Sang nyonya geleng-geleng melihat kegaduhan pagi hari yang ditimbulkan Ruelle. Kepalanya berdenyut sakit, belum lagi telinganya yang ikut nyeri mendengar wanita itu berteriak-teriak saat dijauhkan dari Kael. Rasanya ia ingin menghilangkan semua rasa kemanusiaannya dan mengeluarkan wanita itu dari tempat ini sekarang juga.
Nyatanya, seorang ibu tetaplah seorang ibu yang berhati lembut. Sedikit banyak ia iba dengan Ruelle yang sama sekali tak tahu siapa ayah dari bayinya hingga membuatnya datang kemari meminta pertanggungjawaban Kael. Lagipula siapa yang percaya, karena sang anak justru tertarik pada pengasuh anaknya.
Itu juga menjadi pertimbangannya dalam mengusir Ruelle. Karena berkat wanita itu, secara tidak langsung mengurangi intensitas Kael untuk berpergian dengan pengasuh putranya. Putranya memang bukan lagi anak kecil yang akan menurut jika disuruh sesuatu. Tapi setidaknya, ia dapat menahan diri untuk tidak melakukannya di saat-saat seperti ini.
"Ada apa lagi?" Begitu Ruelle sampai di ruang keluarga, wanita itu meronta meminta maid untuk melepaskannya. Begitu mendapatkan persetujuan dari nyonya, Ruelle pun akhirnya dilepaskan secara cuma-cuma.
Ruelle langsung berlari menuju ke arah Medea sambil terisak-isak, Ruelle kemudian memeluk Medea dengan erat. "Ibu, semua maid di sini adalah pembangkang." Ruelle mengadukan semua yang ia alami tadi kepada Medea.
Medea mengusap punggung Ruelle beberapa kali hingga ia tenang, barulah setelahnya Medea mengajaknya untuk duduk sebentar sambil menikmati camilan. Karena sarapan pagi sudah terlewat, tentu saja hanya bisa makan camilan sambil bersantai. Tadinya Medea hendak menengok sang cucu di kamar. Akan tetapi, melihat kekacauan yang dibuat oleh Ruelle membuatnya tidak jadi menengok Yevhen.
Medea lantas melepaskan pelukan terlebih dahulu, ia mengusap jejak air mata di wajah Ruelle. Begitu melihat wanita itu sudah tenang, barulah ia mengajaknya bicara. "Mengapa kau pergi ke ruang kerja Kael, padahal kau tau jika grand duke sangat benci diganggu saat sedang bekerja?" Tanya Medea dengan nada lembut. Ia tidak ingin terbawa emosi dan membuat situasinya semakin kacau.
Seseorang harus berkepala dingin untuk menyelesaikan suatu masalah, sehingga Medea-lah yang akan menjadi orang tersebut.
"Aku hanya merindukannya, begitu pula dengan anak ini." Ruelle mengusap pelan perutnya.
"Ruelle, bagaimana hidupmu selama ini? Apakah kau dan ibumu baik-baik saja?" Sebelumnya Medea memilih mengalihkan pembicaraan pada topik yang menurutnya ringan. Karena situasinya akan kembali jika ia langsung berbicara intinya.
"Ibu sangat terpuruk dengan perselingkuhan ayah. Hingga tak mengizinkan seorangpun menyebut nama ayah dalam mansion. Meskipun gelar bangsawan kamu dicabut oleh kerajaan, kamu tetap hidup layak selama ini." Ruelle seakan tak mau mengingat lebih banyak tentang ayahnya. Baginya sekarang, sang ayah adalah aib yang harus dikubur sebisa mungkin hingga tak ada seorangpun yang tahu jika orang itu adalah ayahnya.
"Lalu bagaimana caramu sampai di sini?" Tanya Medea begitu penasaran. Karena sebelumnya ia telah memerintahkan para penjaga untuk tak membiarkan seluruh keluarga Ferelith untuk datang ke mansion. Medea hanya tak mau jika nama keluarganya ikut terseret-seret hanya karena Ruelle masih menjadi menantu keluarganya.
"Aku kembali ke sini karena bayi ini butuh ayahnya. Sama seperti Yevhen yang datang karena membutuhkan ayahnya. Akupun juga demikian, aku tak bisa hidup tanpa seorang suami." Ruelle menjelaskan kondisinya pada Medea dengan harapan wanita itu mengerti akan keadaannya. Medea hanya mengangguk paham dengan apa yang dirasakan Ruelle.
"Tapi, bukankah perjalanan kemari cukup jauh?" Medea masih memancing Ruelle untuk bercerita lebih jauh tentang dirinya yang berada jauh dari sini sebelumnya.
![volitient [ jaerose ]](https://img.wattpad.com/cover/345392656-64-k778516.jpg)