Menurut Skara, Braga dulu adalah tempat berpulang paling nyamannya. Tempat dia berbagi duka dan suka. Dulu, dimana ada Skara pasti selalu ada Braga di sana. Dulu, hal utama yang Braga prioritas kan adalah Skara dan sekarang semuanya berubah karena s...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sate ayam tempat yang sangat sering Aga dan Ara kunjungi semasa SMP, makanan yang di sukai oleh mereka berdua. Pak Ahmad sebagai penjual sate sangat hafal dengan pesanan mereka, Aga dan Ara selalu memesan dengan porsi yang sama.
Motor Aga terparkir di samping, sementara Aga dan Ara sudah mengantri untuk memesan. Aga di minta untuk mencari tempat duduk sementara Ara yang memesan dengan porsi yang sama.
“Ara, kamu sering kesini ya?” tanya Aga, Ara mengangguk sebagai jawaban.
Sementara disisi lain ada Jefri yang duduk di dekat jendela kamarnya, menatap langit malam yang begitu terang malam ini. Ponsel yang ia pegang berdering berkali-kali tapi sama sekali tak ia gubris, itu adalah panggilan dari mamanya jika ia angkat sudah ia tebak ia akan hanya mendengar ocehan panjang kali lebar dari mamanya yang pasti Ara sudah mengadu.
“Mama nelpon, kenapa nggak di angkat?” Suara paruh baya memasuki indra pendengaran nya, Jefri menoleh melihat mamanya sudah duduk di atas kasur putih dengan dominan hitamnya.
“Jefri tau mama nelpon buat ngomelin aku aja.” jawab Jefri. Ia tak menatap mata mamanya lebih baik ia menatap langit malam dari pada mamanya yang mungkin saja sedang menatapnya dengan tatapan yang begitu tajam.
“Mama nggak marah, Jef. Kamu masih muda nggak bisa mama larang kamu buat lakuin ini itu, selagi muda nikmati. Tapi mama nggak suka sama orang pengingkar janji, Jef.” Mama mengusap rambut putranya. Jefri menoleh menatap mata Mamanya.
“Jef, minta maaf ma...” lirihnya. Mama hanya mengangguk seraya tersenyum.
“Hahahaha!!! lihat lo hahahaa!!" Tawa itu terdengar begitu sangat menggelegar di sudut tempat jual sate Pak Ahmad.
Ara menertawakan Aga yang makan seperti anak kecil. “Aga kamu makannya belepotan tuhh, hahaha.” Ara memegang perutnya yang sakit akibat tertawa.
Aga mengambil tisu dan membersihkan wajahnya yang belepotan, ia hanya tersenyum. “Hati-hati ntar jatoh.” tegur Aga, melihat Ara yang tertawa seraya memainkan kursinya.
***
Matahari menyelinap masuk melalui celah-celah kecil, Ara menggeliat lalu melihat jam di ponselnya. Ia berjalan memasuki kamar mandi berniat ingin mandi dan bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Setelah mandi Ara menatap pantulan dirinya dari kaca, ia menggunakan outfit yang simple dengan beberapa aksesoris yang ia gunakan. Rambutnya yang ia berikan pita berwarna biru, antingnya dengan manik berwarna biru, dan jam tangan yang ia gunakan juga berwarna biru.
“Bunda, Ara berangkat dulu yaa!” pamit Ara yang sedikit berteriak.
“Nggak sarapan dulu, Ra?” tanya ayah yang sedang membaca koran di teras rumah.
Ara menoleh baru menyadari keberadaan ayahnya. “Nggak, yah. Ara sarapan di kantin kampus aja nanti. Kalau gitu Ara pamit dulu ya, Yah.”