Setelah membenahi pakaiannya yang berantakan, Inaya kembali ke kelas dengan wajah yang lebih segar. Asupan gizi yang diberikan pak Rahmat di toilet tadi menjadi energi baru bagi Inaya.
Wanita itu bersenandung ria saat berjalan di sepanjang koridor sekolah. Rasa gatal di area selangkangannya sudah berhasil diobati oleh pak Rahmat.
"Ibu Naya!" Panggil seorang lelaki dari arah belakang. Inaya sontak langsung menoleh ke belakang.
"Ada apa, pak Galih?" tanya Inaya yang heran melihat orang itu sedikit tergesa-gesa.
"Mumpung ketemu, saya mau kasih jadwal persami sekaligus pembagian buat pembina Pramuka. Ibu Naya kebagian kelas 2 IPA 3," kata pak Galih sambil menyerahkan sebuah kertas kepadanya.
Inaya menerima, membaca dengan seksama isi kertas itu. "Acaranya minggu depan ya, pak? Terus yang harus dibawa apa aja, pak?"
"Kalo itu nanti menyusul. Ibu Naya bisa tanya langsung ke pak Rahmat, soalnya beliau yang mengatur semuanya."
Inaya mengangguk lalu berjalan ke ruang kelas yang tadi ia tinggalkan sambil membaca tulisan di atas kertas itu.
"Kelas 2 IPA 3, ya? Kelas yang terkenal paling ribut," batin Inaya. Dia lantas jadi ingat siswa yang sebelumnya masuk ke ruang BK yaitu Tristan.
Ini anak jarang berkelahi, tapi sekalinya berkelahi bikin lawannya masuk rumah sakit, entah itu patah tulang atau gegar otak. Inaya sampai memijat dahinya yang tiba-tiba saja pusing.
Inaya lalu menyelesaikan tugasnya mengajar. Sore hari sebelum pulang, Inaya menyempatkan diri pergi ke ruang kepala sekolah.
Tok...tok...tok...
"Masuk!" ucap seseorang dari dalam. Inaya langsung disambut dengan senyuman hangat oleh orang tersebut.
Inaya membalas senyuman itu seraya menutup kembali pintu yang ada di hadapannya.
Pak Rahmat berdiri lalu menghampiri wanita yang tadi pagi membuatnya mabuk kepayang.
"Tumben sore-sore ke sini dulu, biasanya langsung pulang. Kangen sama bapak, ya?" ujar pak Rahmat penuh percaya diri.
Inaya memajukan bibir bawahnya mendengar ucapan pak Rahmat, namun ia tetap menyambut ketika pak Rahmat memeluk pinggangnya lalu mengecup bibirnya singkat seperti mereka sudah sangat terbiasa melakukannya.
"Enak aja! Bapak kali yang kangen sama Naya." Inaya tidak mau kalah dengan pak Rahmat.
"Naya mau tanya soal ini, pak." Inaya lalu menyerahkannya kertas yang diberikan oleh pak Galih kepadanya.
"Oh, soal ini. Apa yang mau kamu tanyakan, sayang?"
Sebelum duduk, pak Rahmat menarik lengan Inaya sampai bokongnya mendarat di atas paha kiri pak Rahmat dengan posisi menyamping.
Inaya sama sekali tak risih, justru dia malah melingkarkan tangannya di leher pak Rahmat sambil memikirkan sesuatu yang akan ia tanyakan.
"Soal acara minggu depan, pak. Acara persami sekolah," ucapnya. Lalu Inaya menanyakan hal yang lebih detail.
Sebenarnya bukan alasan utama Inaya pergi ke ruangan pak Rahmat hanya untuk menanyakan kegiatan sekolah.
Mumpung sekolah sudah agak sepi, Inaya ingin berduaan dengan pak Rahmat. Ingin pacaran sebentar sebelum pulang dan melanjutkan aktivitas di rumah yang membosankan.
Nah, kegiatan persami tersebut bisa jadi alasan Inaya untuk bertemu dengan pak Rahmat. Untungnya pak Rahmat tanggap dengan sikap manja Inaya yang ditunjukkan.
Tangan kanan pak Rahmat memijat payudara Inaya sebelah kiri sambil terus berbicara seputar kegiatan sekolah.
Inaya kadang memukul, kadang mencubit dada pak Rahmat kala lelaki itu melemparkan candaan khas bapak-bapak. Tetapi Inaya cukup terhibur dengan hal tersebut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Lendir Di Sekolah
RomanceInaya, seorang guru muda yang baru saja menikah, bertemu kembali dengan pak Rahmat, ayah dari teman masa kecilnya dulu yang pernah merawatnya juga. Pak Rahmat datang menjabat sebagai kepala sekolah di tempat Inaya mengajar. Kedekatan yang dulu perna...