"Kalau misalnya kita bisa ke Isekai, aku pengin banget nikah sama Duke dari Utara," kata Nisa sambil makan keripik kaca.
Aku sama teman-teman sedang makan siang di kantin sekolah, tepat pukul 12 siang selepas mengerjakan tugas animasi dengan manual script yang memusingkan itu. Dan ini sudah hari ke sekian kami membicarakan perihal genre Isekai yang sedang booming di kalangan pecinta Anime atau Wibu, Otaku, apalah istilahnya untuk mereka yang tergila-gila sama anime. Kemudian kami membicarakan game mmorpg terbaru dengan open world yang gokil dan grafik epic. Bentar lagi kalau aku tergoda, saat liburan aku diam aja di kamar jadi Hikikomori.
"Kalau misalnya ada, aku juga pengin jadi Harem, Nis," celetuk Rihan, menimpali.
Gadis dengan kucir kuda dan jepit rambut bermotif bintang itu tersenyum manis sembari memainkan ponselnya.
"Tapi gue mah takut kalau misalnya ke dunia asing gitu, tahu. Masa harus lawan monster, nanti mati. Udahlah nikmatin aja hidup kayak gini, cuma sekolah, kerja, main, udah."
Nah, omongan itu keluar dari mulut Deska, cewek bertubuh ramping dengan earphone yang selalu menyumbat kedua lubang telinganya. Dia paling normal di sini, Normies.
Aku menghela napas. Antara kehidupan fantasi dan kehidupan biasa seperti ini, mana yang lebih enak, sih? Kalau aku, jujur, aku merasa aku tidak seharusnya ada di sini. Aku lebih suka berada di dunia Pandora (dunia dalam film Avatar itu), yang tidak harus sekolah, berurusan dengan komputer. Ketika makan kita hanya berburu, kemudian tidur, tidak perlu memusingkan uang.
Tapi risiko kematian tinggal di dunia seperti itu juga besar. Entahlah, mungkin aku lebih baik tidak ada sama sekali.
Aku berpikir begitu sebelum kemudian merasakan langsung akibatnya.
Hari ketika pelajaran TPAV—Teknik Pengolahan Audio Video—dimulai, satu angkatan yang diisi ke dalam tiga kelas, berpindah ke tempat yang asing.
Ke ruangan besar dengan langit-langit yang super jauh. Di atas sana lampu kristal banyak bergelantungan. Kemudian ketika mataku berpendar melihat ke semua sudut ruangan, banyak orang-orang berambut putih dengan telinga runcing seperti sedang merapal mantra.
Aku tahu mereka Elf.
Dan aku tahu, ini sudah bukan di Indonesia.
***
VOUS LISEZ
Can We Rewrite The Stars?
Roman pour AdolescentsSatu angkatan jurusan DKV di SMK-ku ini tiba-tiba berpindah tempat ke sebuah negeri entah-berantah yang super aneh. Mirip kejadian klise di sebuah anime bergenre Isekai, tapi aku tidak pernah menyangka hal ini akan terjadi padaku. Bisa tidak ya aku...
