"Iya, makanya kita harus selalu bersyukur," jawab Alexa. "Setiap makanan yang kita bagikan, itu artinya harapan baru untuk mereka."
Alexa memilih untuk mendudukkan dirinya di sudut posko, sedikit menjauh dari keramaian. Suara hiruk-pikuk para relawan yang sedang memindahkan logistik memenuhi udara. Aroma tanah basah bercampur bau khas air banjir menyelinap ke hidungnya, tetapi pikirannya melayang jauh, kembali ke masa lalu.
Ia memejamkan mata, mencoba menahan gelombang emosi yang tiba-tiba muncul. Kilasan kenangan itu datang tanpa permisi—masa kecilnya di panti asuhan, lebih tepatnya masa kecil Zahira. Wajah-wajah anak-anak lain yang dulu menjadi teman seperjuangan terbayang jelas di benaknya. Mereka duduk di ruang makan bersama, menikmati semangkuk bubur yang sama setiap harinya.
Namun, yang paling menyakitkan adalah rasa dingin yang selalu ia rasakan—bukan hanya dari cuaca, tetapi dari perlakuan orang-orang di sekitarnya. Ia ingat dengan jelas bagaimana hujan lebat pernah membanjiri area panti, membuat semua anak dievakuasi ke lantai dua. Ia hanya seorang anak kecil waktu itu, menggigil dalam balutan selimut tipis yang diberikan oleh salah satu pengasuh.
Alexa mendesah panjang. Ingatan itu tidak pernah benar-benar pergi. Ketika ia melihat anak-anak di posko yang kini tertawa meski dalam keadaan sulit, hatinya bergetar. Ia tahu, seburuk apa pun masa lalunya, ia tidak pernah ingin menyerah pada hidup.
"Lex, kita kayaknya harus ngambil bahan-bahan makanan di mobil deh, buat persediaan di dapur umum," ucap Manda mendekati Alexa.
Alexa mengangguk, "Ya udah kita ambil aja sekarang."
Mereka kembali melanjutkan tugas mereka. Alexa dan Manda tahu bahwa meskipun usaha mereka kecil, namun dampaknya besar bagi setiap orang yang mereka bantu. Mereka terus bekerja dengan sepenuh hati, memberikan yang terbaik untuk mereka yang sedang berjuang di tengah bencana.
Dengan langkah kecil, mereka berdua berjalan keluar posko, "Oh iya, Lex. Lo tahu nggak kenapa Hilles bisa babak belur kaya semalam?" tanya Manda memulai obrolannya.
"Ya mana gue tahu lah, emang lo tahu?" tanya Alexa balik, sebenarnya ia juga sedikit kepo dengan kejadian semalam. Namun kadar kepo Alexa tidak segila Manda.
Manda memutar bola matanya, "Ya iyalah jelas tahu! Orang gue semalam abis BBQ gak langsung tidur, emangnya lo?"
Setelah acara BBQ semalam, Alexa memilih masuk kamar duluan karena matanya yang sudah kepalang ngantuk, salah satu hal yang paling tidak bisa ia tahan, yaitu tidur. Sedangkan Manda, entah jam berapa ia masuk kamar. Mungkin ia terlalu sibuk untuk mencari perhatian Eric. Seperti semalam contohnya, Manda mengajukan diri untuk membantu membakar daging. Jelas itu hanyalah modus belaka, karena ia ingin menjadi partner Eric yang sudah duluan bertugas melakukannya.
"Terus kenapa katanya?" kata Alexa menaikkan alisnya.
Mereka terus berjalan menuju parkiran, "Gue nguping pembicaraan mereka, katanya Hilles dihadang sama beberapa orang, dan lebih ngerinya lagi dia ditodong pisau dong Lex. Abis itu Hilles diminta buat nyerahin mobil. Dia sempet nolak atau nggak mau gitu, makanya dia bisa sampai babak belur. Tapi lo coba banyangin deh Lex, satu banding banyak orang, gila kali ya! Mana mereka pegang senjata lagi, ya gimana mau menang coba? Mentang-mentang bangsat! Gak tau situasi dan kondisi emang!"
Alexa menghentikan langkahnya yang sudah berada di depan mobil, menatap Manda dengan ekspresi terkejut. "Lo serius? Hilles sampai segitunya?"
Manda mengangguk cepat, ia membuka bagasi mobil. "Dan lo tahu apa yang lebih gong nya? Yang rampok Hilles adalah anak-anak Shadow Blades,"
Alexa membeku sejenak, matanya menyipit mendengar nama itu keluar dari mulut Manda. "Shadow Blades?" ulangnya, nadanya langsung berubah dingin.
"Iya! Lo tahu dong, itu geng motor brengsek yang dipimpin sama si Brandon!" Manda berkata dengan nada yang begitu antusias, tangannya sampai melambai-lambai ke udara untuk menekankan betapa 'gemasnya' dia dengan fakta tersebut. "Dan fakta ini pasti bakalan bikin lo tambah kesel, mereka udah berkali-kali gangguin anak-anak Black Obscura. Jadi ini bukan yang pertama kalinya, Lex!"
YOU ARE READING
I'm Alexa [End-Tahap Revisi]
Teen Fiction⚠️ BIASAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA ⚠️ - - Belum sampai diambang pintu kantin Alexa kembali berhenti, lalu melepaskan pecahan beling yang menancap pada sepatunya tanpa rasa ngilu. Setelah itu ia melepaskan sepatunya, terlihatlah kaos kaki putihnya y...
Part 37 - Impulsive Alexa
Start from the beginning
![I'm Alexa [End-Tahap Revisi]](https://img.wattpad.com/cover/376930039-64-k717476.jpg)