Niki tidak bertanya lebih jauh. Ia merasa itu bukan hal yang perlu ia dalami. Yang jelas, Jungwon memiliki ekspresi yang sama seperti dirinya—ekspresi seseorang yang menyimpan terlalu banyak lelah.
Membiarkan Jungwon melanjutkan pekerjaannya, Niki kembali ke kasir untuk melayani pembeli. Baginya, hari ini terasa lebih panjang dari biasanya.
———
"Euna Appa," panggil sebuah suara. Chanhee yang tengah bersantai di ruang istirahat kantor menoleh dan mendapati Jacob, rekan kerjanya, berdiri di sana.
"Jacob-ssi," sapa Chanhee sambil tersenyum.
"Saya punya obat bagus buat nambah nafsu makan. Siapa tahu Euna malas makan," ujar Jacob sambil mengeluarkan botol kecil dari sakunya.
Chanhee tertawa kecil. "Tiba-tiba banget?"
"Tadi saya ketemu pria di depan kantor. Dia jual obat ini, katanya manfaatnya banyak. Saya sebenarnya nggak butuh, tapi kasihan lihat wajahnya. Jadi saya beli," jelas Jacob, yang memang dikenal sering tak tega pada pedagang jalanan.
"Saya nggak butuh obat itu, Jacob-ssi. Lagipula, Euna makannya lahap kok. Jadi dia nggak perlu," balas Chanhee sambil menolak dengan sopan.
"Kalau begitu, kamu simpan saja. Siapa tahu nanti perlu," ucap Jacob sambil menyelipkan botol kecil itu ke kantong jas Chanhee sebelum pria itu sempat menolak. Dengan cepat, Jacob pergi meninggalkan ruang istirahat.
Chanhee hanya menghela napasnya pasrah.
Drrrt.
Ponselnya bergetar. Chanhee segera mengambilnya dan melihat nama yang tertera di layar.
"Sua?" gumamnya heran. Tidak biasanya Sua menelepon di siang hari.
Begitu panggilan diangkat, terdengar suara Sua yang panik. "Euna Appa! Aku baru jemput Euna dari sekolah. Euna demam!"
Chanhee langsung memutuskan panggilan tanpa menunggu penjelasan lebih lanjut. Ia bangkit dan berlari keluar dari ruang istirahat.
"Jacob-ssi, saya pamit pulang dulu. Anak saya sakit," ujarnya cepat sebelum melangkah pergi.
Chanhee berlari menuju mobilnya. Tidak ada yang membuatnya lebih khawatir daripada saat Euna, putri satu-satunya, jatuh sakit.
Untungnya, jarak antara kantor dan apartemennya tidak terlalu jauh. Chanhee memang sengaja memilih tempat kerja yang dekat agar selalu mudah kembali ke rumah jika Euna membutuhkannya.
Setibanya di apartemen, Chanhee segera menuju kamar Euna. Di sana, Sua tengah duduk di samping Euna, mengompres kening anak itu dengan kain basah.
"Euna, sayang," panggil Chanhee lembut sambil menghampiri putrinya.
"Ayah…" Euna memanggil pelan sambil mengerucutkan bibirnya. Chanhee langsung memeluknya erat.
"Tadi aku sudah kasih obat, tapi dia nggak mau makan," ujar Sua sambil menatap Chanhee dengan khawatir.
Chanhee mengusap kepala putrinya dengan lembut. "Euna, kok nggak mau makan? Ayah masakin makanan enak deh, ya. Euna istirahat dulu sambil nunggu, oke?"
Euna mengangguk kecil sebelum akhirnya terlelap.
Sua berdiri, mengajak Chanhee keluar dari kamar agar Euna bisa beristirahat.
"Pantas tadi pagi dia cemberut banget cuma gara-gara aku nggak antar dia ke sekolah," kata Chanhee dengan nada bersalah saat mereka duduk di meja makan.
Sua tertawa kecil. "Itu kebiasaan Euna. Kalau dia mulai rewel tanpa alasan jelas, biasanya dia mau sakit. Masa kamu nggak sadar?"
Chanhee mengacak rambutnya, merasa bersalah. "Maaf, Raon eomma aku bikin kamu repot lagi. Aku sibuk banget tadi pagi karena rapat."
DU LIEST GERADE
Run And Hide
ActionDi jantung kota Seoul yang megah, sebuah obat ilegal mulai menyebar secara diam-diam. Awalnya ditawarkan sebagai sampel gratis dengan janji efek samping yang menakjubkan, obat itu perlahan membuat penggunanya kecanduan. Namun, di balik manfaat semen...
02. distributor
Beginne am Anfang
