08

19.3K 1.6K 18
                                        

Hujan deras turun mengguyur secara tiba-tiba. Banyaknya pengendara motor yang turun sejenak untuk menggunakan mantel, adapun yang memilih berteduh. Salah satunya Kalyan juga Nio. Mereka memilih untuk berteduh pada sebuah halte. Bukan Kalyan yang meminta, tetapi Nio lah yang tiba-tiba menepikan motornya menuju halte.

Suara hujan yang berbenturan dengan atap halte, juga cipratan-cipratan air yang kemana-mana nyatanya menemani kedua insan yang saling terdiam. Duduk dengan jarak yang kentara sekali terlihatnya.

Nio hanya ingin cepat-cepat sampai pada rumah. Tetapi tuhan malah membuatnya harus tetap berdua dengan pria disebelah, yang nyatanya pria itu ialah ayahnya. Hanya bisa berharap hujan reda dengan cepatnya.

Sedang Kalyan terlihat menggosokkan kedua tangannya. Berharap akan sedikit rasa hangat pada tubuhnya. Mau dulu ataupun sekarang, Kalyan menyadari, baik ditubuhnya atau tubuh yang ia tempati ini, dingin selalu menjadi musuh utamanya. Menyesali kenapa ia lebih memilih memakai kemeja yang bahkan bahannya tipis itu. Lagipula mana tau dia akan turunnya hujan. Tau begini lebih baik tadi pulang bersama supir. Mau berangan bagaimanapun, nasi sudah menjadi bubur. Ia hanya berharap hujan reda dengan cepat.

"Ahh..." Kalyan semakin kuat menggosok kedua tangannya. Bahkan hingga mengusap kedua lengannya itu. Akibat angin yang berhembus kencang malah membuatnya menjadi begini. Sial~ kenapa sih tubuhnya tidak bisa dengan udara yang dingin ini.

Nio menoleh pada ayahnya. Dahinya mengernyit sedikit bingung melihat ayahnya yang terlihat aneh. Rasanya ingin mengacuhkan, tetapi dalam lubuk hatinya yang terdalam ada rasa tidak senang melihat ekspresi ayahnya yang tidak nyaman dan terlihat sakit.

Entah dalam keadaan sadar atau tidak, Nio nyatanya melepas jaket yang dikenakannya. Berjalan menuju ayahnya, ia berhenti tepat didepan tubuh pria itu. Memandang sejenak wajah yang sedang menutup kedua matanya dan warna kemerahan pada pipi juga hidung yang membuatnya baru tersadar.

Kalyan membuka kedua matanya. Mendengakkan kepala terkejut akan keberadaan Nio didepannya ini. Rasa hangat pada hatinya menyeruak melihat perilaku manis yang dilakukan oleh bungsunya, walau tampang datar masihlah bersemayam diwajah pemuda itu. Ia pun memegang setiap sisi jaket nya dengan erat untuk menutupi tubuhnya. Mungkin memang rasa dingin tidak sepenuhnya menghilang begitu saja, tetapi rasa hangat begitu terasa pada hatinya.

•—•

Bima berlari menghampiri Nio yang sedang memapah Zeylan. Terlihat sedikit menyusahkan karena tinggi Nio yang berada dibawah ayahnya. Tangannya dengan sigap mengambil alih tuannya. Tanpa bertanya pun Bima sudah tau apa yang terjadi. Ia menunduk sedikit pada Nio dan dengan cepat membawa tuannya ini kekamar.

"Hoyy."

Bima berhenti. Menoleh kebelakang menatap pada tuan mudanya yang memanggil. Sedangkan Nio terlihat ragu untuk bertanya. Tetapi benaknya sedari tadi begitu berisik bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.

"Dia... Ah, sebenarnya dia kenapa?"

Ia melihat tuannya sejenak. Kembali menatap Nio dalam keheningan. Tanpa ingin menjawab, Bima pamit dengan sopannya. Meninggalkan Nio dengan mata yang penasaran juga hati yang menyesal sudah bertanya. Lagipula apa pedulinya. Ah sangat menyebalkan.

—a y a h—

Ayah?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang