03

25K 1.9K 13
                                        

"Zey, mami dengar dari Bima kamu mengurung diri selama seminggu dikamar."

Kalyan terduduk dengan kaku. Dihadapannya terdapat ibu dari raga yang ditempatinya ini. Ia tak tau harus bersikap bagaimana, karena memori yang didapatkannya hanya berputar pada keseharian nya dirumah ini juga perusahaan.

"Terkutuk Lo om om! Gua harus gimana nih."

"Iya." Hanya itu yang mampu ia ucapkan.

Rosetta menaikan alisnya heran. Ia datang kemari karena mendapatkan laporan dari Bima bahwa anaknya, Zeylan, hanya mengurung diri saja dikamarnya. Bahkan pria itu tidak pergi bekerja seperti biasanya. Sebagai seorang ibu jelas dia khawatir. Takut terjadi sesuatu pada anaknya.

"Mami kesini karena ingin melihat keadaan kamu. Syukurlah kamu baik-baik saja. Dan Papi kamu titip salam, maaf tidak bisa ikut kesini. Kamu tau sendiri kan kesibukannya." Ucap Rosetta lugas. Dia mengambil secangkir teh yang baru saja dihidangkan. Meniupnya dengan elegan dan meminumnya perlahan.

"Ah ya, aku baik-baik saja." Kalyan tersenyum tipis.

"Aneh," rasanya tubuh Kalyan mendadak kaku dalam sekejap mata ditatap dengan begitu intens nya oleh Rosetta. "Kamu kenapa? Tidak biasanya kamu begini. Rasanya mami seperti berbicara dengan orang asing." Perasaan seorang ibu memanglah tidak pernah salah. Pasti terjadi sesuatu pada anaknya itu.

"Jangan-jangan bungsumu itu berbuat ulah lagi sehingga membuatmu stress, Zey?" Celetuknya kasar. "Sudah mami katakan, lebih baik Nio dikirim saja keluar negeri. Disana ada kakak mu yang akan merawatnya. Anak seperti dia tidak akan mempan jika dihadapi dengan begitu saja. Mami tidak suka melihat kamu menjadi stress hanya karena anak-anak itu."

Kalyan menggelengkan kepalanya. Merasa tidak setuju dengan ucapan ibunya itu. Entahlah, hatinya merasa tidak rela mendengarkan Rosetta menyalahkan anaknya. Apa ini perasaan asli om Zeylan?

Ahh dia bingung. Seminggu yang lalu pun dia sudah paham bahwa ketiga anak itu tak menyukai dirinya. Terlihat dari tatapan mereka yang menyiratkan kebencian. Tapi sekarang dia bertambah bingung, karena ibunya tidak menyukai ketiga anaknya. Sebenarnya apa yang terjadi.

Di dalam memori yang didapatkannya, Kalyan hanya diperlihatkan bagaimana keseharian nya dalam bekerja. Juga bagiamana dia bersikap kepada anak-anaknya selama dirumah. Selama yang dia lihat, interaksi yang di lakukan Zeylan juga anaknya hanya sebatas dimeja makan. Juga bagaimana sikap Zeylan yang acuh tak acuh pada anaknya. Hanya sebatas itu. Tidak lebih juga tidak kurang.

"Om Zeylan... Apasih yang lo lakuin selama ini. Seenggaknya kasih gua ingetan lagi dong! Jangan bikin pusing begini. Anak-anak keliatannya benci sama lo, sedangkan mami Lo ini malah keliatan banget gak suka sama ni anak-anak. Huhuu Tuhan balikin aja gua kedunia asal!! Gapapa deh balik-balik udah mati, daripada disini ngango-ngango doang kayak orang dongo gatau apa-apa!"

"Enggak begitu mam. Bukan salah anak-anak. Aku cuma stress aja karena kerjaan." Ayo berakting Kalyan!

"Lagi-lagi kamu membela mereka. Apa boleh buat, Zey tetaplah Zey anak mami yang keras kepala."

Rosetta pun menghampiri anaknya. Tangannya yang penuh kasih sayang itu mengelus pipi anaknya dengan lemah lembut. Anaknya yang kini sudah dewasa.

"Inget Zey," Kalyan menatap lurus tepat pada retina ibunya. Wajahnya yang cantik walau sudah termakan oleh usia. "Bersikaplah sebagaimana mestinya. 3 tahun lagi... Maka 3 tahun lagi ini semua akan selesai."

—a y a h—

Ayah?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang