#1.) What a Meet Cute

16 4 9
                                    

“Bu Lockhart jangan galak-galak, dong. Aku jadi makin suka, kan?”

Hazel Lockhart memijat pelipisnya. Pening. Dua tahun mengajar di St. Edea High School dan menangani kasus murid ajaib nyaris tiap pekan tidak membuat gadis bermata biru laut itu terbiasa. Ketika Hazel bilang kasus murid ajaib, tingkatnya bisa bermacam-macam. Kali ini, yang muncul adalah murid ajaib bernama Archer Lancaster, yang entah kenapa akhir-akhir ini gemar sekali memancing masalah dan bilang suka padanya.

Yang benar saja. Selain hubungan murid dan guru jelas-jelas terlarang, untuk ukuran 17 tahun saja, anak itu masih bocah!

“Kerjakan tugas detensimu, Archer.” Hazel memicingkan mata. “Sebelum pulang sekolah, kertas esaimu sudah harus ada di meja saya.”

Siswa dalam balutan seragam dengan codet melintang di hidung itu merengut. “Ah, Bu Lockhart, tugas-tugas begini kan menyita jam pelajaranku.”

“Kerjakan di waktu istirahat.” Sang guru berdecak. “Jangan bicara seakan-akan menulis esai seratus kata tentang kedisiplinan butuh waktu seharian!”

Entah apa yang lucu, karena yang diomeli malah senyum-senyum saat mata elang Hazel melotot.

“Untung Bu Lockhart manis. Kalau nggak marah-marah pasti lebih cantik, deh—”

Hazel langsung mengusir si bocah badung dari ruangan konseling. Demi Tuhan. Menangani siswa telat masuk sekolah saja bisa menguras tenaga begini banyak. Jam yang terpaku di angka dua belas membuat Hazel tersadar ia sudah meladeni murid ajaib level satunya (iya, itu masih level satu) sampai jam makan siang.

Pantas perutnya keroncongan.

Wanita dalam balutan kemeja putih itu baru saja kembali dari kantin dengan sebungkus nasi kepal untuk amunisi pengganjal perut. Harusnya ia makan sesuatu yang lebih berat, tapi setelah ini dirinya harus membuat laporan terkait pemetaan rencana karir anak-anak tingkat akhir. Hazel butuh sesuatu yang cepat dikunyah dan praktis.

Tepat saat memasuki ruang guru, suara kencang menyita perhatiannya. Hazel menoleh dan mendapati sosok pirang jangkung batuk-batuk parah. Itu René Yates, guru kimia magang yang sudah beberapa bulan bekerja di sini. Setahu Hazel, pria itu memang sering terlihat pucat dan jelas bukan manusia paling bugar di dunia, tapi kali ini volume suara batuknya bisa membuat siapa pun khawatir nyawa orang itu terlepas bersama dahak yang keluar.

Sekilas, Hazel melihat darah di punggung tangan René Yates. Tidak banyak, tapi jelas aneh!

"Anda kenapa?" Buru-buru, sang puan meletakkan tumpukan berkas di tangan dan menghampiri sumber suara.

Yang ditanya berkata tak ada apa-apa. "Hanya sedikit tersedak air minum," dia menambahkan sambil mengusapkan tisu punggung tangannya. René Yates pasti dalam mode penyangkalan. Hazel hendak mencecar ketika manusia satu itu pamit begitu saja, seakan tak ada apa-apa.

Sayang, gestur tubuh tak bisa bohong.

Jalan lelaki itu agak bungkuk. Orang itu betulan baik-baik saja, kan? Jujur, Hazel sedikit sangsi. Sejenak, sang gadis mengecek arloji. Tak ada kelas konseling yang perlu ia ampu untuk dua jam pelajaran ke depan. Aman kalau gadis itu hendak menyusul. Batin Hazel berkata bahwa René Yates tak bisa dibiarkan sendirian beberapa waktu ke depan.

"Anda benar baik-baik saja?" Wanita berambut ikal keemasan itu berusaha menyamakan langkah. Melihat cara berjalan René Yates yang semi-semi sempoyongan, tentu saja dia jauh dari kata baik-baik saja. Apalagi pertanyaannya sama sekali tak digubris, padahal suara Hazel tidak ada kecil-kecilnya.

Tak mendapat tanggapan, Hazel mengulangi pertanyaannya. "Anda terlihat tidak sehat, Pak Yates. Apakah Anda butuh bantuan?”

"Ya, ya. Saya baik-baik saja, Nona ….um, Nona ... Lockhart?"

Acidic AttractionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang