“Gue penasaran,” katanya santai. “Seberapa jauh lo bakal pergi buat cari tahu?”

Aqeela merasakan tantangan dalam kata-katanya.

Dia tidak tahu.

Tapi satu hal yang pasti—dia akan menemukan jawabannya. Entah itu akan menguntungkannya atau justru menghancurkannya.

-----

Aqeela masih bisa merasakan tatapan Harry di punggungnya saat dia keluar dari perpustakaan Tirta Persada. Percakapan barusan masih berputar di kepalanya—tentang kode yang dia lihat, tentang Harry yang terlalu santai saat ditanya apakah dia hacker.

Satu hal yang pasti: cowok itu menyembunyikan sesuatu.

Tapi ada masalah lain yang harus dia pikirin juga.

Gimana caranya Harry bisa punya laptop?

Aturan di Asrama 9 Ilmu lebih ketat daripada sekolah militer. Begitu lo masuk ke sana, segala bentuk teknologi langsung disita. Ponsel? Dilarang. Tablet? Apalagi. Bahkan jam tangan pintar pun nggak boleh masuk. Satu-satunya yang boleh mereka pakai cuma buku, alat tulis, dan seragam sekolah yang udah ditentukan.

Siswa yang ketahuan melanggar aturan bakal kena sanksi berat, mulai dari pemotongan nilai akademik sampai diskors.

Jadi, fakta bahwa Harry bisa nyantai di depan laptopnya tadi pagi jelas bikin Aqeela bertanya-tanya.

Dua kemungkinan:

1. Harry punya cara buat nyelundupin teknologi ke dalam asrama.
2. Harry lebih dari sekadar ‘anak pendiam yang jarang nongol’.

Tapi kalau dipikir lagi, Aqeela sendiri barusan pakai laptop.

Bedanya, dia ada di perpustakaan Tirta Persada, bukan di asrama. Sekolah mereka punya fasilitas lengkap, termasuk lab komputer dan perpustakaan dengan akses internet. Siswa boleh pakai laptop di lingkungan sekolah selama buat keperluan akademik.

Jadi, laptop Aqeela bukan sesuatu yang mencurigakan. Dia bahkan pinjam dari perpustakaan sekolah, karena memang ada layanan peminjaman untuk tugas-tugas tertentu.

Tapi Harry?

Cowok itu nggak mungkin bawa laptop keluar-masuk perpustakaan tiap hari tanpa ketahuan.

Itu berarti satu hal—Harry punya akses ke teknologi di dalam Asrama 9 Ilmu.

Dan itu nggak masuk akal.

Aqeela menyandarkan tubuhnya ke kursi, mengetukkan jarinya ke meja. Ada sesuatu yang lebih besar di balik semua ini.

Dan dia nggak akan berhenti sampai tahu apa yang sebenarnya terjadi.

HARQEELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang