prolog

99 2 0
                                        

Suara gemercik air terdengar bersahutan dengan petir yang menakutkan. Seorang anak kecil duduk di atas sofa dengan kaki yang masih dapat ia goyangkan, karena kakinya belum cukup panjang untuk menyentuh dasar lantai.

Televisi yang dinyalakan terus berjalan sementara pikirannya tidak berada di sana. Perkataan salah satu temannya ketika di sekolah masih terus terputar seperti kaset rusak yang enggan untuk berhenti.

Saat di sekolah, bu guru bertanya dengan siapa ia akan belajar, karena tugas yang diberikan belum selesai sementara jam belajar sudah berakhir.

Ia dapat melihat kakaknya mengintip melalui jendela kelas dan tidak lupa melambaikan tangannya dengan senyum yang lebar.

"Nanti tugasnya diselesaikan di rumah ya nak, biasanya Dion belajar dengan siapa di rumah?" Bu guru bertanya selagi membereskan barang-barangnya yang terlihat sedikit berantakan di atas meja.

Anak yang diajak berbicara pun mulai berhenti menulis dan mengalihkan tatapannya kepada kakak yang masih betah menunggunya.

Bu guru yang memang sudah mengetahui keadaan anak muridnya segera mengoreksi perkataan yang sebelumnya dilontarkan.

"Oh ibu baru ingat, Dion biasanya suka belajar dengan nenek ya, nanti bilang ke nenek ya, sayang. Tugas yang diberikan Bu guru belum selesai dan mesti dituntaskan di rumah" Tangan Guru itu membelai surai anak muridnya yang sedikit basah karena keringat.

"Memang orang tua kamu ke mana? Kok harus belajar dengan nenek?" Anak perempuan yang sedang melaksanakan jadwal piketnya mengernyit heran karena percakapan yang dilakukan oleh sang guru dan temannya.

Anak laki-laki itu terdiam dengan tatapan kosong, terlihat tidak ada minat untuk menjawab pertanyaan yang bahkan ia tidak tahu apa jawabannya.

Bu guru terlihat tanggap terhadap kondisi saat ini, tangannya membantu untuk menutup buku tulis yang dipakai Dion dan memasukan pensil mekanik bergambar burung merah itu ke tempatnya.

"Sudah ya, tugasnya nanti jangan lupa untuk dilanjutkan di rumah" bu guru tersenyum sembari memasukkan buku dan tempat pensil Dion ke tasnya.

Karisa, anak perempuan yang melontarkan pertanyaan tadi segera melanjutkan piketnya yang sempat tertunda karena gurunya telah memberi isyarat untuk segera melanjutkan pekerjaannya.

Dion menolehkan pandangannya ke samping saat merasakan ada seseorang yang duduk di sampingnya. Ia dapat melihat wajah lelah neneknya dari peluh yang ada di sekitar dahi wanita tua tersebut.

"Nenek, kenapa mama dan papa ga pernah jemput dion untuk pulang?" Dibandingkan meminta bantuan kepada neneknya untuk menyelesaikan tugas, justru runtutan kata tersebut yang keluar dari mulut anak itu.

Lisannya seolah kaku untuk menjawab pertanyaan yang keluar dari cucunya, ia tidak bisa menjawab selain, "Nanti ya dek, tunggu waktunya".

Dion menghela nafas dengan keras lalu beralih memunggungi nenek yang duduk di sampingnya. Katakanlah ia anak yang tidak sopan, tapi apa boleh buat, ia masih anak-anak, bukankah wajar untuk merajuk seperti yang dilakukan anak seumurnya.

"Adek mandi ya, sekarang nenek mau buatkan nasi goreng tanpa kecap kesukaan adek Dion" nenek tersenyum seraya mengelus punggung sempit milik cucunya.















Teman-teman, ini adalah karyaku setelah aku berhenti menulis kurang lebih selama 10 tahun, mohon dukungannya, semoga aku dapat menyelesaikan cerita ini dengan baik.

Semoga keputusanku untuk kembali menulis adalah keputusan yang tepat. Please give me your love and support, love you...

Bayang yang Tak Kunjung Pulangحيث تعيش القصص. اكتشف الآن