BAB 40

58.7K 5.2K 329
                                    

⚠️Trigger Warning

Bab ini berpotensi membangkitkan reaksi emosional atau psikologis yang kuat pada individu yang pernah mengalami trauma.

---

Tangan Amora urung membuka pintu ruang ujiannya lebih lebar. 

Ia berdiri mematung di depan daun pintu yang sudah terbuka sedikit, memberi celah pada suara lantang Agni di dalam terdengar sampai telinganya.

Amora menggigit bibirnya kuat, merasa sesak mendengar rentetan kalimat yang Agni ucapkan keras-keras. 

Tanpa gentar menangkal segala serangan juga tudingan dari teman-teman sekelas mereka.

Ditariknya pintu di depan agar kembali tertutup rapat. Amora memutar langkahnya, menjauhi ruang kelas yang sudah tampak menyesakkan dari celah kecil yang ada.

Pikiran Amora kosong.

Sebenarnya, sejak awal ia sudah mendengar segala macam gunjingan tentang dirinya sendiri di dalam kelas.

Telinganya memang tersumpal sepasang AirPods, tapi tak ada lagu yang terputar. Jangankan lagu, benda itu saja tidak pernah menyala sedari awal karena Amora belum sempat mengisi baterainya.

Ia sengaja mengenakan AirPods karena tidak ingin orang-orang tau kalau semua ucapan mereka bisa Amora dengan dengan jelas.

Amora tidak ingin terlihat semakin menyedihkan.

Hatinya semakin bertambah sakit kala mendengar dan menyaksikan Agni membelanya habis-habisan, sendirian, di tengah tatapan penuh penilaian yang menghujaninya dari segala penjuru.

Kalau Amora yang berada di posisi tersebut, mungkin dirinya sudah kehabisan napas dan tumbang lebih dulu sebelum mengucapkan kalimat keduanya.

Amora terus berjalan, mengikuti ke mana saja kakinya melangkah tanpa arah tujuan.

Gadis itu tersadar saat akhirnya sapuan angin kencang menerbangkan helaian rambutnya sampai berantakan.

Amora mengerjap, menyisir pemandangan danau kampus yang kini terpampang di hadapannya.

Ia tertegun.

Ah, jadi tanpa sadar Amora berjalan ke tempat terakhir yang dulu menjadi saksi keputusannya menyudahi semua.

Mata kuyu Amora bergerak ke kanan, menangkap dek kayu yang menghantarkan kenangan waktu itu dalam benaknya.

Pelan, gadis itu bergeser, menyusuri jalan setapak di pinggir danau, sampai tiba di sebuah tangga menuju dek.

Entah mengapa, perasaan ringan langsung menyambut Amora ketika kakinya berpijak pada satu undakan tangga.

Perasaan itu membuainya, sampai ia terus melangkah turun dan berhenti di ujung dek kayu.

Amora melepas flat shoes-nya, duduk di tepi dek, menjulurkan kaki telanjangnya sampai menyentuh permukaan air danau.

Angin kencang kembali berhembus. Menerbangkan dedaunan kering yang kemudian berjatuhan di atas air, terbawa riak ke tepian.

Awan mendung yang menggelantung memenuhi langit membuat suasana danau kampus sepi dari lalu lalang mahasiswa.

Sama seperti kala itu.

Amora tenggelam dalam kedamaian yang tercipta di sekelilingnya.

Ia terpejam, menikmati angin dingin membelai wajahnya, menghidu aroma alam sampai dadanya terasa penuh.

Getar ponsel di saku rok membuatnya membuka mata. Amora mengambil benda pipih tersebut, membuka deretan pesan dari Agni yang baru saja masuk.

Agni

FIX YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang